Minggu, 16 Oktober 2016

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SISTEM NEUROLOGI CEDERA KEPALA”.
Penulis berusaha sebaik mungkin untuk dapat menyelesaikan makalah ini secara sistematis dan mengacu pada sumber yang ada, dengan tujuan memudahkan mahasiswa mengadakan praktikum.
Penulisan makalah ini tidak dapat terlaksana dengan baik, tana bantuan dari sebagian pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimah kasih kepada dosen mata kuliah yang telah meluangkan waktu untuk menyempurnakan makalah ini. Penulis sadar bahwa segalah bantuan yang diterima, tidak dapat kami balas. Oleh karena itu dengan rendah hati penulis serahkan kepada yang Maha Kuasa, semoga budi baik mereka mendapat rahmat yang berlimpah.

                                                                                                       Maumere, Desember 2014


                                                                                                                          Penulis  

























DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I: PENDAHULUAN
 I.1.            Latar Belakang
 I.2.            Perumusan Masalah
 I.3.            Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
 I.4.            Metode Penulisan
 I.5.            Sistematika Penulisan
BAB II: TUNJAUAN PUSTAKA
2.1.      KONSEP DASAR MEDIK
2.1.1.        Pengertian
2.1.2.        Etiologi
2.1.3.        Klasifikasi
2.1.4.        Patofisiologi
2.1.5.        Manifestasi Klinis
2.1.6.        Komplikasi
2.1.7.        Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.        Penatalaksanaan
2.2.      KONSEP DASAR ASKEP
2.2.1.   Pengkajian
2.2.2.   Diagnosa Keperawatan
2.2.3.   Intervensi
2.2.4.   Implementasi
2.2.5.   Evaluasi
BAB III: PENUTUP
3.1.            Kesimpulan
3.2.            Saran
Daftar Pustaka


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisologik yang terjadi setelah trauma kepala yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau kombinasinya.
Cedera kepala meliputi kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik lainnya. Di Indonesia diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.00 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di RS. Pada kelompok ini, antara 50.000 dan 90.000 orang setiap tahunnya mengalami penuruanan intelektual atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus ini berusaha dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Adanya kadar alkohol dalam darah terdeteksi lebih dari 50% pasien cedera kepala yang terapi di raung darurat.
Di negara Amerika Serikat kurang lebih 500.000 kasus cedera kepala terjadi setiap tahunya. Kira-kira 10% diantaranya meninggal dunia sebelum tiba di rumah sakit. Dari seluruh pasien cedera kepala yang mendapat perawatan di rumah sakit dapat dikategorikan sebagai cedera kepalah ringan sebanyak 80%, cedera kepala sedang 10%, dan cedera kepala berat 10%. Setiap tahun lebih dari 100.000 pasien ini mengalami berbagai tingkat kecacatan akibat cedera otak. Cedera susunan saraf pusat meruapakan penyebab lebih dari 40% kematian personil militer. Oleh karena itu dengan pengurangan sedikit saja angka mobilitas (kesakitan) dan angka mortalitas (kematian) pada kasus-kasus cedera kepala telah dapat memberikan dampak yang sangat besar dan berarti dalam kesehatan masyarakat.
Fokus utama penatalaksanaan pasien-pasien yang mengalami cedera kepala adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Pemberian oksogenasi dan memelihara tekanan darah yang baik dan adekuak untuk mencukupi perfusi otak adalah hal yang paling utama dan terutama untuk mencegah dan membatasi terjadinya cedera otak sekunder yang akhirnya memperbaiki hasil akhir/autkam penderita.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Askep Pada Pasien dengan Cedera Kepala”.
1.2  PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep dasar medis cedera kepala?
2.      Bagaimana konsep dasar askep cedera kepala?
1.3  TUJUAN
1.3.1        Tujuan Umum
Agar mahasiswa/mahasiswi mampu mengindentifikasi dan memahami usuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem neurologi “cedera kepala” secara bio, psiko, sosio, dan spiritual.
1.3.2        Tujuan Khusus
a.       Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan konsep dasar  medis seperti pengertian, etiologi, patofosiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan.
b.      Agar mahasiswa/mahasiswi mampu mengidentifikasi dan menjelaskan konsep dasar askep meliputi pengkajian, diagnosa, intervasi, implementasi dan evaluasi.
1.4  METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah metode tinjauan pustaka.
1.5  SISTEMATIKA PENULISAN
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I: Pendahuluan
A.    Latar Belakang
B.    Perumusan Masalah
C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
2.      Tujuan Khusus
D.    Metode Penelitian
E.     Sistematika Penulisan
BAB II: Tinjauan Pustaka
A.    Konsep Dasar Medis
1.      Pengertian
2.      Etiologi
3.      Klasifikasi
4.      Patofisiologi
5.      Manifestasi klinis
6.      Komplikasi
7.      Pemeriksaan Penunjang
8.      Penatalaksanaan
B.    Konsep Dasar Askep
1.      Pengkajian
2.      Diagnosa
3.      Intervensi
4.      Implementasi
5.      Evaluasi
BAB III: Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Saran
Daftar Pustaka

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  KONSEP DASAR MEDIS
2.1.1        PENGERTIAN
a.       Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
b.      Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau kombinasinya (Dari. Sadjito)
c.       Cedera kepala adala suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang, tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuty baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (sariadi dan Rika Yuliani, 2001)
2.1.2        ETIOLOGI
a.       Kecelakaan lalu lintas
b.      Jatuh
c.       Cedera akibat kekerasan
d.      Kecelakaan saat olahraga
2.1.3        KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
a.       Klasifikasi menurut patofisiologinya dibagi menjadi dau (2):
1.      Cedera kepala Primer
Adalah kelainan patologi tak yang timbul akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang menyeybabkan gangguan pada jaringan pada cedera kepala primer dapat terjadi
a.       Komosio Serebri/gegar otak
Berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran keras dan menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi otak termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera kepala.
Tanda-tanda gegar otak; hilangnya kesadaran, sakit kepala berat, hilangnya ingatan (amnesia) pening, lemah, pandangan ganda.
b.      Kontusio serebri/memar otak
Memar otak lebih serius, diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak pecah dan pendarahan. Pasien pingsan pada keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
2.      Cedera Kepala Sekunder
Adalah kelainan patologik otak disebabkan kelaianan brokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala seperti:
a.       Hipoksia
Hipoksia terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran napas, atelektasis, aspirasi, pneumonia, gangguan pernapasan sehingga pasien mengalami kesulitan bernapas, pada akhirnya mengalami hipoksia.
b.      Hipotensi sistemik
Biasanya hipotensi bukanlah disebabkan oleh cedera otak itu sendiri kecuali pada stadium termnal di mana kelak terjadi kerusakan dan kegagalan medula ablogata. Hipotensi sering merupakan suatu tanda adanya pendarahan hebat, di mana pendarahannya kadang-kadang tidak tampak jelas. Hipotensi juga direncanakan oleh adanya cedera medula spinalis, kontusio jantung ataupun tension  pneumototaks.
c.       Edema Serebral
Tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan odema serebral akan mengakibatkan bertambahnya massa jaringan otak di dalam rongga tulang tengkorak sehingga terjadi peningkatan TIK, dan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan otak.
d.      Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko terjadinya infeksi sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya.
e.       Hiperkapnea
f.       Komplikasi pernapasan

b.      Klasifikasi berdasarkan mekanismenya
·         Trauma kepala tertutup: gegar otak, memar otak
·         Trauma kepala trbuka: faktur tulang tengkorak
c.       Klasifikasi berdasarkan morfologinya
·         Faktur tengkorak
·         Lesi intrakranial, perdarahan meningeal, sub arachnoid
d.      Klasifikasi perdarahan intrakranial
·         Intrasubdural hematoma (ICH)
·         Subdural hematoma (SDH)
·         Epidural hematoma (EDH)
e.       Klasifikasi cedera kepala berdasarkan nilai skala Glasgow (GCS)
1.      Cedera kepala ringan/minor brain injury
Ø  GCS 13-15
Ø  Dapat terjadi kehilgnan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
Ø  Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada faktur cerebral dan hematoma
Ø  Tidak ada muntah, tidak ada disorentasi (waktu, tempat, dan orang)
2.      Cedera kepala sedang/Modoret Brain Injury
Ø  GCS 9-12
Ø  Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, apatis, kerusakan jaringan otak, tanpa kerusakan TIK
Ø  Dapat mengalami faktur tengkorak, sudah ada muntah
Ø  Disorentasi ringan terhadap orang, waktu dan tempat
3.      Cedera kepala Berat/Several Brain Injury
Ø  GCS 3-8
Ø  Kehilangan kesadaran amnesia lebih dari 24 jam

2.1.4        PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik, bila kebutuhan 02 dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yangdihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak boleh kurang dari 20mg%, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sebanyak 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob berat hipoksia akan kerusakan otak dapat terjadi.
Penimbunan adam laktat, akibat metabolisme anarob. Hal ini menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral bload flow (CBF) adalah 50-60ml/menit/100gr. Jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vasculer dan udema paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P, dan disritmia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vasculer, di mana penurunan tekanan casculer menyebabkan pembuluh darah arteriot dan berkontraksi. Pengaruh penyerapan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
2.1.5        MANIFESTASI KLINIS
a.       Perubahan kesadaran, iratabel, disorentasi
b.      Peningkatan TIK (nyeri kepala, papil edema, muntah proyektif)
c.       G3 pendengaran dan penglihatan
d.      Hemiparesis
e.       Kaku kuduk
f.       TD me↓ , dan bradikardi
g.      Pupil anisokor
2.1.6        KOMPLIKASI
a.       Edema cerebral, edema pulmonal, hipertensi, kejang
b.      Herniasi otak
c.       Infeksi sistemik (pncumonia, septikemia)
d.      Infeksi bedah neuro (infeksi luka, meningitis, abses otak)
2.1.7        PEMERIKASAAN PENUNJANG
a.       CT-scan
Mengidentifikasi adanya hemoragic, menentukan ukuran pergeseran jaringan otak.
b.      Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral akibat deman, perdarahan dan trauma.
c.       X-Ray
Mengidentifikasi perubahan struktural tulang (faktur) adanya perdarahan, edema.
d.      Analisa Gas Darah
Mengidentifikasi ventilasi/masalah pernapasan jika terjadi PTIK.
e.       Elektrolit
Mengetahui ketidakseimbangan elektrolit yang berperan dalam me↑ perubahan mental.
f.       Fungsi lumbal
Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub arachnoid.

2.1.8        PENATALAKSANAAN
a.       Pertolongan Pertama (ABCD)
Airway: saluran pernapasan
Ø  Bebaskan posisi (buka mulut, bersihkan muntahan, lendir, benda asing)
Ø  Perhatikan tulang leher, imobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi
Ø  Semua pasien cedera kepala yang tidak cedera dicurigai adanya cedera tulang leher.
Breathing: Pernapasan
Ø  Suara napas, gerakan dada pada saat bernapas, bila tidak lakukan napas buatan.
Ø  Beri masker O2.
Arculation: Peredaran darah
Ø  Denyut nadi
Ø  Hentikan perdarahan bila ada luka terbuka
Disability: kelainan Neurologis
Ø  Periksa kesadaran dengan GCS
Ø  Periksa pupil dan reaksinya terhadap cahaya
Ø  Periksa adanya nyeri pada dada, perut, tungkai dan leher.
b.      Menajemen cedera kepala
1.      Memberi posisi semofowter (30)
2.      Memberi O2
3.      Manajemen cairan hiperosmolar: manitol
4.      Pemberian obat-obatan: piracetam, analgetik
5.      Pemberian obat-obatan anti kejang: diazepam, phenition
6.      Monitor TVV: TD,N,S,RR
7.      Observasi GCS
8.      Observasi pupil
9.      Tindakan pembedahan dekompensasi: tripenorin
-          Pemberian obat-obatan
a.       Dexametashon/kolmetason: pengobatan anti edema serebral (sesuai dengan berat ringannya trauma)
b.      Pengobatan anti edena serebral dengan larutan hipertonis atau heperosmolar: monitol
c.       Antibiotik: penicillin
d.      Analgetik: antrain
e.       Anti kejang: diazepam, phenition.

2.2  KONSEP PERINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
               1          Pengertian
Tekanan intrakranial adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intrakranial, dan cairan serebrospinal (CSS) di dalam tengkorak.  Pada satu-satuan waktu keadaan normal dari tekanan intrakranial bergantung pada posisi pasien dan berkisar kurang atau sama dengan 15 mmHg.
               2          Etiologi
a.       Aliran darah serebral
Peningkatan TIK secara signifikan menurunkan aliran darah dan menyebabkan istemia. Bila terjadi iskemia komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Pada keadaan iskemia serebral, pusat vasom ator terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk mempertahankan aliran darah. Keadaan ini selalu disertai dengan lambatnya denyutan pembuluh darah pernapasan yang tidak teratur.
b.      Edema serebral
Edema atau pembengkakan serbral terjadi bila air yang ada peningkatan di dalam sistem saraf pusat. Adanya tumor otak dihubungkan dengan produksi yang berlebihan dari hormon anti diuretik, yang hasilnya terjadi retensi urin. Bahkan adanya tumor kecil dapat menimbulkan PTIK yang besar.
               3          Manifestasi Klinis
·         Tanda paling dini dari peningkatan TIK adalah letargi.
Lambatnya bicara dan lambatnya respons verbal bahkann hal ini menjadi indikator awal.
·         Adanya perubahan tiba-tiba pada kondisi pasien seperti gelisah (tanpa penyebab yang nyata), terlihat konfusio, atau menunjukkan peningkatan mengantuk.
Tanda-tanda ini dapat diakibatkan diri kompresi otak, karena pemngkakan akibat hemoragi atau edema atau meluasnya lesi intrakranial (hematoma atau tumor) atau kombinasi keduanya.




2.2.  KONSEP DASAR ASKEP
2.2.1.      Pengkajian
a.       Identitas klien : nama, umur (lebih banyak pada usia muda), jenis kelamin (> laki-laki karena ngebutan dengan motor tanpa helm) pendidikan, alamat, dll.
b.      Keluhan utama : yang menjadi alasan klien meminta pertolongan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
c.       Riwayat kesehatan
1.      Riwayat kesehatan sekarang
-          Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan trauma langsung ke kepala.
Pengkajian yang didapatkan meliputi penurunan tingkat kesadaran, konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, akumulasi sekret dapat terjadi koma.
-          Perlu ditanyakan pada klien dan keluarga yang mengantar klien (bila klien sadar) yang sering terjadi pada beberapa klien yang ngebut-ngebutan.
2.      Riwayat kesehatan dahulu
-          Pengkajian yang perlu ditanyakan adanya riwayat hiperkapnea, riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, anemia, konsumsi alkohol yang berlebihan.
3.      Riwayat kesehatan keluarga
-          mengkaji adanya anggota keluarga yang menderita hipertensi dan DM.

d.      Pemerikasaan Fisik
1.      Keadaan umum: umumnya klien tampak lemah dan mengalami penurunan kesadaran.
2.      TTU: adanya perubahan TTU
3.      Pemeriksaan fisik (ROS)
a.       B1 (Breakhing): perubahan bergantung pada perusahaan jaringan serebral akibat trauma kepala.
-          Inspeksi: didapatkan klien batuk, Pe↑ produksi spuntum sesak napas, pengunaan otot bantu pernapasan, peningkatan paru simetris.
-          Palpasi: penurunan taktil fremitus
-          Perkusi: adanya suara redup, pada keadaannya melibatkan trauma pada thoraks/hematoraks.
-          Auskultasi: terdapat bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan penurunan ketidakmampuan batuk efektif.
b.      B2 (Blood)
-          Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok), hipovolemik yang sering terdapat pada klien COS+COB.
-          Tekanan darah dapat normal atau berubah-ubah, bradikardia, takikardia, aritmia.
-          Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan hemeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen.
-          Nadi bradikardi, perubahan pertusi otak, kulit kelihatan pucat, adanya penurunan kadar HB dalam darah.
-          Hipotensi, perubahan pertusi jaringan, dan tanda awal syok.
c.       B3 (Brain)
-          Tingkat kesadaran: pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien biasanya berkisar pada tingkat latergi-koma.
-          Pemeriksaan fungsi serebral
a.       Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah.
b.      Intelektual: pada beberapa keadaan cedera kepala didapatkan penurunan ingatan dan memori baik jangka pendek maupun panjang.
c.       Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologi, didapatkan bila trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal sebagai memori dan fungsi intelektual kortikal lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini ditunjukan dalam lapang. Perhatikan terbatas kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi. Masalah psikologis lain adalah labilitas, emosional dan kurang kerjasama.
d.      Hemisfer: cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparesis kiri begitu juga sebaliknya.
-          Pemeriksaan saraf kranial
a.       Nervus I: pada beberapa keadaan cedera kepala di daerah yang merusak unatomi dan fisiologi saraf ini, klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman.
b.      Nervus II: hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan lapang peringatan dan mengganggu fungsi dari nervus optilus. Pendarahan di raung intrakarnial terutama hemoragic sub arachnoid dapat disertai dengan perdarahan diretina.
c.       Nervus III, IV, dan VI: gangguan mengangkat kelopak mata, terutama pada klien yang trauma denan merusak gangguan rongga orbital, pada kasus-kasus trauma kepala dapat dijumapai anisokor.
d.      Nervus V: pada beberapa kasus cedera kepala menyebabkan peruabahan nervus  trigeminus terdapat penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
e.       Nervus VII: presepsi pengecapan mengalami perubahan
f.       Nervus VIII: perubahan fungsi pengdengaran pada klien biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan nervus vestibula koklearis.
g.       Nervus IX dan X: kemampuan menelan kurang baik, kerusakan membuka mulut.
h.      Nervus XI: tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik, tidak ada atrofi otot.
i.        Nervus XII: indera pengecapan mengalami perubahan.
-          Sistem motorik
a.       Inspeksi umum: didapatkan hemiplegi dan hemiparesis
b.      Tonus otot: menurun sampai tulang
c.       Kekuatan otot: pada penilaiannya didapatkan nilai 0
d.      Keseimbangan dan koordinasi: didapatkan mengalami gangguan karena hemiplegi dan hemiparesis
e.       Sistem sensorik: kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat beruapa kerusakan sentuhan ringan/mingkin berat dengan kehilangan propiolepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gesekan bagian tubuh) serta kesulitan dalam mengiterprestasikan stimulasi visual, taksil dan audiovisual

d.      B4 (Bladder): kaji urin meliputi warna, jumlah, karakteristik, termasuk berat jenis, penurunan jumlah urine, penurunan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya pertusi ginjal kadang-kadang kontrol sfingter urinerius hilang atau berkurang.
e.       B5 (Bowel): mual muntah kadang muntah proyektif akibat peningkatan TIK, kadang kontipasi karena penurunan peristaltik usus.
f.       B6 (Bone) adanya kelemahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar