Senin, 17 Oktober 2016

Asuhan Keperawatan Cerebral Palcy



KATA PENGANTAR

Puji Sykur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Cerebral Palcy.
Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini penyusun telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kerja kelompok. Namun sebagai manusia biasa, kita semua tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. walaupun demikian penulis  berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Kami menyadari tanpa kerjasama antara guru pembimbing dan penulis serta beberapa kerabat yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penulis demi tersusunnya asuhan keperawatan ini. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang tersebut diatas yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Demikian semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan para pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun.


Maumere, Desember 2014

Penyusun



DAFTAR ISI


Kata Pengantar ......................................................................................         i                                                                  Daftar isi ...............................................................................................         ii Bab I pendahuluan               1
1.         Latar Belakang .........................................................................         2
2.         Rumusan Masalah   ...................................................................         2
3.         Tujuan Penulisan   ....................................................................         2
4.         Metode Penuliasan                                                                            2
5.         Sistematika Penulisan   .............................................................         2

Bab II Konsep Dasar Teori ...................................................................         3
1.      Pengertian   ................................................................................         3
2.      Etiologi ......................................................................................         4
3.      Patofiologi ................................................................................         5
4.      Manifestasi Klinis ......................................................................         6
5.      Komplikas  ................................................................................         7
6.      Pemeriksaan Penunjang .............................................................         8
7.      Penatalaksanaan ........................................................................         9

Bab III Konsep Dasar Askep      ...........................................................         10
1.      Pengkajian ................................................................................         10
2.      Diagnosa Keperawatan .............................................................         11
3.      Intervensi Keperawatan.............................................................         12
4.      Implementasi .............................................................................         13
5.      Evaluasi      ................................................................................         14

Bab IV Penutup ...................................................................................         15
1.      Kesimpulan     ............................................................................         15
2.      Kritik dan Saran    ......................................................................         16

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Sistem saraf dan sistem hormonal adalah cara-cara bagian-bagian tubuh untuk saling berkomunikasi
Sistem saraf dapat dibagi menjadi susunan saraf pusat yang terdiri dari jalur-jalur saraf-saraf di otak dari korda spinalis dari susunan saraf prifer yang terdiri dari saraf-saraf yang mensarafi bagian tubuh lainya.
Koordinasi sistem saraf pusat dan prifer memungkinkan kita bergerak ,berpikir,berbicara dan berspon.
Cerebral palcy merupakan penyakit/kelainan kognetal persarafan dimana terjadi kerusakan jaringan otak yang kekal pada bunyi sebelum selama atau segera setelah lahir yang dapat menyebabkan disfungsi motorik disetai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spatis juga kelainan mental.
Cerebral palcy merupakan paralisis yang di akibatkan oleh kerusakan otak non-progresif yang dapat terjadi setiap waktu sebelum otak mencapai kematangan dari konspsi hingga usia 5 atau 6 tahun(Garison,1995).Insiden  kurang lebih 5,5 tiap 1000 kelahiran hidup dan tersbar merta pada kedua jenis kelamin.segala ras dari berbagai Negara.
Di inggris 1,7 per 100 menurut ashner dan schonell,1950 dikutip oleh (pearson,1972)
Di Indonesia sendiri angka kejadian cerebral palcy belum dapat di kaji secara pasti,namun dilaporkan oleh instansi kesehatan di Indonesia diantarnya,
YPAC :  Tahun    2001 : 313 anak
                                    2002 : 242 anak
2002 : 265 anak
2002 : 239 anak
2002 : 118 anak
2006 : 112 anak
2007 : 192 anak

Upaya yang dilakukan dalam pencegahan cereral palsy yaitu dengan terapi dan dari penelitian  dilakukan untuk memperbaiki keadaan tersebut terutama pada bayi-bayi yang mengalami masalah pernapasan dan penggunaan terapi medikasi untuk mencegah perdarahan pada otak sebelum/segera setelah lahir.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat membuat masalah yaitu sebagai berikut :
·         Apa pengertian dari Cerebral Palcy ?
·         Apa Etiologi dari Cerebral Palcy ?
·         Bagaimanakah patofisiologis dari Cerebral Palcy ?
·         Apa saja manifestasi klinis dari Cerebral Palcy ?
·         Apa saja komplikasi dari Cerebral Palcy ?
·         Bagaimana pelaksanaannya ?
·         Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cerebral Palcy ? (Mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi ).
1.3    Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Agar mahasiswa/mahasiswi mampu membuat asuhan keperawatan yang baik pada pasien dengan penyakit Cerebral Palcy.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.      Mampu mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Cerebral Palcy.
2.      Mampu Mengidentifikasi diagnose keperawatan pada klien dengan Cerebral Palcy.
3.      Mampu mengidentifikasi intervensi keperawatan pada klien dengan Cerebral Palsy.
4.      Mengidentifikasi implementasi den evaluasi pada klien dengan Cerebral Palcy.
1.4    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini menggunakan study pustaka
1.5    Sistematika Penulisan
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I        Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan Penulisan
1.3  Rumusan Masalah
1.4  Metode Penulisan
1.5  Sistematika Penulisan
Bab II  Pembahasan
            Konsep Dasar Teori
1.      Pengertian
2.      Etiologi
3.      Patofisiologi
4.      Manifestasi klinis
5.      Komplikasi
6.      Pemeriksaan diagnostik
7.      Pinatalaksanaan
Konsep Dasar Askep
I     Pengkajian
II   Diagnosa Keperawatan
III  Intervensi Keperawatan
IV  Implementasi
V   Evaluasi
            Bab III            Penutup
1.         Kesimpulan
2.         Kritik dan Saran
Daftar Pustaka


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Teori
1.      Pengertian
Cerebral Parcy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang tidak progresif, yang bisa terjadi pada waktu muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastic, gangguan ganglia basal dan sereblum, serta kelainan mental.
(Ngastiyah,201)

Cerebral Palcy : suatu gangguan non spesifik yang disebabkan oleh abnormalitas system mayor piramida (motorik korteks, basal ganglia dan otak kecil) yang di tandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal. (Suriadi & Rita Yuliani.49)
2.      Etiologi
Penyebab Cerebral Palcy dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu prenatal.
Prenatal dan pascanatal
a.       Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh Lues, toxoplasmosis, rubella dan penyakit infeksi sitomegalitik. Kelainan menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retyardasi mental. Selain itu anoxia dalam kandungan, terkena radiasi sinar X dan keracunan kehamilan dapat mimbulkan cerebral palcy.



b.      Periperal
·         Anoxia/hipoksia
·         Perdarahan otak
·         Prematuritas
·         Ikterus
·         Meningiritis purulenta
c.       Pasca natal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan cerebral palcy, misalnya pada meningitis, ensefalitis, dan luka parut pada otak pasca operasi.
(Ngastiyah,201)
3.      Patofisiologi
·         Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowe gyri, saluran sulci dan berat otak rendah.
·         Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak, atau sekunder dari penyebab mekanisme yang lain. Cerebral palcy dapat dikaitkan dengan premature yaitu spastic diplegia yang disebabkan oleh hypoxic infarction atau hemmorage dalam ventrikel.
·         Type athetoid/dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan beberapa saraf nuclei cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila basal ganglia mengalami injury yang ditandai dengan tidak terkontrol, pergerakan yang tidak disadari dan lambat.
·         Type Cerebral Palcy hemiparatik, karena trauma pada kortek atau CVA pada arteri cerebral tengah. Cerebral hypoplasia : hypogli-ceria neonatal dapat dihubungkan dengan ataxia cerebral palcy.
·         Spastic Cerebral Palcy yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor kortex yang ditandai dengan ketegangan otot dan hiperesponsif. Reflex tendon yang dalam akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat menyebabkan pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua ekstremitas.
·         Ataxic cerebral palcy adanya injuri dari serebrum yang mana mengatur koordinasi, keseimbangan dan kinestik akan tampak pergerakan yang tidak koordinasi pada ekstremitas atas bila anak memegang atau mengapai benda. Adanya pergerakan berulang dan cepat namun minimal.
·         Rigid/tremor/atonik cerebral palcy ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor dan ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas multiple yang terkait kurangnya pergerakan aktif.
(Suriadi & Rita Yuliani, hal.50)
            Cerebral Palcy dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :
1.      Tipe Spastik ( 50% dari semua kasus cerebral palcy) dengan cirri-ciri otot-otot menjadi kaku, kekakuan yang terjadi dapat berupa : Quardriplegi (kedua lengan dan kedua tungkai), diplegi (kedua tungkai), hemiplegi ( lengan dan tungkai pada salah satu sisi   tubuh ).
2.      Tipe Diskinetik (Koreoathethoid,20% dan semua kasus cerebral palsy), dengan cirri-ciri otot-otot lengan dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali tetapi bisa juga timbul gerakan ksar dan mengejang.
3.      Tipe Ataksik (10 % dari semua kasus cerebral palcy) resiko terkena cerebral palcy meningkat tajam seiring dengan berat badan lahir rendah, dilaporkan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah     < 1000 gram mempunyai resiko tinggi 40 kali lipat dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir normal. Angkah kejadian cerebral palcy spastic diplegi dihubungkan dengan bayi dengan berat badan rendah. Cerebral palcy tipe spastic diplegi merupakan tipe yang paling sering ditemukan.

4.      Tipe Campuran (20% dari semua kasus cerebral palsy) resiko terkena cerebral palcy meningkat tajam seiring dengan berat badan lahir rendah, dilaporkan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah < 1000 gram mempunyai resiko tinggi 40 kali lipat dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir normal.
Angka kejadian cerebral palsy spastic diplegi dihugungkan dengan bayi dengan berat badan rendah.
Cerebral palcy tipe Spastic Diplegi merupakan tipe yang paling sering ditemukan.
4.      Manifestasi Klinis
a.       Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dengan reflek yang disertai dengan klonus dan reflex babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak menghilang, meskipun penderita dalam keadaan tidur.
Peninggian tonus itu tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otok karena itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktor misalnya lengan dalam aduksi.
Feksi pada sendi siku dan pergelangan tangan delam posisi dan jari-jari dalam fleksi sehingga ibu jari melintang ditelapak tangan.
b.      Tonus otot yang berubah
Bayi pada golngan ini pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada flower motor neuron bila bayi dibiarkan berbaring tampak flaksid dan sikapnya seperti kodok terlentang tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spatis.
c.       Koreo-Atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya.


d.      Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat.
e.       Gangguan Pendengaran
Gangguan berupa kelainan neurogen terutama presepsi nada tinggi sehingga sulit menangkap kata-kata.
f.       Gangguan Bicara
Disebabkan oleh kelainan atau gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dnegan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering anak tampak berliur.
g.      Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konverjen dan kelainan retraksi.
(Ngastiyah, 203-204)
5.      Komplikasi
a.       Kontraktur
b.      Retardasi Mental
c.       Konstipasi
(Suriadi & Rita Yuliani, 50)
6.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       EEG  : dilakukan pada pasien yang kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
b.      Foto rontgen kepala
c.       Pemeriksaan reflex
d.      CT Scan
e.       Fungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkian penyebab suatu proses degeneratife.
f.       Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis serebral palcy ditegakkan.
7.      Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simptonatik. Pada keadaan ini perlu kerjasama yang baik dan merupakan “satu tim” antara dokter anak, neurology, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisiotrapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar bisa dan orang tua pasien.
·         Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah konraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
·         Tindakan Bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut.
b.      Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan yang dapat dilakukan ialah :
·         Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang berisiko, (baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan). Jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonates segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
·         Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pda otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan pada orang tua jika melihat sikap bayi yang tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.



c.       Penatalaksanaan Terapeutik
1.      Terapi Fisik
·         Brances (alat penokong)
·         Splint (pembalut)
·         Casting (pemasangan gibs)
·         Alat-alat : Kursi roda atau yang lainnya
·         Terapi kerja : menulis, makan, minum, dll
·         Terapi bicara
·         Pendidikan khusus
·         Terapi social
·         Terapi psikolog
2.      Terapi Medikal
·         Diazepam untuk anak > 6 bln. dosis 0,12-0,8 mg/KG BB/hari/oral ( dibagi dalam 6-8 jam)
·         Baclofen untuk 2-7 tahun.dosis 10-40 mg/hari/oral. (dibagi dalam 3-4 dosis) dosis dimulai 2.5-5 mg/oral 3 x / hari dinaikan 5-15 mg /hari.
Untuk 8-11 tahun, dosis 10-60 mg/hari/oral dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 2.5-5 mg/oral 3x/hari, kemudian dinaikan 15 mg/hari, max 80 mg/hari.
Untuk >12 tahun, dosis 20-80 mg/hari/oral/3x/hari, di bagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg/oral/3x/hari, kemudian dinaikan 15 mg/hari, max 80 mg/hari.
·         Dantroleng
Dosis dimuali dari 25 mg/hari, max 40 mg/hari
·         Botolinum Toxin (Botox)
Menghambat pelebaran acetylcholine dari presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Kombinasinya melemahkan dan menguatkan otot yang berlawanan kerja.
·         Baclofen Intratekal.
Indikasi : membantu penderita dalam mengatasi kekakuan otot yang sangat mengganggu fungsi normal tubuh.
BAB III
KONSEP DASAR ASKEP

I.                   Pengkajian
1.1  Biodata
a.       Identitas Klien
·         Nama
·         Umur
·         Tempat/tgl.lahir
·         Agama
·         Pendidikan
·         Tanggal MRS
·         Tanggal pengkajian
·         Diagnosa medic
·         Rencana terapi
b.      Identitas orang tua
c.       Ayah
d.      ibu
1.2  Keluhan utama
1.3  Riwayat keluarga
·         Riwayat obstetric (riwayat antenatal, natal, post natal)
·         Riwayat penyakit sekarang
·         Riwayat penyakit masa lalu
·         Riwayat kesehatan keluarga
1.4  Riwayat imunisasi
(BCG ; DPT I, II, III ; Poko I,II,III ; campak; hepatitis )
1.5  Riwayat tumbuh kembang
(Pemeriksaan fisik : BB, TB, LL)
·         Sosial
·         Kognitif
·         Motorik halus
·         Motorik kasar

1.6  Riwayat nutrisi
·         Pemberian Asi : Pertama kali disusui, cara pemberian, lama pemberian.
·         Pemberian susu formula : alas an pemberian, jumlah pemberian, dana cara pemberian.
·         Pemberian makanan tambahan
·         Pola perubahan nutrisi saat ini
1.7  Riwayat psikosial
1.8  Riwayat spiritual
1.9  Reaksi Hospitalisasi
Pemahaman orang tua tentang sakit dan rawat inap, pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
1.10    Data dasar pengkajian
a.       Aktivitas/istirahat
Gejala : perasaan tidak enak malaise
Tanda  : Atasksim masalah berjalan, kelemahan, keterbatasan dalam rentang gerak.
b.      Makanan dan Cairan
Gejala : kesulitan melan
Tanda  : Muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
c.       Neurosensori
Gejala : Sakit, kejang /kaku, gangguan penglihatan, hilangnya koordinasi gerakan
Tanda  : Penurunan keseimbangan, intention tremor
d.      Hygiene
Tanda  : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
1.11    Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum pasien
b.      Tanda-tanda vital
c.       Pengukuran antropometri
d.      Sistem pencernaan
Muntah, kesulitan menelan
e.       Sistem indra
Gangguan penglihatan dan pendengaran
f.       Sistem persyaratan
Perkembangan terlambat, perkembangan pergerakan kurang, refleksi bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot, hilangnya koordinasi gerakan.
g.      Sistem muskuluskeletal
Spastisitas, tonus otot berubah, koreo atetosis, postur tubuh abnormal, gaya jalan seperti posisi gunting, lutut bertemu lutut.
1.12    Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
a.       Usia 0-6 tahun :
Dengan menggunakan DOST
·         Motorik kasar : kemampuan untuk melakukan gerakatn menurun karena terjadi penurunan tonus otot.
·         Motorik halus : keterlambatan perkembangan motorik halus akibat hilangnya koordinasi.
·         Bahasa : gangguan bicara akibat gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah sehingga anak sulit membentuk kata-kata.
·         Personal sosial : gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain (menarik diri).
b.      Usia 6 tahun keatas
·         Perkembangan kognitif : gangguan proses berpikir atau daya ingat
·         Perkembangan psikososial : gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain (manarik diri).



II.                Diagnosa keperawatan
1.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemia jaringan otak.
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme otot
3.      Resiko injury berhubungan dengan kejang
4.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan neuromuskuler
5.      Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
III.             Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
Goal            :  anak akan menunjukan perfusi jaringan yang adekuat
Objektif      : setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan tingkat kesadaran baik, TTV stabil.
Intervensi    :
1)      Pantau dan catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
R/     : Mengetahui tingkat kesadaran, peningkatan tekanan intra cranial dan mengetahui lokal, luas dan kemajuan resolusi kerusakan sistem saraf pusat.
2)      Pantau tanda-tanda vital
R/     :    Variasi perubahan TTV mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada daerah vasomotor otak.
3)      Latakan dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anotmi (netral)
R/     :    Menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan sirkulasi atau perfusi cerebral
4)      Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi, berikan kesempatan untuk istirahat.
R/     :    Aktivitas atau stimulus yang kontinu dapat meningkatkan tekanan intracranial, istirahat yang cukup dan ketenangan dapat memberikan kenyamanan.
5)      Kolaborasi
·        Berikan cairan IV sesuai indikasi, batasi pemasukan cairan
R/ : Meminimalkan fluktusi dalam vaskuler dan tekanan intrakranial
·         Berikan O2 seuai indikasi
R/ : Terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya O2 pada tingkat sel yang memperburuk atau meningkatkan iskemia serebral.
            Diagnosa II   
Goal       :        Anak akan menunjukan kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak mengalami kontraktur.
Objektif  :        Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan :
·         Peningkatan kekuatan/control otot
·         Rentang gerak dalam batas normal
·         Mampu melakukan aktivitas dalam batas normal
            Intervensi :
1)      Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot anak serta kemampuan secara fungsional
R/     :        Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan intervensi.
2)      Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagain yang terganggu.
R/     :        Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan darah yang terkena mengalami pertukaran/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi yang lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit atau dekubitus.
3)      Mulailah melakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas. Anjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/glukal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari tangan dan kaki.
R/     :        Meningkatkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan membantu mencegah kontraktur
4)      Kolaborasi
·         Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistef dan ambulasi pasien.
R/        :     Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menigkatkan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.
·         Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi, seperti baklofen dan trolen.
R/        :     Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.
            Diagnosa III
      Goal                :     Anak akan menunjukkan keadaan aman dan terbebas dari injury
Objektif           :     Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan pergerakan anak terkontrol dan dalam keadaan aman, anak tidak kejang.
Intervensi
1)      Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain
R/       :       Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
2)      Berikan keamanan pada anak dengan memberikan bantalan pada penghalang tempat tidur, pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan hindari anak dari benda-benda yang membahayakan misalnya dapat terjatuh.
R/ : Melindungi anak jika terjadi kejang
3)      Bila anak kejang : pasang alat pengaman di mulut
R/ : Agar lidah tidak tergigit
Catatan : memasukan alat pengaman hanya jika rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak
4)      Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin (dilatin), diazepam (valium), fenobarbital (luminal)
R/ : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang

Diagnosa IV
Goal    : Anak akan menunjukkan peningkatan komunikasi
Objektif : Setelah dilakukan tindakan perawatan :
·         Anak mampu memberikan respon terhadap komunikasi
·         Anak mampu berkomunikasi
Intervensi
1)      Kaji respon anak terhadap komunikasi
R/ :    Membantu untuk menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan anak dalam beberapa atau seluruh tanpa proses komunikasi
2)      Mintalah anak untuk mengikuti perintah sederhana (seperti : “buka mata”, tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata atau kalimat yang sederhana
R/ :     Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik)
3)      Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visua; (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan).
       R/ :    Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/defisit yang mendasarinya.
4)      Latih anak dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah
R/ : Mencegah terjadinya kekakuan otot
5)      Anjurkan pengunjung atau orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan baik.
R/ :     Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan penciptaan komuniksi yang efektif
6)      Kolaborasi
Konsultasi dengan atau rujuk ahli terapi wicara
R/ :     Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan terapi.
Diagnosa V
Goal : Meningkatkan tumbuh kembang anak dalam tingkat yang optimal
Objektif : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan anak akan mengekspresikan cara belajar dan ikut berpartisipasi dengan anak lain dalam melakukan aktifitas.
Intervensi
1)      Kaji tingkat tumbuh kembang anak dalam tingkat yang optimal
R/ :       Membantu untuk menentukan daerah atau kerusakan serebral yang mempengaruhi seluruh proses tumbuh kembang anak.
2)      Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi reaksi dan aktivitas sekolah
R/ :       Mengurangi isolasi diri dan meningkatkan penciptaan tumbuh kembang anak yang efektif melalui proses bermain.
3)      Berikan aktifitas yang sesuai, manarik dan dapat  dilakukan oleh anak,
R/ :       Mengurangki altifitas yang berlebihan yang dapat menyebabkan perubahan tonus otot dan aktivitas yang dapat merangsang anak bermain
4)      Anjurkan orang tua untuk selalu mengantar anak ke rumah sakit untuk deteksi tumbuh kembang oleh spesialis
       R/ :      Deteksi dini tumbuh kembang anak dan untuk menentukan kerusakan daeah cerebral
5)      Rangsang anak agar dapat berkembang dan bermain sesuai usianya
R/ :     Penciptaan tumbuh kembang anak yang ektif melalui proses bermain.
IV.             Implementasi
Sesuai intervensi keperawatan
V.                Evaluasi
SOAP












Pendidikan Pasien/Orang Tua
  • Ajarkan bagaimana untuk mencegah kerusakan kulit bilamana ada pemasangan alat bantu atau penyokong.
  • Jelaskkan pentingnyaa menstimulasi anak dengan terapi barmain ynag sesuai indikasi dan sosialisasi dengan orang lain.
  • Berikan informasi pada orang tua/keluarga tentang perkembangan anak, prognosis, rencana keperawatan dan berikan jawaban yang jujur bila mereka menanyakan.
  • Pasien cerebral palcy dididik sesuai dengan tingkat intelektualnya di sekolah luar biasa.
  • Mereka sebaiknya diperlakukan sama seperti anak yang normal seperti pulang ke rumah dengan kendaraan bersama-bersama sehingmereka tidak merasa diasingkan dan hidup dalam suasana normal
  • Lakukan  tindakan proteksi pada anak sesuai dengan toleransi kemampuannya












BAB IV
PENUTUP
1.      KESIMPULAN
  1. Pada keadaan cerebral palcy kerja sama yang baik antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, perawatan, guru sekolah dan orang tua dalam pengobatan gejala.
  2. Peran Perawat
·         Meningkatkan kebutuhan keamanan dan mencegah injury
·         Meningkatkan kemampuan mobilitas fisik
·         Meningkatkan kebutuhan tumbuh kembang dalam tingkat yang optimum
·         Meningkatkan komunikasi
·         Meningkatkan kebutuhan status nutrisi
·         Mencegah terjadi aspirasi
·         Memenuhi kebutuhan sehari-hari
·         Meningkatkan pengetahuan dan peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak
·         Menganjurkan orang tua pasien jika hamil selalu dibawah pengawasan dokter ahli kandungan.
2.      KRITIK DAN SARAN
·         Kita sebagai warga negara Indonesia jika menemukan pasien cerebral palcy harus memperlakukan mereka seperti anak yang normal agar mereka tidak merasa tersisih dan tiap wanita yang hamil harus melakukan pemeriksaan ANC (Antenatal New Care) secara rutin untuk deteksi dini beresiko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar