Rabu, 19 Oktober 2016

Asuhan Keperawatan Dengan Impetigo



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penyakit kulit karena infeksi bakteri yang sering terdapat pada bayi disebut pioderma. Pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococcus, terutama S. aureus dan streptococcus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan atau kanker dan sebagainya  atau adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit terganggu.
Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Selain disebabkan oleh bakteri gram positif seperti pada pioderma, dapat pula disebabkan oleh bakteri gram negatif, misalnya Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, E. coli dan klebsiella. Seperti yang dijelaskan sebelumnya Penyebab yang umum ialah bakteri gram positif, yakni streptokokus dan stafilokokus.
Terdapat beberapa jenis pioderma salah satunya yaitu impetigo. Impetigo, yaitu merupakan salah satu bentuk pioderma yang paling sering menyerang anak-anak, terutama akibat kuarangnya kebersihan tubuh dan dapat pula  muncul di bagian tubuh manapun setelah terjadi cidera pada kulit, seperti luka maupun pada infeksi virus herpes simpleks.
Paling sering ditemukan di wajah, lengan dan tungkai. Pada dewasa, impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit lainnya. Impetigo bisa juga terjadi setelah suatu infeksi saluran pernafasan atas (misalnya flu atau infeksi virus lainnya).
Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007).

Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak atau juga pada tempat dengan hygiene buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk (Cole, 1:2007).



B.       Rumusan masalah
Berdasarkan uaraian pada latar belakang diatas maka masalah yang dapat diambil adalah “ Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Penyakit impetigo
C.    Tujuan
1.      Tujuan umum
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa/i memahami dan mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan impetigo
2.      Tujuan khusus
Setelah menyelesaikam makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
·       Mengetahui pengkajian pada pasien dengan impetigo
·       Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien impetigo
·       Menetukan intervensi keperawatan.
·       Melakukan tindakan keperawatan pada pasien impetigo
·       Membuat evaluasi keperawatan pada pasien impetigo
·       Pendokumentasian

D.  Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode penulisan kepustakaan dan internet.

E.  Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I  Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,tujuan penulisan,  metode dan sistematika penulisan
BAB II  Konsep dasar medis
BAB III konsep dasar askep terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi  dan evaluasi keperawatan.
 BAB IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.








BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

A.    Pengertian
1.    Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda, 56:2005).
2.    Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007).

B.     Klasifikasi
Jenis impetigo yaitu :
1.      Impetigo krustosa/ contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta/keropeng/koreng)
Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul di muka, yaitu di sekitar hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Jenis ini biasanya berawal dari luka warna merah pada wajah anak, dan paling sering di sekitar hidung dan mulut. Luka ini cepat pecah, berair dan bernanah, yang akhirnya membentuk kulit kering berwarna kecoklatan. Bekas impetigo ini bisa hilang dan tak menyebabkan kulit seperti parut. Luka ini bisa saja terasa gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang menimbulkan demam pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening pada area yang terinfeksi. Dan karena impetigo sangat mudah menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk luka karena dapat menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.

2.      Bullous impetigo (dengan gelembung berisi cairan)
Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah usia 2 tahun. Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Impetigo bulosa terdapat pada anak dan juga pada orang dewasa, paling sering muncul di ketiak, dada, dan punggung.
Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula telah pecah. Impetigo ini meski tak terasa sakit, tapi menyebabkan kulit melepuh berisi cairan. Bagian tubuh yang diserang seringkali badan, lengan dan kaki. Kulit di sekitar luka biasanya berwarna merah dan gatal tapi tak terasa sakit. Luka akibat infeksi ini dapat berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama ketimbang serangan impetigo jenis lain.

C.    Etiologi
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).

D.    Patofisiologi
Infeksi Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus dimana kita ketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit akibat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Bakteri staphylococus menghasilkan racun yang dapat menyebabkan impetigo menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit. Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim yang dikeluarkan oleh Stapylococus akan merusak struktur kulit dan adnya rasa gatal dapat menyebabkan  terbentuknya lesi pada kulit.

Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm, kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis.
Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyebar di bagian tengah. Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.

E.     Faktor Predisposisi
Adapun factor predisposisi dari impetigo yaitu :
1.      Kontak langsung dengan pasien impetigo
2.      Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo
3.      Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab
4.      Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat
5.      Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik
(Sumber Beheshta, 2:2007).

F.     Manifestasi Klinik
1.      Impetigo Krustosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005). Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus. Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm.
Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey colour).
Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).
2.      Impetigo Bulosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung.. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya.
Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).

Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).

G.    Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara Staphylococcus dan Streptococcus (Brooks, 332:2005).

H.    Diagnosis Banding
1.      Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama (kronik) dan kulit kering; penebalan pada lipatan kulit terutama pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah atau tangan bagian dalam.
2.      Candidiasis (infeksi jamur candida): papul merah, basah; umumnya di daerah selaput lender atau daerah lipatan.
3.      Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitive yang kontak dengan zat-zat yang mengiritasi.
4.      Diskoid lupus eritematus: lesi datar(plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.
5.      Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis).
6.      Herpes simpleks: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi lecet tertutupi oleh krusta, biasanya pada bibir dan kulit.



7.      Gigitan serangga: Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.
8.      Skabies: Papula yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada malam hari.
9.      Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan, kaki, dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama (Cole, 3:2007).

I.       Komplikasi
Sebenarnya impetigo tidaklah berbahaya, tapi kadang infeksi ini menyebabkan komplikasi serius meski jarang terjadi, Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal/ Poststreptococcal glomerulonephritis (PSGN) pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis (merupakan infeksi serius yang menyerang jaringan di bawah kulit dan dapat menyebar ke kelenjar getah bening serta memasuki aliran darah, Jika tak ditangani, cellulitis dapat mengancam jiwa), psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008) serta Infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), kulit parut berubah warna terang atau gelap.

J.      Penatalaksanaan
1.      Rendam bagian kulit yang sakit dalam air sabun selama 15-20 menit. Lakukan 2-3 kali sehari untuk melunturkan kerak pada kulit.
2.      Gunakan sabun obat seperti Betadin. Anda dapat membelinya di apotek. Gosoklah kulit sakit yang mengering.
3.      Oleskan salep obat seperti polysporin pada kulit yang sakit. Lakukan 2-3 kali sehari setelah kerak pada kulit hilang. Anda dapat membeli polysporin di apotek.
4.      Tutup kulit yang sakit dengan perban yang bersih. Jangan biarkan anak menyentuh atau menggaruknya.



5.      Lakukan beberapa hal berikut ini untuk menghentikan penyebaran impetigo.
a.       Cuci tangan Anda dengan sabun setelah menyentuh kulit anak Anda yang sakit atau pakaian maupun handuknya.
b.      Cuci tangan anak Anda sampai bersih. Potong pendek kuku tangan anak Anda.
c.       Jaga agar tangan anak Anda tidak menyentuh hidungnya.
d.      Simpan pakaian, handuk, dan barang-barang anak Anda terpisah dengan anggota keluarga yang lain. Cucilah dengan sabun dan air panas.
6.      Segera hubungi dokter jika:
a.       Menurut Anda anak Anda terjangkit ipetigo.
b.      Kulit yang sakit semakin meluas.
c.       Kulit yang sakit menjalar ke bagian tubuh yang lain.
d.      Anak Anda tampak sakit.
e.       Anak Anda mengalami pembengkakan atau sakit pada persendian, termasuk siku dan lutut.
Ada pun terapi yang dapat diberikan dari segi perawatan yaitu :
1.      Terapi nonmedikamentosa
a.       Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah
b.      Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak
c.       Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh
d.      Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk mencegah penyebaran local
e.       Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo krustosa.
f.       Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah

2.      Terapi medikamentosa
a.       Terapi topikal
Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda, 57:2005).



1)      Antiseptik
Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120” adalah sebanyak 0 koloni (Suswati, 6:2003).
Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus (Suswati, 6:2003).
2)      Antibiotik Topikal
a)      Mupirocin
Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri.
Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan mupirocin topikal yang dibandingkan dengan pemberian eritromisin oral pada pasien impetigo yang dilakukan di Ohio didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan mupirocin topikal jauh lebih unggul dalam mempercepat penyembuhan pasien impetigo, meskipun pada awal kunjungan diketahui lebih baik penggunaan eritromisin oral, namun pada akhir terapi dan pada evaluasi diketahui jauh lebih baik mupirocin topikal dibandingkan dengan eritromisin oral dan penggunaan mupirocin topikal memiliki sedikit failure.

b)      Fusidic Acid
Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang dibandingkan dengan plasebo pada praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo. dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan fassidic acid.
c)      Ratapamulin
Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri (Buck, 1:2007).
Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada pasien-pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi.
Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo (Buck, 1:2007).

d)     Dicloxacillin
Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin sebagai terapi topical pada impetigo sebagai berikut:
(Sumber: Primary Clinical Care Manual 2007)

b.      Terapi sistemik
1)      Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)
a)      Penicillin G procaine injeksi
Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari
Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari
b)      Ampicillin
Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac
c)      Amoksicillin
Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac
d)     Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin)
Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac
Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac
e)      Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac
Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac
f)       Eritromisin (bila alergi penisilin)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc
Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc
g)      Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)
Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari
Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari
K.    Pencegahan
Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya :
1.      Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien, terutama apabila terkena luka.
2.      Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
3.      Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien
4.      Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5.      Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih
6.      Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7.      Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8.      Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu. (Sumber: Northern Kentucky Health Department, 1:2005).







BAB III
KONSEP DASAR ASKEP

A.    Pengkajian
1.      Identitas pasien (Mencakup: Nama, Jenis Kelamin, Umur, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat)
2.      Keluhan Utama
 Luka garukan di regio lumbal posterior dekstra
3.      Riwayat Penyakit Sekarang.
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
5.      Riwayat Penyakit Keluarga.
Ada atau tidak yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
6.      Riwayat Alergi.
Kaji apakah ada riwayat alergi makanan atau obat atau jenis alergi lainnya.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik (garukan pada kulit yang gatal)
2.      Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan Daya tahan tubuh menurun.
3.      Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
4.      Gangguan termoregulasi brhubungan dengan proses peradangan
5.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan
6.      Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7.      Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

C.    Intervensi Keperawatan
Dx.I Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik (garukan pada kulit yang gatal)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Selama 2 x 24 jam diharapkan lapisan kulit klien terlihat normal
Kriteria hasil :
a.       Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur)
b.      Tidak ada luka atau lesi pada kulit

c.       Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan alami
d.      Perfusi jaringan baik

Intervensi
1.    Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
R/ Baju yang longgar akan mengurangi gesekan baju pada kulit yang mengalami lesi
2.    Potong kuku dan jaga kebersihan tangan klien
R/ kuku yang pendek akan mengurangi garukan pada impetigo dan menghindari keparahan terjadinya lesi
3.    Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
R/ kulit yang bersih dan kering akan mengurangi penyebaran atau perkembangbiakan dari bakteri
4.    Monitor kulit akan adanya kemerahan
R/ untuk mengetahui perkembangan penyakit dan keefektifan tindakan yang telah dilakukan
5.    Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun (antiseptic)
R/ air hangat akan mengurangi ruam dan membunuh bakteri. Sabun anti septic dapat mengurangi atau membunuh bakteri pada kulit.
6.    Kolaborasi untuk pemberian antibiotic topical pada klien
R/ antibiotic topical dapat memtus atau menghambat dari pertumbuhan bakteri stap dan kolaborasi dapat mmempercepat proses pemulihan
7.    Berikan pengetahuan pada klien agar jangan menggaruk lukanya
R/ pengetahuan pasien pada proses pengobatan dapat mempercepat keberhasilan proses keperawatan
8.      Jelaskan pembatasan diet. Contoh untuk menghindari alergi kulit terhadap makanan
R/ Proritus dapat menyebabkan kerusakan kulit

Dx.2 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan Daya tahan tubuh menurun
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan tidak terjadi resiko infeksi
Kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Menunjukkan perilaku hidup sehat
d. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan
intervensi:
1.    Monitor tanda dan gejala infeksi
2.    Monitor kerentanan terhadap infeksi
3.   Batasi pengunjung bila perlu
4.   Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah meninggalkan pasien
5.   Pertahankan lingkngan aseptic selama pengobatan berlangsung
6.   Berikan perawatan kulit pada area epidermis
7.   Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan dan panas
8.   Inspeksi kondisi luka
9.   Berikan terapi anibiotik bila perlu

Dx 3 Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses peradangan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien   mempelihatkan tidak adanya tanda- tanda nyeri (0- 10).
Kriteria Hasil :
o   TTV dalam batas normal
o   Nyeri berkurang / hilang saat dan sesudah berkemih
o   Klien tampak rileks
Intervensi:
1.      Kaji intensitas, lokasi dan faktor yang mempercepat atau meringankan nyeri
R/: rasa sakit yang hebat menandakan adanya nyeri
2.      Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan
R/: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot
3.      Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
R/:relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri.
4.      Atur periode istirahat tanpa terganggu
R/ tindakan ini meningkatka, kesehatan, kesejahteraan dan peningkatan tingkat energi yang penting untuk mengurangi nyeri
5.      Rencanakan aktivitas distraksi bersama pasien seperti membaca, menonton televisi
R/ membantunya memfokuskan pada masalah yang tidak ada hubungannya dengan nyeri
6.      Gunakan teknik panas & dingin sesuai anjuran
R/ untuk meminimalkan atau mengurangi nyeri
7.      Berikan obat yang dianjurkan untuk mengurangi nyeri. Pantau adanya reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat. Sekitar 30 – 40 mnt setelah pemberian obat, minta pasien untuk menilai kembali nyerinya dengan skala 1 – 10.
R/ menentukan keefektifan obat.
8.      Kolaborasi pemberian analgetik.
R/ membantu mengurangi nyeri

Dx 4 : hipertermi b/d reaksi inflamasi
Tujuan :
Setelah melakukan tindakan perawatan klien dapat mengurangi fakor – factor penghambat tidur, klien dapat tidur dengan nyenyak.
                   Intervensi Keperawatan :
1.      Diskusi pola dan kebutuhan tidur
        R/ Gangguan pola tidur mengakibatkan gangguan kognitif
2.      Anjurkan klien untuk mandi air hangat sebelum tidur
R/ Air hangat meningkatkan sirkulasi pada sendi yang mengalami inflamasi dan merilekskan otot.
3.      Anjurkan keseimbangan aktivitas dan istirahat
R/ Latihan fisik regular juga tampak membantu dalam mengontrol gejala fibrositas
4.      Anjurkan posisi sendi yang tepat
R/ Posisi tepat dapat membantu mencegah nyeri selama tidur dan terjaga
5.      Tetapkan siklus tidur dimana pasien tidur di malam hari dan terbangun di siang hari dengan sedikit periode istirahat sesuai kebutuhan
R/  Istirahat adekuat dan tidur dapat meningkatkan status emosional
6.      Restorasi pola umum adalah priotitas pada pemakaian stimulan yang kurang tidur
R/  Peningkatan stimulus eksternal dan meningkatkan relaksasi diprioritaskan pada waktu tidur, mendorong di lakukannya rutinitas sebelum tidur 
7.      Pasien mungkin perlu ditenangkan untuk dapat tetap beristirahat. Sediakan kesempatan untuk menghirup udara segar, latihan ringan, minuman tanpa kafein, lingkungan yang dapat ditoleransi pasien
R/  Meningkatkan rasa ngantuk / keinginan untuk tidur
8.      Kolaborasi berikan analgesic sedative saat tidur sesuai indikatornya
9.      Kolaborasi berikan cairan IV sesuai yang di anjurkan
R/ tindakan ini menghindari kehilangan air natrium klorida yang berlebihan
Dx. 5 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien tidak cemas lagi
Kriteria hasil:
a.       Klien tidak resah
b.      klien tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan
c.       klien mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas
d.      Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan  bekurangnya kecemasan

Intervensi
1.    Identifiasi kecemasan, catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebas akan emosi
R/ ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostik dan kemungkinan pembedahan.
2.    Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
R/  mengetahui apa yang diharapkan dan menurunkan ansietas
3.    Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur
R/  membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping
4.    Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan perilaku, perhatian
R/ tindakan dukungan dapapt membantu pasien merasa strees berkurang, memungkinkan energi untuk penyembuhan.
5.    Bantu pasien mnegidentifikasi koping yang digunakan pada masa lalu.
R/  menigkatkan rasa kontrol diri pasien
6.    Bantu pasien belajar mekanisme koping baru misalnya teknnik mengatasi strees.
R/ belajar cara baru untuk mnegatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan strees dan ansietas
7.    Berikan obat sesuai yang diresepkan
R/ untuk membantu pasien rileks selama periode ansietas berat






Dx. 5 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selam 2 x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri
Kriteria hasil:
a. mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya
b. mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada

Intervensi:
1.    Berikan waktu untuk pasien mengekspresikan perasaanya tentang perubahan dan penampilan  dan fungsi
     R/ perawat mampu memberikan solusi yg rasional sesuai dengan kondisi pasien sehinnga mampu meningkatkan rasa percaya diri klien

2.    Identifikasi dan tekankan kekuatan pasien serta bantu pasien menyusun tujuan realistik
R/ untuk memudahkan adaptasi terhadap kehilangan fungsi dan pemulihan.
3.    Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang.
R/ kenali bahwa apa yang mungkin tampak merupakan perubahan kecil yang bermakna bagi pasien
4.    Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R/ membantu memulihkan mempertahankan koping yg efektif dan merasakan diri mereka sebagai individu yang bergerak
5.      Dorong pasien melakukan perawatan diri
R/ untuk meningkatkan rasa kemandirian dan kontrol
6.      Bimbing dan kuatkan pasien pada aspek – aspek positif dari penampilannya dan upayanya dalam menyusaikan diri dengan perubahan citra tubunya
R/ untuk mendukung adaptasi dan kemajuan yang berkelanjutan.
7.      Ajarkan dan dorong strategi koping dan sehat
R/ untuk membantu pasien mengatasi perilaku yang tidak produktif







Dx 7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Kriteria Hasil : menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
1.     Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di ketahui tentang penyakitnya.
      R/ : Mengetahui sejauh mana ketidak tahuan pasien tentang penyakitnya.
2.      Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
      R/: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
      beradasarkan informasi.
3.      Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran,
jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan
      R/: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu
      mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
4.      Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak
      kurang lebih delapan gelas per hari.
      R/: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda,          cairan menolong membilas ginjal.
5.      Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah
      tentang rencana pengobatan.
R/: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
6.      Pilih strategi pengajaran ( diskusi, demonstrasi) yang tepat untuk gaya pembelajaran secara individual
R/ untuk meningkatkan keefektifan pengajaran
7.      Masukan keterampilan yang dipelajari pasien kedalam rutinitas sehari – hari
R/ tindakan ini memungkinkan pasein mempraktikan keterampilan baru dan menerima umpan balik.
D.    Implementasi
Sesuai dengan intervensi

E.     Evaluasi
Sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Impetigo adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Stafilokokus aureus, Streptokokus grup A, atau kombinasi keduanya. Ada 2 jenis impetigo yaitu impetigo bulosa dan impetigo non-bulosa.Pengobatan impetigo adalah dengan antibiotik (dapat berupa salep atau antibiotik oral).Menjaga kebersihan tubuh merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya impetigo pada anak.
Dalam asuhan keperawatan, pengkajian yang diberikan pada klien dengan gangguan impetigo lebih difokuskan pada gejala integumen dengan manifestasi yang muncul berupa lesi, eritem, adanya sekret dan krusta tebal berwarna kekuningan.dengan masalah keperawatan yang muncul berupa Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik (garukan pada kulit yang gatal) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan Daya tahan tubuh menurun, dengan adanya masalah masalah keperawatan diatas, perawat mampu merencanakan dan memberikan tindakan mandiri keperawatan secara optimal. Sehingga masalah masalah keperawatan teratasi dengan hasil yang memuaskan.

B.     Saran
1.    Diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas, dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya impetigo.
2.    Diharpakan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang keperawatan
3.    Diharapakan dapat memberikan masukan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan makalah kedepanya.









DAFTAR PUSTAKA

Taylor, cynthia M.2010. diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan keperawatan. Edisi 10. EGC : jakarta
Mualimre.diakses 26 oktober 2012, asuhan keperawatan pada klien dengan impetigo, http://blogspot.com


1 komentar:

  1. wihh nice info
    kunjung balik, di web kami banyak penawaran dan tips tentang kesehatan
    Ada artikel menarik tentang obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit berat, cek yuk
    Obat tradisional Impetigo

    BalasHapus