Rabu, 19 Oktober 2016

Asuhan Keperawatan Dengan Thypus Abdominalis



BAB  I
KONSEP DASAR MEDIS
A.    PENGERTIAN
v  Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi pada saluran pencernaan tepatnya pada usus halus.(IPD edisi2,hal 32)
v  Typhoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feces dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner dan sudart,1994).
v  Typhoid adalah infeksi akut usus halus yang dsisebabkan oleh kuman Salmonella Thypi(Arief Maeyer, 1999).
v  Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Tyhpi dan Salmonella Para Typhi A, B, C. Sinonim dari adalah Typhioid dan ParaTyphoid Abdominalis(Syaifullah Noer, 1996).

B.     ETIOLOGI
Infeksi disebabkan oleh bakteri/ kuman salmonella, yang termasuk genusenterobactericeae. Buntuknya batang, gram negative, motil dan patogenik. Mempunyai 3 macam antigen:
v  Flagella ( H ).
v  Somatik ( O ) pada dinding sel yang menentukan virulensi.
v  Kapsula ( Vi ).

C.     MANIFESTASI
v  Nyeri kepala
v  Lemah dan lesu
v  Demam yang tidak terlalu tinggi 3minggu( naik turun pada malam hari dan pagi hari )
v  Gangguan saluran intestinal ( bibir kering, pecah-pecah, lidah kotor, mual, anoreksia, hepatomegali, nyeri ).
v  Gangguan kesadaran, bintik kemerahan pada kulit dan epistaksis.
Masa tunas Typhoid 10-14
·         Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut.
·         Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.


D.    PHATOFISIOLOGI
Kuman masuk kesaluran pencernaan melalui makanan atau air yang tercemar. Kuman kemudian melalui barier asam lambung dan akhirnya melekat diantara sel epitel usus sampai menembus mukosa usus. Sebagaian lagi memperbanyak diri di dalam lumen usus. Setelah menembus lamina propia dan submuskosa, sebagaian kuman di telan oleh fagosik mononuclear dan makrofag ikut aliran limfe dan sampai kelenjar limfe masentarial. Dari sistem limfatik kuman masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus dan menyebabkan bakterimia primer ( asimtomatik ), sedangkan kuman yang lain masuk ke hati.
Di dalam sel fagosit kuman masih dapat bertahan hidup dan mengalami multiplikasi interseluler. Kemudian masuk kealiran darah dan sampai ke sistem retikuloendotelial yaitu hati, limpa, dan sum-sum tulang. Disana kuman meneruskan multiplikasinya selama 7 sampai 21 hari. Setelah bermultiplikasi, kuman masuk lagi kealiran darah dengan jumlah yang lebih banyak dan menimbulkan bakteremia sekunder dan menimbulkan manifestasi klinis pada berbagai organ lain.





















E.     PHATOFISIOLOGI BERHUBUNGAN DENGAN PENYIMPANGAN KDM






































F.      KOMPLIKASI
a)      Komplikasi intestinal
Ø  Perdarahan usus
Ø  Perforasi usus
Ø  Ilius paralitik
b)      Komplikasi ektra intestinal
Ø  Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi, miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
Ø  Komplikasi darah :
Anemia hemolitik, trobositopenia, dan sindroma uremia hemolitik.
Ø  Komplikasi paru :
Pneumonia, empiema, dan pleuritis.
Ø  Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
Hapatitis, kolesistitis.
Ø  Komplikasi ginjal :
Glomerulus nefritis, pyelonepritis, dan pirenipritis.
Ø  Komplikasi pada tulang :
Osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis, dan arthritis.
Ø  Komplikasi neuropsikiatrik :
Delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia.

G.    PENATALAKSANAAN MEDIS
a.       Perawatan
v  Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
v  Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

b.      Diet
v  Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
v  Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
v  Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
v  Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

H.    TERAPI FARMAKOLOGI (INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI)
§      Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4x500 mg/ hari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
§      Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4x500 mg/ hari.
§      Kotrimoxasol. Dosisi 2x2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol & 80 mg trimetoprim).
§      Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/ kg BB, selama 2 minggu.
§      Sefalosporinikan generasi ketiga, dosis 3-4gr dalam dekstrosa 100cc diberikan selama ½ jam/infus sekali sehari selama 3-5 hari.

I.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a.       Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b.      Pemerikasaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c.       Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
v  Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
v   Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
v   Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
v  Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d.      Uji  widal
      Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1)  Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
    kuman).
2)  Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel         kuman).
3)  Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
    kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.





















BAB II
KONSEP DASAR ASKEP
A.    PENGKAJIAN
v  Identitas klien
v  Riwayat kesehatan
§  Kaji tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari
§  Nyeri kepala
§  Epistaksis
§  Penurunan kesadaran
§  Nafsu makan klien
v  Riwayat keluarga
-          Keluhan utama:demam lebih dari satu minggu,ganggua kesadaran sampe perut kembung, diare, anoreksia, dan muntah.
-    Riwayat penyakit skarang:makan makanan yang tidak dimasak
-   Riwayat penyakit dahulu:perna menderita penyakit infekai yang menyebabkan  sistim imun menurun.
-   Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan kepada keluarga apa ada yang menderita typhus
-   Riwayat kesehatan lingkungan dan kebersihan diri:typoid berkembang pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dengan hygiene lingkungan yang buruk
-  Cara pengolahan makanan:makanan yang tidak dimasak dan tidak bersih,makanan yang disimpan terlalu lama dan dipanaskan berulang-ulang
-    keadaan nutrisi/gizi buruk
v  Pemeriksaan fisik:
Keadaa umum:
-          GCS:   
       Eye :                        4
      Motorik :                  5
      Verbal :                    6
      Total :                       15
-    Kesadaran compos mentis
-    TTV: TD,N dan R/R
v  Pemeriksaan Head To Toe
  Kepala dan rambut
-          Bentuk
-          Ukuran
-          Keadaan
-          warna
  Kulit intergument
-          Warna
-          Akar
-          Turgor
  Mata /pengelihatan
-          kornea                                                                                            
-          pu[pil
-          scelera
-          konjungtiva
  Hidung
-          Bentuk
-          Polip
-          simetris
  Telinga
-          bentuk
  Mulut atau leher
-          Gigi
-          Lidah
-          selaput mukosa bibir
  Dada
-          Bentuk
v  Pemeriksaan diagnostik.



B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1)      Gangguan thermoregulasi b.d infeksi salmonella typhi.
2)      Gangguan nyaman nyeri b.d proses peradangan.
3)      Gangguan eliminasi BAB b.d malabsorsi usus.
4)      Deficit volume cairan b.d output yang berlebihan.
5)      Gangguan persepsi sensori b.d aktivitas endotoksin ke dalam jaringan otak.
6)      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d intake nutrisi kurang atau intake.
7)      Anisietas b.d koping individu inefektif.
8)      Defisit perawatan diri b.d kurangnya kelemahan.

C.     INTERVENSI
Dx 1: gangguan thermoregulasi infeksi salmonella typhi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh bisa mempertahankan dalam batas normal dengan critera hasil:
 -  Suhu tubuh normal
-  Badan tidak terasa panas
Intervensi  :
1.      Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga.
R/ : mengurangi ansietas dan dapat meningkatkan kerja sama.
2.      Pantau TTV terutama suhu tubuh.
R/sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3.      Monitor tanda-tanda terjadinya infeksi.
R./infeksi pada umunya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
4.      Berikan kompres hangat.
R/memfasilitas penurunan panas melalui konduksi dan konveksi.
5.      Berikan minum air hangat secukupnya.
R/meningkatatkan mekanisme sehingga terjadi peningkatan evaporsi.
6.      Berikan IV sesuai anjuran untuk cairan yang ade kuat.
R./merupakan kebutuhan cairan hilang dan intake yang kurang
7.      Batasi penggunaan selimut dan kenakan pakian yang tipis.
R/memudahkan proses  evaporasi.
8.      Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
 R/mengurangi atau menurunkan demam.
      Dx II. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan: Setlah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mekanisme koping klien terhadap nyeri meningkat dengan kriteria hasil:
§  Nyeri hilang atau berkurang
§  Skala nyeri 0-3
§  Ekspresi wajah tampak rileks
Intervensi:
1.      Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga klien
R/: Hubungan yang baik dapat meningkatkan kerja bsama dengan klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan
2.      Kaji adanya nyeri lokasi dan karakteristik nyeri
R/: Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
3.      Observasi TTV terutama tekanan darah dan nadi
R/ Peningakatan TTV sebagai tanda kompenisasi tubuh terhadap nyeri
4.      Anjurkan ibu klien untuk tetap mempertahankan tirah baring klien selama nyeri
R/: Tirah baring selama nyeri dapat menimbulakan stimulus dan meningkatkan relaksasi nyeri
5.      Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi
R/: Teknik relaksasi dapat merelaksasikan otot sehingga nyeri berkarang dan teknik distraksi dapat mengalihkan klien terhadap nyeri
6.      Ciptakan lingkungan yang tenang
R/: Lingkungan yang tenang dapat menurunkan stimulus simpatis dan meningkatkan relaksasi
7.      Jelas sebab dan akibat nyeri pada klien
R/: dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
8.      Bantu pasien dalam mengidentikasi faktor pencetus
R/: nyeri terbakar dan spasme otot dicetuskan
9.      Evaluasi peningkatan iritabilitas,tegangan otot,gelisah,perubahan tanda vital yang tak dapat dijelaskan
R/: petunjuk nonverbal dari nyeri atau ketidaknyamanan memerlukan intervensi
10.  Kolaborasi:
Pemberian obat analgesik
R/: Untuk mengurangi nyeri

Dx 3: Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan malabsorbsi usus
Tujuan: Menunjukan pola eliminasi dalam batas normal:
§  BAB 1-2 kali perhari konsisten lunak
§  Tidak ada lendir atau darah
Intervensi:
1.      Berikan perawat3an kulit sekitar anus
R/: hilangnya kontrol sfingter ani dan syaraf di daerah tertentu beresiko tinggi untuk                    iritasi atau kerusakan kulit
2.      Catat ferukuensi dan karakteristik BAB
R/: sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya
3.      Hindari makanan yang berserat
R/: makanan yang berserat dapat meningkatkan peristaltik usus sehingga terjadi diare yang berlebihan
4.      Hindari makanan berlemak atau berminyak
R/: makanan yang berlemak dapat meningkatkan peristaltik usus dan terjadi reaksi penolakan makanan sehingga terjadi diare
5.      Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang
R/: hilangnya peristaltik melumpuhkan usus,membuat distensi ileus dan usus
6.      Catat  frekuensi,karateristik dan jumlah feses
R/:mengidentifikasikan derajat gangguan / disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan
7.      Lakukan latihan defekasi secara teratur
R/:program untuk seumur hidup ini perlu untuk secara rutin mengeluarkan feses dan                 biasanya termasuk stimulus manual
8.      Anjurkan pasien untuk makan makanan yang sehat dan termasuk makanan berserat
R/:meningkatka kosistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.
9.      Kolaborasi:
Pemberian obat antibiotik(anti diare sesuai indikasi)
R/:mengurangi atau menurunkan proses inveksimsehingga mempercepat proses penyembuhan
10.  Kolaborasi:
Konsultasikan dengan ahli gizi/tim dari nutrisi
R/:membantu merancanakan makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan fungsi pencernaan .

Dx:4 : Defisit volume cairan b,d output yang berlebihan
    Tujuan : volume cairan tubuh klien meningkat secara adekuat yaitu : turgor kulit      elastis dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
1.      Observasi TTV , turgor kulit dan membrane mukosa
R / menunjukan kehilangan cairan yang berlebihan
2.      Catat konsistensi dan frekuensi diare
R / mengetahui tingkat dehidrasi akibat pengeluaran cairan                                                         
3.      Pertahankan intake inadekuat
R / mengimbangi cairan yang keluar melalui diare.               
4.      Rencana diet dengan pasien terdekat jika memungkinkan, sarankan makanan dari rumah. R /melibatkan pasien dalam rencana memberikan perasaan kontrol lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan .
5.      Jadwalkan obat-obatan di antara makan dan batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.
R/ lambung yang penuh akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan
6.      Berikan fase istirahat sebelum makan
R/ mengurangi rasa lelah, meningkatkan ketersediaan energi untuk aktifitas makan.
7.       Catat pemasukan kalori
R/ mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternatif metode pemberian makanan .
8.      Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.
R/ mempermudah proses menelan dan mengurangi  resiko aspirasi.
9.      Kolaborasi:
·         Berikan cairan IV sesuai indikasi.
·         Berikan obat oral sesuai indikasi.
R/ pemberian cairan IV dapat mengembalikan cairan yang hilang dan obat-obat yang diberikan dapat mempercepat proses penyembuhan.
10.  Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium .
R/ mengindikasi status nutrisi dan fungsi organ, mengidentifikasi kebutuhan pengganti.
Dx 5: Gangguan persepsi sensorik b,d aktifitas endoktosin ke dalam jaringan otak
Tujuan: Klien akan memepertahankan fungsi persepsi sensorik yang adekuat
·         TTV dalam batas normal
·         Klien kembali melakukan aktifitas
1.        Kaji struktur tingkat kesadaran klien
R/ menentukan tingkat kesadaran klien
2.      Kaji kesadaran sensori seperti sentuhan panas ,dingin,kesadaran  terhadap gerakan dan letak tubuh.
R/ semua sistem sensori dapat mempengaruhi terhadap adanya perubahan terhadap yang melibatkan peningkatan/penurunan sensitifikasi /kehilangan sensori /kemampuan untuk berespon yang sesuai pada suatu stimulus .
3.      Hilangkan suara bising /stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan.
R/Menurunkan ansietas, respon emosi yang berlebihan /bingung yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan.
4.      Buat jadwal isthirahat yang adekuat /periode tidur tanpa ada gangguan.
R/Mengurangi kelelahan ,mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM [ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensorik .
5.      Berikan  stimulasi yang bermanfaat
R/Pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi psien, dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya.
6.      Kolaborasi:
Menunjuk pada kelompok-kelompok penyokong seperti asosiasi cedera kepala.
R/ bantuan tambahan mungkin bermanfaat dalam menyokong upaya-upaya pemulihan .
7.      Kolaborasi:
Koordinasikan pada pelatihan kognitif atau program rehabilitas sesuai indikasi. R/membantu dengan metode pengajaran yang baik untuk konpenisasi gangguan pada        kemampuan berpikir dan mengatasi masalah konsentrasi.      
Dx 6: gangguan pemenuhan nutrisi b.d intake nutrisi kurang /intake inadekuat.
Tujuan :masalah pemenuhan nutrisi dapat diatasi yaitu:
-          BB normal
-          Klien bisa menghabiskan porsi makan
-          Klien bisa mengkonsumsi air yang cukup
INTERVENSI
1.      timbang BB klien
R/deteksi dini terjadi defisit nutrisi
2.      observasi dan cacat respon terhadap pemberian makanan
R/mengkaji toleransipemberian makanan
3.      lakukan pembersihan mulut setelah habis makan
          R/meningkatkan nafsu makan dan mencegah infeksi sekunder
4.      hindari makanan yang membentuk gas
 R/dapat mempengaruhi napsu makan dan membatasi masukan nutrisi
5.      anjurkan kepada klien untuk makan sering tetapi dengan posisi sedikit
R/meningkatkan napsu makan
6.      anjurkan kepada pasien untuk makan ,makanan yang lunak seperti bubur
R/mengurangi iritasi pada kulit
7.      anjurkan kepada klien untuk tidak makan makanan berminyak
R/mencegah klien agar tidak mual atau muntah
8.      anjurkan pasien untuk tidak makan makanan yang berserat tinggi
R/mengurangi aktivitas usus
9.      jadwalkan aktivitas dengan istirahat.
R/mengubah energi/turunkankebutuhan kalori.
10.  Kolaborasi
Berikan vitamin.
R/mencegah anemia karena meningkatan mortalitas.
Dx  7: Anisietas b.d koping indvidu inefektif
Tujuan:
Intervensi :
1.      berikan pasien terdekat salinan “hak-hak pasien”dan tinjau bersama mereka.
R/memberikan informasiyang dapat membantu perkembangan kerahasiaan pasien dimana hak-hak pasien akan terus di jaga selama masa perawatan.
2.      tentukan sikap pasien terdekat kearah penerimaan pada fasilitas dan harapan masa depan
R/jika hal ini diharapkan sebagai penempatan sementara,perhatian pasien terdekat akan berbeda dengan jika penempatan bersifat permanen.
3.      kaji tingkat ansietas dan diskusi penyebabnya bila mungkin
R/identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk menghadapinya dengan lebih realitis.
4.      akui realita situasi dan perasaan pasien
R/kemungkinan ekspresi perasaan membantu dimulainya revolusi
5.      kembangkan hubungan pasien atau perawat
R/hubungan yang saling mempercayai  diantara pasien atau orang terdekat akan meningkatkan perawatan dan dukungan yang optimal
6.      kaji status emosional
R/ansietas dan depresi merupakan reaksi yang umum terhadap perubahan yang diasosiasikan dangan penyakit jangka panjang atau kondisi yang melemahkan
7.      sediakan waktu untuk mendengarka pasien
R/akan lebih  membantu jika mengikuti perasaan ini untuk diekspresikan dan kemudian diterima daripada penyangkalnya.
8.      berikan senyuhan bebas sesuai penerimaan individu
R/menyampaikan perasaan parhatian untuk mengurangi perasaan terisolasi dan meningkatkan perasaan garga diri
9.      evaluasi tingkat stres individu dan hadapi dengan tepat
R/tingkat stres mungkin dapat meningkat dengan pesat karena kehilangan yang baru terjadi.
10.   Kolaborasi
Rujuk pada sumber-sumber lain sesuai indikasi.
R/mungkin membutuhkan bantuan yang lebih lanjut untuk memecahkan beberapa masalah.
Dx  8: defisit perwatan diri b.d kurangnya kelemahan
Tujuan:
Intervensi :
1.      berikan dan tingkatkan keluasan pribadi termasuk selama mandi.
R/kesederhanaan dapat mengarah pada kengganan ikut serta dalam perawatan
2.      berikan keramas rambut sesuai kebutuhan.
R/membantu mempertahankan penampilan
3.      bantu dengan perawatan mulut/gigi setiap hari.
R/mengurangi resiko penyakit gusi
4.      berikan perwatan sesuai kebutuhan/yang diperbolehkan.
R/pasien mungkin mengalami agitasi
5.      libatkan pasien dalam pembuatan rencana perawatanbila kemungkinan.
R/meningkatkan partisipasi pasien dalam tingkat kemampuan yang dimiliki dan meningkatkan kemampuanmengontrol diri
6.      bekerja dengan kemampuan yang dimiliki pasien sekarang.
R/kegagalan dalam melakukan suatu tindakan tertentuakan manimbulkan perasaan kecewa.
7.      berikan dan tingkatkan privasi dalm kebutuhan keamanan yang terbatas.
R/penting untuk meningkatkan harga diri.
8.      Kolaborsi
Lakukan pemecahan masalah bersama-sama dengan pasien,gunakan masuka anggota tim yang lain sesuai indikasi.
R/pendekatan multidisiplin dengan keikutsertaan orang lain yang melakukan perawatan pada pasien, bersama dengan pasien .

D.    IMPLEMENTASI
     
E.     EVALUASI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar