Selasa, 18 Oktober 2016

Asuhan Keperawatan Emboli Paru



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Selain untuk pernafasan, paru juga berperan sebagai saringan atau filter bagi gumpalan darah ( embolus ). Gumpalan darah yang berukuran kecil jika tersangkut pada pembuluh di paru dapat diatasi oleh mekanisme fibrinolitik. Akan tetapi, jika gumpalan darah nya cukup besar, mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan baik. Jika mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan baik ketika terdapat gumpalan darah yang besar akan timbul emboli paru yang menyebabkan aliran darah terhambat. Embolus biasanya dari vena dalam (deepvein) pada kaki dan pelvis, yaitu vena femoris, vena poplitea atau vena iliaka. Pada penderita penyakit tromboflebitis yang melakukan perjalanan jarak jauh dengan menggunakan kendaraan sehingga kaki dalam keadan posisi menekuk untuk waktu yang lama, thrombus akan mudah terlepas dan terjadi penggumpalan darah. Polissitemia vera dan penyakit penggumpalan darah merupakan predisposisi untuk terjadinya emboli paru. Obat kontrasepsi oral menyebabkan emboli paru mudah terjadi. Sebenarnya, banyak kejadian emboli paru yang tidak memberikan gejala dan dapat diatasi sendiri oleh paru melalui mekanisme fibrinolitik. (brunner & suddarth,1996).
Embolisme pulmonal mengacu pada obstruksi salah satu arteri pulmonal atau lebih oleh thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam system venosa atau jantung sebelah kiri, yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini merupakan kelainan umum yang berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedik, pelvis, ginekologik), kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), dan imobilitasyang berkepanjangan. Sebagian besar trombusberasal dari vena tungkai. (A, Price, Silvia, dan M, Wilson, Clorraine,2006)



B.     TUJUAN
1.      Tujuan umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu menyusun dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien emboli paru dengan baik.
2.      Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah agar :
1.      Mahasiswa/i dapat mengetahui pengertian emboli paru.
2.      Mahasisiwa/i dapat mengetahui etiologi emboli paru.
3.      Mahasiswa/i dapat mengetahui klasifikasi emboli paru.
4.      Mahasisiwa/i dapat mengetahui patofisiologi emboli paru.
5.      Mahasiswa/i dapat mengetahui manifestasi klinis emboli paru.
6.      Mahasiswa/i dapat mengetahui pemeriksaan penunjang emboli paru.
7.      Mahasiswa/i dapat mengetahui penatalaksanaan pada pasien emboli paru.
8.      Mahasiswa/i dapat mengetahui komplikasi dari emboli paru.
9.      Mahasiswa/i mampu membuat diagnosa tentang emboli paru.
10.  Mahasiswa/i mampu menyusun intervensi tentang emboli paru.
11.  Mahasiswa/i mampu mengevaluasi pasien emboli paru.

C.     MANFAAT
Mepelajari tentang Penyakit Emboli paru memberi kita manfaat yang besar terutama kita sebagai calon perawat professional, karena penyakit ini terkadang sangat sulit untuk di diagnosa. Untuk itu perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita, untuk mempelajari materi ini.






BAB I
TINJAUAN TEORITIS

A.      Anatomi dan Fisiologi Paru
1.        Anatomi Paru
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebalah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks atau puncak di atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru terletak di atas landai rongga toraks, di atas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung. Paru-paru terdiri dari :
a.    Lobus paru
Paru-paru di bagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkial kecil masuk ke dalam setiap lobula dan semakin bercabang, semakin menjadi tipis dan akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil yang merupakan kantong-kantong udara paru. Lobus paru kiri terdiri dari lobus bawah dan atas, sementara lobus paru kanan terdiri dari lobus atas, tengah dan bawah.
b.      Pleura
Bagian terluar dari paru-paru di kelilingi oleh membran halus, licin yaitu pleura. Pleura parietalis melapisi toraks  dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura terdapat ruang yang disebut spasium pleura, yang mengandung cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas selama ventilasi.


c.       Bronkus dan Bronkiolus
Terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dam dua pada paru kiri). Bronkus lobaris di bagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari  ketika memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian di bagi lagi menjadi bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi  bonkiolus yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Potensi bronkiolus seluruhnya tergantung pada rekal elastik otot polos sekelilingnya dan pada tekanan alveolar. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi  lendir yang membentuk selimut tidak terputus  untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisan oleh sel-sel yang permukaan dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan  gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi  mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeabronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas, yang di kenal dengan ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah kedalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi dalam alveoli.
d.      Alveoli
Paru terbentuk dari sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15-20 alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar yaitu tipa I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar, sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps dan tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing (lendir dan bakteri) sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
e.       Pembuluh darah dalam paru
Arteri pulmonal membawah darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru, cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang dan bercabang lagi sampai menjadi  arteriol halus (arteriol ini membelah-belah dan membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli).
Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah yang lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonalis meninggalkan setiap paru-paru membawah darah bersih oksigen ke atrium kiri jantung untuk diedarkan keseluruh tubuh melalui aorta. Pembuluh darah arteri bronkialis membawah darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantar oksigen ke dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabag akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonalis, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu ke dalam vena pulmonalis dan darah kemudian di bawah masuk ke dalam vena pulmonalis. Sisa darh itu di antarkan dari setiap paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.

2.        Fisiologi Pernapasan
Fungsi paru-paru adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dihirup melalui hidung dan mulut saat bernapas (oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli) dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Hanya satu lapisan membran yaitu membran alveoli kapiler yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel-sel darah merah dan di bawah ke jantung. Disini darah dipompa dalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmonal atau pernapasan eksterna yaitu :
a.         Ventilasi pulmoner atau gerakan pernapasan yang menukar darah dalam alveoli dengan udara luar.
b.         Arus darah melalui paru-paru.
c.         Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
d.        Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli  dan kapiler karbon dioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah karbon dioksida dan oksigen secara tepat. Pada waktu badan bergerak, lebih banyak darah ke paru-paru membawa terlalu banyak karbon dioksida dan terlalu sedikit oksigen (jumlah karbon dioksida ini tidak dapat dikeluarkan, maka kosentrasinya dalam darah arteri bertambah). Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan karbon dioksida dan menghirip lebih banyak oksigen).

B.       Pengertian
1.        Embolisme pulmonal merupakan obstruksi pada salah satu atau lebih arteri pulmonal oleh trombus (atau trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam sistem vena atau pada jantung sebelah kanan yang terlepas dan terbawah ke paru. (Smeltzer, Suzane C. 2001 : 621)
2.        Embolisme pulmonal merupakan keadaan obstruksi sebagian atau total arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya akibat tersangkutnya tromboemboli atau material emboli yang lain pada cabang-cabang pembuluh darah pulmonal. (Ilmu Penyakit Dalam. 2001 : 894)
3.        Emboli pulmonal terjaddi apabila suatu embolus, biasanya merupakan suatu bekuan darah yang terlepas dari perekatannya pada vena ekstermitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut  pada arteri pulmonalis utama atau pada salah satu percabangannya. (Price, Sylvia Anderson. 2005 : 816)

Dari beberap pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian emboli pulmonalis merupakan suatu keadaan dimana teerjaddi obstruksi pada salah satu atau lebih arteri pulmonal akibat tersangkutnya tromboemboli atau bekuan darah pada arteri pulmonalis utama atau pada cabang-cabang pembuluh darah  pulmonal.

C.       Etiologi
Berdasakan hasil – hasil penelitian dari autopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukan dengan jelas disebabkan oleh trombos pada pembuluh darah, terutama vena ditungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber Emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena (Emboli tumor), udara, lemak, sumsum tulang dan lain – lain. Kemudian material Emboli beredar dalam peredaran darah sampai disirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabang – cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala klinis.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut virchow 1856 atau sering disebut sebagai physiological risk factors meliputi :
1.         Adanya aliran darah lambat (statis).
Aliran darah lambat dapat ditemukan pada beberapa keadaan, misalnya pasien yang mengalami tirah baring yang cukup lama, kegemukan, varises, gagal jantung kongestif. Darah yang mengalir lambat memberikan kesempatan lebih banyak untuk membeku (trombus).
2.         Kerusakan dinding pembuluh darah vena.
Kerusakan dinding pembuluh darah vena terjadi, misalnya akibat operasi, trauma pembuluh darah (suntikan dan katerisasi jantung) dan luka bakar. Adanya kerusakan endotel pembuluh vena menyebabkan dikeluarkannya bahan yang dapat mengaktifkan faktor pembekuan darah (faktor hagamen) dan kemudian dimulailah proses pembekuan darah.
3.         Keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulasi).
Kondisi yang mempermudah terjadinya proses pembekuan darah juga merupakan faktor predisposisi terjadinya trombus, misalnya keganasan dan polisitemia vera. Selain itu trombus vena juga lebih muda terjaddi pada keadaan dengan peningkatan faktor pembekuan darah, fibrinogen abnormal, difesiensi antitrombin, menurunnya kadar aktivator plasminogen akibat berbagai rangsangan.
Kebanyakan kasus emboli paru menurut brunner & suddarth (1996) disebabkan oleh :
1.      Bekuan darah.
2.      Gelembung udara.
3.      Lemak.
4.      Gumpalan parasit.
5.      Sel tumor.

D.      Klasifikasi Emboli Pulmonal
1.        Embolus Besar atau emboli paru masif
a.    Tersangkut di arteri pulmonalis besar atau dari percabangan arteri pulmonalis.
b.    Dapat menyebabkan kematian seketika.
c.    Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguan hemodinamik.


2.        Emboli sedang
a.    Biasanya emboli paru akan menyumbat cabang arteri pulmonalis segmental dan subsegmental.
b.    Dapat menyebbakan nyeri pleura dan kadang-kadang demam.
3.        Embolus Kecil
a.    Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa kelemahan kardiovaskuler.
b.    Dapat menyebabkan nyeri dada sepintas dan kadang-kadang hemoptisi karena pendarahan paru.
c.    Pada penderita dengan kelemahan sirkulasi pulmoner (payah jantung) dapat menyebabkan infark.

E.       Patofisiologi
Trombus dapat berasal dari pembuluh darah arteri dan pembuluh darah vena. Trombus arteri terjadi karena rusaknya dinding pembuluh darah arteri. Trombus vena terjadi terutama karena aliran darah vena yang lambat selain karena pembekuan darah dalam vena bila ada kerusakan endotel vena.
Trombus vena dapat berasal dari pecahan trombus besar yang kemudian terbawah aliran vena. Biasanya trombus vena berisi partikel-partikel fibrin, eritrosit dan trombosit. Ukurannya bervariasi biasanya trombus makin bertambah besar oleh tumpukan trombus lain yang kecil-kecil. Adanya perlambatan aliran darah vena akan makin mempercepat terbentuknya trombus yang lebih besar. Adanya kerusakan dinding pembuluh vena (misalnya operasi rekontruksi vena femoralis) jarang menimbulkan trombus vena.
Kondisi darah yang mudah membeku juga amat berpengaruh pada pembentukan trombus. Faktor-faktor penting yang berperan adalah diaktifkannya faktor-faktor pembekuan darah oleh kolagen, endotoksin dan prokoagulan daari jaringan maligna, selanjutnya tromboplastin dilepaskan ke dalam peredaran darah dan pembekuan darh intravaskuler (trombus) mudah terjadi. Keadaan seperti ini sering ditemukan pada persalinan, operasi dan trauma pada organ-organ tubuh.
Secara umum dapat dikatakan bahwa tromboemboli paru merupakan komplikasi dari trombosis vena daalam pada tungkai bawah atau di tempat lain (jantung kanan atau vena besar di pelvis). Trombus yang lepas ikut aliran darah vena ke jantung kanan dan sesudah mencapai sirkulasi pulmonal tersangkut pada beberapa cabang arteri pulmonalis, dapat menimbulkan obstruksi total atau sebagian. Trombus pada vena dalam tidak seluruhnya akan lepas dan menjadi tromboemboli, tetapi kira-kira 80 % akan mengalami pencairan spontan. Trombus primer pada aliran arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya sangat jarang terjadi.
Embolus berjalan keparu – paru dan diam di pembuluh darah paru – paru. Ukuran dan jumlah emboli ditentukan oleh lokasi. Aliran darah terobstruksi sehingga menyebabkan penurunan perfusi dari bagian paru – paru yang disuplai oleh pembuluh darah.
Akibat buruk yang paling awal terjadi tromboemboli adalah obstruksi komplit atau parsial aliran darah arteri pulmonalis bagian distal. Obstruksi ini akan mengakibatkan serangkaian kejadian patofisiologik yang dapat dikelompokkan sebagai “Pernapasan” dan “Hemodinamik” sebagai akibat trombo emboli paru – paru (TEP).
1.         Konsekuensi Pernapasan
Obstruksi akibat emboli adalah menyebabkan daerah paru – paru yang berventilasi tidak mampu melakukan perfusi ‘anatomical dead space’ intra pulmonalis karena dead space tidak terjadi pertukaran gas, ventrikel daerah yang nonperfusi ini sia – sia dalam arti fungsional. Konsekuensi potensial yang ditimbulkan obstruksi emboli ini adalah konstruksi ruang udara dan jalan napas pada daerah paru – paru yang terlibat. Pneumokonstriksi ini dapat dilakukan sebagai mekanisme homeostasis untuk mengurangi ventilasi yang terbuang, kelihatannya disebabkan oleh hipokapnia bronkoalveolar yang merupakan hasil penghentian aliran darah kapiler paru – paru karena aliran tersebut dihilangkan oleh inhalasi udara yang kaya dengan karbondioksida. Gangguan lain akibat obstruksi emboli adalah hilangnya surfaktan alveolar, namun hal tersebut tidak terjadi dengan cepat. Hipoksima arteri bisa dijumpai, walaupun sama sekali bukan merupakan akibat dari tromboemboli paru – paru.
2.         Konsekuensi Hemodinamik
Konsekuensi hemodinamik utama yang diakibatkan oleh obstruksi tromboembolik adalah reduksi daerah potongan melintang dari jaringan arteri pulmonalis. Hilangnya kapasitas vaskuler ini meningkatkan resistensi aliran darah paru-paru yang bisa bermakna akan berkembang menjadi hipertensi paru -paru dan gagal ventrikel kanan akut. Takikardia dan kadang penurunan curah jantung juga dapat terjadi.
   
F.        Manifestasi Klinis
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (Brunner dan Suddarth. 2001 :  621).
Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian mendadak. Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai bronkopneumoni atau gagal jantung. (Brunner dan Suddarth.2001 : 621-622).




G.      Komplikasi
Menurut Contran Kuman Rabbins (1996), komplikasi yang terjadi adalah :
1.    Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
2.    Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3.    Anemia
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel – sel darah merah dalam sirkulasi. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah,peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan.
4.    Emfisema
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada asinus yang sipatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu, beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronchitis kronik.
5.    Hipertensi Pulmoner
Hipertensi pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang jarang, dimana didapatkan peningkatan tekanan arteri polmonalis jauh diatas normal tanpa didapatkan penyebab yang jelas. Tekanan arteri polmonal normal pada waktu istirahat adalah lebih kurang 14 mmhg. Pada HPP tekanan arteri polmonal akan lebih dari 25 mmhg saat istirahat, dan 30 mmhg saat aktifitas HPP akan meningkatkan tekanan darah pada cabang – cabang arteri yang lebih kecil di paru, sehingga meningkatkan tahanan (resistensi) vaskuler dari aliran darah di paru. Peningkatan tahanan arteri pulmonal ini akan menimbulkan beban pada ventrikel kanan sehingga harus bekerja lebih kuat untuk memompa darah ke paru.

H.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut Brunner dan Suddarth. 2001 : 622 adalah :
1.         Rontgen dada.
Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulmonal dan efussi pleura.
2.         EKG
EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan, atau regangan ventrikel kanan.
3.         Pletismografi impedans
Pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda.
4.         Gas darah arteri
Gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.
5.         Pemeriksaan Angiografi
Angiografi pulmonal paling umum digunakan untuk menyelidiki penyakit tromboembolitik paru-paru, seperti emboli pulmonal dan kelainan kengenital vaskuler pulmonal.
Angiografi pulmonal adalah penyuntikan cepat medium radiopaque ke dalam vaskuler paru-paru untuk keperluan pemeriksaan radiografi pembuluh pulmonal.

I.         Penatalaksanaan
Penatalaksanaa pada pasien dengan emboli paru meliputi :
1.    Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien
Kebanyakan pasien emboli paru merupakan keadaan gawat darurat, tindakan pertama pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan umum pasien untuk mempertahankan fungsi – fungsi vital tubuh:
a.    Memberikan Oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksimia.
b.    Memberikan cairan infus untuk mempertahankan kesetabilan keluaran ventrikel kanan dan aliran darah pulmonal
2.    Pengobatan atas dasar indikasi khusus.
Kembali pada persoalan bahwa emboli paru merupakan keadaan gawat darurat, sedikit atau banyak menimbulkan gangguan terhadap fungsi jantung, maka perlu dilakukan tindakan pengobatan terhadap gangguan jantung tadi, yang dengan sedirinya diberikan atas dasar indikasi khusus sesuai dengan masalahnya.
3.    Pengobatan Utama Terhadap Emboli Paru
a.    Pengobatan anti koagulan dengan heparin dan warfarin.
b.    Pengobatan trombolitik.
Tujuan pengobatan utama ini adalah:
a.    Segera menghambat pertumbuhan tromboemboli.
b.    Melarutkan tromboemboli.
c.    Mencegah terjadinya emboli ulang
4.    Pengobatan Anti Koagulan.
Dokter biasanya memberikan obat anti koagulan untuk mencegah pembesaran embolus dan mencegahnya timbulnya pembentukan bekuan darah baru. Perdarahan aktif, stroke dan trauma adalah beberapa kontra indikasi yang memungkinkan penggunaan anti koagulan.
Heparin bisa digunakan jika embolus paru – paru tidak masif (berat) atau tidak mempengaruhi keseimbangan himodinamik. Enzim trombolitik dapat digunakan selanjutnya untuk melisiskan bekuan darah yang ada. Terapi heparin biasanya berlanjut selama 7 – 10 hari. Dokter biasanya memberikan terlebih dahulu obat oral seperti warfarin (Coumadin dan warfilone), pada hari ke – 3 warfarin baru diberikan. Tetapi kombinasi dari wafarin dan heparin selama protrombin time mencapai 1,5 dan 2 kali nilai control. Selanjutnya warfarin selama 3 – 6 minggu.
5.    Intervensi kedauratan.
Embolisme paru masif adalah benar-benar mengancam jiwa, kedarutan medis, kondisi klien cenderung menurun dengan cepat.sasaran langsung pengobatan adalah untuk menstabilkan system kardiorespirasi. Mayoritas klien yang mati akibat embolisme paru masif mengalami penurunan kondisi dalam 2 jam pertama setelah kejadian embolik. Penatalaksanaan kedaruratan terdiri atas :
a.         Oksigen nasal di berikan dengan segera untuk menghilangkan hipoksemia,distres pernapasan,dan sianosis.
b.         Infus itervena dimulai untuk membuat rute untuk mobat atau cairan yangt akan diperlukan.
c.         Dilakukan angiografi paru,tindakan-tindakan hemodinamik ,penentuan gas darah arteri,dan pemindaian perfusi paru.peningkatan tahanan paru mendadak meningkatkan kerja ventrikel kana,yang dapat menyebabkan gagal jantung akut sebelah kanan syok kardiogenik.
d.        Jika klien menderita akibat embolisme masif dan juga hipotensif,kateter urin indwelling dipasang untuk memantau haluaran urin.
e.         Hipotensi diatasi dengan infuse lambat dobutamin (mempunyai efek mendilatasi pada pembuluh pulmonal dan bronki) dopamine.
f.          EKG dipantau secara kontinu untuk mengetahui gagal ventrikel kanan,yang dapat terjadi secara mendadak.
g.         Glikosida digitalis,diuretic intravena dan agens andtidisritmia diberikan bila dibutuhkan.
h.         Darah diambil untuk diperiksa elektrolit serum,nitrogen urea darah,hitung darah lengkap,dan hematokrit.
i.           Jika pengkajian klinis dan gas darah menunjukkan kebutuhan klien ditempatkan pada ventilator volume-terkomtrol.
j.           Morfin intravena dosis kecil diberikan untuk menghilangkan ansietas klien,untuk menyingkirkan ketidaknyamaan pada dada,untuk memperbaiki toleransi selang endotrakea,dan untuk memudahkan adaptasi terhadap ventilator mekanis.

J.         Pencegahan
Pencegahan terhadap timbulnya trombosis vena dalam dan tromboemboli paru dapat dilakukan dengan cara :
1.      Tindakan-tindakan fisis
Tindakan-tindakan fisis misalnya :
a.       Pemasangan stocking elastis dan kompresi udara intermiten pada tungkai bawah
b.      Mobilisasi dini sesudah pembedahan
c.       Kaki letaknya ditinggikan pada pasien tirah baring lama
d.      Latihan aktif dan pasif menggerakkan kaki pada pasien tirah baring
2.      Suntikan heparin dosis rendah 5.000 unit subkutan diberikan setiap 8-12 jam, dimulai 2 jam sebelum operasi.
3.      Pencegahan dengan obat-obat anti trombosit dalam mencegah trombosis vena dalam.

K.      Prognosis
Prognosis emboli paru jika terapi yang tepat segara diberikan prognosisnya adalah baik, emboli paru juga dapat menimbulkan kematian mendadak. Prognosis emboli paru tergantung pada penyakit yang mendasarinya, juga tergantung kecepatan diagnosis dan pengobatan yang diberikan.
Umumnya prognosis emboli paru kurang  baik. Pada emboli paru masif prognosisnya lebih buruk lagi, karena 70 % dapat mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. Prognosis juga buruk pada pasien emboli paru kronik dan serring mengalami seranagan berulang.
L.       Health Education
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan yang dapat diberikan perawat kepada klien emboli paru adalah :
1.      Saat menggunakan anti koagulan, perhatikan adanya memar dan perdarahan (sarankan untuk menghindari benturan terhadap benda-benda yang dapat menimbulkan memar).
2.      Gunakan sikat gigi dengan pembuluh sikat gigi yang lembut.
3.      Jangan minum aspirin atau obat antihistamin selama mendapat natrium walfarin. Selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan medikasi yang lain, termasuk medikasi yang dijual bebas.
4.      Lanjutkan untuk menggunakan stocking elastik selama yang diarahkan.
5.      Hindari duduk dengan tungkai disilangkan atau duduk untuk waktu yang terlalu lama.
6.      Bila melakukan perjalanan ubah posisi anda secara teratur, kadang berjalan-jalan, dan lakukan latihan aktif pada tungkai dan pergelangan kaki ketika duduk. Minum banyak air ketika melakukan perjalanan untuk menghindari hemokesentrasi akibat kekurangan cairan.

 



BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EMBOLI  PARU

A.      Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan emboli paru meliputi :
1.         Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
2.         Keluhan Utama
Klien sering mengeluh nyeri dada tiba – tiba dan sesak napas.
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
a.    Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.
b.    Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea? Kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.


c.    Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.
d.   Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
3.         Riwayat Kesehatan
Klien merasa lemah, nyeri dada, nyeri kepala, sesak napas.
4.         Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat emboli paru – paru sebelumnya, pembedahan, stroke, serangan jantung, obesitas, patah tulang tungkai – tungkai / tulang panggul, trauma berat.
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang :
a.       Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
1)        Usia mulainya merokok secara rutin.
2)        Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari.
3)        Usia melepas kebiasaan merokok.
b.      Pengobatan saat ini dan masa lalu.
c.       Alergi.
d.      Tempat tinggal.
5.         Riwayat Kesahatan Keluarga
Apakah ada di antara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien.
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
a.       Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
b.      Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
c.       Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.
6.         Data Dasar Pengkajian
a.       Aktifitas / istirahat
Gejala : Kelelahan, Dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama
Tanda :  Gelisa, Lemah, Imsomnia, kecepatan jantung tak normal.
b.      Sirkulasi
Tanda: Takikardia, Penurunan tekanan darah (Hipotensi), nadi lemah dapat menunjukan anemia.
 c.       Integrasi Ego
Gejala: Perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan pola hidup, takut mati.
Tanda: Ketakutan, Gelisah, ansietas, Gemetar, Wajah tegang, peningkatam keringat.
d.      Makanan dan cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, Mual / muntah.
Tanda: Berkeringat, edema tungkai kiri atas Glukosa dalam Urin
e.       Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urin
Tanda: Urin kateter terpasang, bising usus samar
f.       Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Nyeri kepala, nyeri dada, nyeri tungkai – tungkai
Tanda: Berhati – hati pada daerah yang sakit, mengkerutkan wajah
g.      Penafasan
Gejala: Kesulitan bernapas
Tanda: Peningkatan frekuensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan
h.      Neurosensori
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi
i.        Keamanan
Gejala: Adanya trauma dada
Tanda: Berkeringat, Kemerahan,kulit pucat
j.        Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga, tumor, penggunaan obat Rencana Pemulangan: Kebutuhan dalam perawatan diri pengaturan rumah / memelihara Perubahan program obat.



B.       Diagnosa Keperawatan
1.        Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ; emboli paru
2.        Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri
3.        Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4.        Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan gangguan aliran arteri atau vena.

C.       Intervensi Keperawatan
1.      Diagnosa 1      : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ; emboli paru
Tujuan               : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 12 jam diharapkan nyerinya berkurang atauu menghilang.
 Kriteria Hasil  :
a.             Klien memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan dengan sering mengenali awaitan nyeri, menggunakan tindakan pencegahan dan selalu melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
b.             Klien dapat menunjukkan tingkat nyeri ringan, yang dibuktikan dengan tidak ada ekspresi nyeri di wajah, tidak gelisah, tidak merintih dan tidak menangis.
Intervensi        :
a.       Pengkajian
1)            Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian.
2)            Mintalah klien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10.
3)            Dalam mengkaji nyerri klien gunakan kata-kata yang sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan klien.



4)            Manajemen nyeri :
Ø  Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakterristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.
Ø  Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan khususnya kepada mereka yang tidak mampu berkomunikassi secara efektif.
b.      Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1)      Instruksikan pada klien untuk melaporkan kepada perawat bila peredaan nyeri tidak tercapai.
2)      Informasikan kepada klien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
3)      Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opioid (misalnya resiko ketergantungan atau overdosis)
4)      Manajeman nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, berapa lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
c.       Aktifitas kolaborasi
Manajemen nyeri NIC :
Ø  Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat.
Ø  Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri klien di masa lalu.
d.      Aktifitas lain
1)      Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan efek samping.
2)      Bantu klien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif seperti distraksi, relaksasi atau kompres hangat/dingin.
3)      Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktifitas, bukan pada rasa nyeri dan ketidaknyamanan dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape,  dan interaksi dengan pengunjung.
4)      Manajemen nyeri (NIC) : libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri.
2.      Diagnosa 2      : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pola napas klien kembali normal.
Kriteria Hasil   :
a.         Menunjukkan ventilasi tidak terganggu yang dibuktikan dengan kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas serta ekspansi dada simetris.
b.        Menunjukkan pola napas efektif yang dibuktikan dengan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang nilai normal.
Intervensi        :
a.       Pengkajian
1)      Pantau adanya sianosis dan pucat
2)      Panatau efek obat pada status pernapasan.
3)      Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
4)      Pemantauan pernapasan (NIC) :
Ø  Pantau kecepatan, kedalaman dan upaya pernapasan
Ø  Auskultasi suara napas, perhatikan area penurunan atau tidak adanya ventilasi dan suara napas tambahan.
b.      Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1)      Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah meliputi pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejalah komplikasi yang dapat dilaporkan.
2)      Ajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif
3)      Informasikan kepada klien dan keluarga untuk tidak merokok dalam ruangan.
4)      Instruksikan kepada klien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola napas.

c.       Aktifitas kolaborasi
1)      Konsultasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungfi ventilator mekanis.
2)      Beeikan obat (misalnya bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol.
3)      Berikan terapi nebulizer dan oksigen sesuai program atau protokol.
4)      Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan.
d.      Aktifitas lain
1)      Tenangkan klien selama periode gawat napas
2)      Anjurkan pernapasan dalam melalui abdomen selama periode gawat napas
3)      Atur posisi klien untuk mengoptimalkan pernapasan
4)      Sinkronasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi
3.      Diagnosa 3      : Gaangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
Tujuan               : Setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapakan ganguan pertukaran gas dapat teratasi
Kriteria Hasil     :
a.         Tidak ada gangguan pertukaran gas yang dibuktikan dengan tidak adanya gangguan PaO2, PaCO2, pH arteri dan saturasi oksigen
b.        Klien tidak terlihat sesak saat istirahat maupun saat beraktifitas dan klien tidak tampak gelisah
Intervensi          :
a.       Pengkajian
1)      Pantau saturasi oksigen
2)      Kaji suara paru : frekuensi, kedalaman dan usaha napas
3)      Pantau kadar elektrolit
4)      Manajemen jalan napas (NIC) : pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
b.      Aktifitas penyuluhan untuk klien/keluarga
1)      Jelaskan alat bantu pernapasan yang digunakan
2)      Ajarkan klien teknik napas dalam dan relaksasi
3)      Jelaskan pada klien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya.
4)      Manajemen jalan napas (NIC) : ajarkan tentang batuk efektif
c.       Aktifitas kolaborasi
1)      Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (misalnya suara napas, pola napas, analisa gas daarah arteri dan efek obat)
2)      Berikan obat yang diresepkan (misalnya natrium bikarbonat) untuk mempertahankan keseimbangan asam basah
3)      Manajemen jalan napas (NIC) :
Ø  Berikan oksigen jika perlu
Ø  Berikan bronkodilattor jika perlu
4)      Pengaturan hemodinamik (NIC) : berikan obat aritmia jika perlu.
d.      Aktifitas lain
1)        Jelasskan kepada pasien sebelum melaksanakan prosedur untuk menurunkan ansietas
2)        Berikan penenangan kepada pasien selama periode gangguan atau kecemasan
3)        Lakukan higiene oral secara teratur
4)        Manajemen jalan napas (NIC) :
Ø  Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi
Ø  Atur posisi untuk mengurangi dispnea
4.      Diagnosa 4      : Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal
berhubungan dengan gangguan aliran arteri atau vena
Tujuan                 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan  perfusi jaringan kardiopulmonal kembali efektif
Kriteria Hasil   :
a.    Menunjukkan perbaikan status sirkulasi yang dibuktikan dengan tidak ada gangguan PaO2 dan PaCO2 dan tidak ada suara napas tambahan.
b.    Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan jantung dan jaringan paru.
 Intervensi       :
a.       Pengkajian
1)      Pantau nyeri dada (misalnya intensitas, durasi dan faktor presipitasi)
2)      Observasi perubahan segmen ST pada EKG
3)      Pantau frekuensi jantung dan paru
4)      Pemantauan pernapasan (NIC) :
Ø  Pantau peningkatan gelisa dan ansietas
Ø  Catat perubahan saturasi oksigen dan analisa gas darah arteri jika perlu.
b.      Penyuluhan untuk klien/keluarga
1)      Ajarkan pada klien dan keluarga untuk menghindari melakukan manuver valsalva (misalnya jangan mengedan saat defekasi)
2)      Jelaskan pembatasan asupan kafein, kolesterol, natrium dan lemak.
3)      Jelaskan alasan untuk makan dalam porsi yang sedikit tapi sering
c.       Aktifitas kolaborasi
Berikan obat berdasarkan program atau protokol (misalnya obat-obat analgesik, antikoagulan, vasodilator dan lain-lain)
d.      Aktifitas lain
1)      Tingkatkan istirahat (misalnya batasi pengunjung dan kendalikan stimulus lingkungan)
2)      Jangan melakukan pengukuran suhu tubuh rektal
3)      Lakukan terapi kompresi (misalnya stocking antiemboli).
D.      Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi
E.       Evaluasi Keperawatan
Disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil


















BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Emboli paru merupakan suatu keadaan dimana terjadi obstruksi pada salah satu atau lebih arteri pulmonal akibat tersangkutnya tromboemboli atau bekuan darah pada arteri pulmnalis utama atau cabang-cabang pembuluh darah pulmonal. Penyebab dari emboli paru adalah trombus pada pembuluh darah. Gejalah khas dari emboli paru adalah nyeri dada kemudian diikuti sesak. prognosis dari emboli paru tergantung pada pengobatan dan cepatnya penegakan diagnosa. akan tetapi emboli paru masif mempunyai prognosis yang buruk.
Berpijak dari ANA, proses keperawatan yang digunakan dalam pembahasan emboli paru terdiri dari 5 komponen utama yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi. Pada proses pengkajian meliputi identitas diri, keluhan utama, riwayat kesehatan dan pengkajian data fokus. Pada diagnosa keperawatan diangkat empat diagnosa . Dan untuk mendukung diagnosa yang ada, dibuat perencanaan tindakan (intervensi) yang kemudian di implementasikan dan dievaluasi untuk melihat perkembangan status kesehatan klien.
  
B.       Saran
Semoga dengan adanya penyusunan makalah ini pembaca khususnya mahasiswa dapat lebih memahami tentang penyakit emboli paru sehingga kita dapat memberikan tindakan antisipasi dan preventif serta dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk klien.





DAFTAR PUSTAKA

Anas Tamsuri. 2008. Klien Gangguan Pernapasan : Seri Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Brunner dan Suddarth. EGC : Jakarta
Evelyn C. Pearce. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC : Jakarta
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC : Jakarta
Prof. Dr. H. Slamet Suyono, SpPD, KE dkk.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Smeltzer, Zusanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar