Selasa, 18 Oktober 2016

Asuhan Keperawatan Edema Paru Akut



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam paru-paru, biasanya diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat. Edema paru akut terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru disebut edema paru akut. Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari penyakit jantung dan kebanyakan kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan kegagalan jantung. Edema paru akut dapat menjadi kondisi kronik atau dapat berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat menjadi ancaman hidup. Tipe yang mengancam hidup dari edema paru terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-tiba berpindah dari pembuluh darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah paru, serangan jantung, trauma, atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga menjadi tanda awal dari penyakit jantung koroner.
Angka kejadian penyakit ini adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun. Angka kematian melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka kelompok akan membahas mengenai edema paru akut dan asuhan keperawatan yang diberikan. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden edema paru akut melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.






B.     Tujuan
1.    Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien ALO dengan baik.
2.    Tujuan khusus
a.       Untuk mengetahui definisi penyakit oedema paru akut.
b.      Mengetahui etiologi ALO.
c.       Mengetahui tanda gejala ALO.
d.      Mengetahui patofisiologi ALO.
e.       Mengetahui pemeriksaan penunjang dan komplikasi dari ALO.

C.    Rumusan Masalah
a.       Apa definisi dari ALO?
b.      Apa etiologi dari ALO ?
c.       Manifestasi  klinis dari ALO?
d.      Bagaimana patofisiologi dari ALO?
e.       Apa  komplikasi, serta pemeriksaan penunjang dari ALO?
f.       Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan edema paru akut?















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis.
Edema Paru Akut (Kardiak)  menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.
Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut dimana cairan mengalami kebocoran  melalui dinding kapiler, menembus keluar dan menimbulkan  dipsnea yang sangat berat.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas.

B.     Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik.
a.       Cardiogenic pulmonary edema
b.      Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
c.       Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
Ø  Acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
Ø  Kondisi  yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
Ø  Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh
Ø  High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
Ø  Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
Ø   Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
Ø  Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
Ø  Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.


C.    Etiologi
Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :
1)      Ketidak-seimbangan Starling Forces :
Ø  Peningkatan tekanan kapiler paru :
·    Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
·    Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
·    Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
·    Penurunan tekanan onkotik plasma.
·     Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing  enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
Ø  Peningkatan tekanan negatif intersisial :
·    Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
·    Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
·    Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
2)      Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
·    Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
·    Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb).
·    Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
·    Aspirasi asam lambung.
·    Pneumonitis radiasi akut.
·    Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
·    G Disseminated Intravascular Coagulation.
·    Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
·    Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
·    Pankreatitis Perdarahan Akut.
3)       Insufisiensi Limfatik :
·    Post Lung Transplant.
·    Lymphangitic Carcinomatosis.
·     Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4)      Penyebab tersering oedema paru adalah:
·    Penyakit jantung (artero sklerotik).
·    Hipertensi
·    Kelainan katup
·    Mopati

D.    Patofisiologi
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

E.     Manifestasi Klinis
a.       Terjadi awitan kesulitan nafas mendadak dan perasaan tercekik.
b.      Tangan menjadi dingin dan basah
c.       Kuku biru (sianosis)
d.      Warna kulit menjadi abu-abu
e.       Nadi lemah dan cepat
f.       Vena leher menegang
g.      Mulai batuk dengan mengeluarkan sputum yang banyak
h.      Klien konfusi serta stupor
i.        Napas berbunyi dan basah
j.        Mengerluarkan cairan berbusa ke bronkus dan trakhea
k.      edema alveolar
l.         Pertukaran gas sangat terganggu
m.    Terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.

F.     Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan Fisik
Sianosis sentral, sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih,  ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale, takikardia dengan S3 gallop, murmur bila ada kelainan katup.
b.      Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
c.        Laboratorium
ü  Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
ü  Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
ü   Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
d.      Ekokardiografi
e.       Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP).
f.       Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz).

G.    Penatalaksanaan
a.           Posisi ½ duduk.
b.            Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
c.           Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
d.          Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
e.            Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
f.             Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
g.            Morfin sulfat 3 – 5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
h.           Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
i.              Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
j.              Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
k.           Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
l.              Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.













BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.   Pengkajian
1.    Identitas
2.    Riwayat Penyakit :
a.       Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
b.      Riwayat penyakit dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
3.    Pemeriksaan Fisik.
a.       TTV
b.      Pemeriksaan B1-B6
4.    Pola Aktivitas sehari-hari :
a.       Nutrisi dan metabolisme
b.      Cairan dan metabolik
c.       Pola eliminasi
d.      Aktivitas dan latihan
e.       Pola istirahar tidur

B.  Diagnosa Keperawatan
a)      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
b)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli).
c)        Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
d)     Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
e)        Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan.

C.   Intervensi
Dx 1 :  Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan  : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal jantung.
Intervensi:
a)      Catatan suara jantung.
R/l : S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.
c.       Monitor TTV
R/ : pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa terjadi hipotensi berat.
d.      Kolaborasi  dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
R/: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
e.       Kolaborasi pemberian diuretic.
R/ : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put yang relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
Dx II : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli).
Tujuan      : Pertukaran gas efektif.
Kriteria Hasil        : menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada  jaringan di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi             :
a)      Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels.
R/: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
b)      Atur posisi fowler dan bed rest.
R/ :  merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c)      Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
R/ : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d)     Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi.
R/: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia jaringan.
e)      Kolaborasi  pemberian obat .
v  Diuretic
R/ : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
v   Bronkodilator
R/ : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.

Dx III       :   Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
Tujuan      : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
Kriteria hasil         :  Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi :
a)      Identifikasi faktor  penyebab.
R/ : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang tepat.
b)      Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
R/ : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c)      Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
R/ : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d)     Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
R/ : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e)      Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
R/l : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Dx IV       : Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan                  : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil         : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Intervensi :
a)       Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowlerdan jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
R/ : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
b)       Ajarkan teknik relaksasi
 R/ : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan.
c)        Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
R/ : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
d)         Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
R/ : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
e)      Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
R/ : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.

Dx V        :   Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan.
Tujuan                  :  Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteri hasil  : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Intervensi             :
f)       Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
R/ : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
g)       Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
R/: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
h)      Awasi Px saat melakukan aktivitas.
R/ : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
i)        Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
R/ : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
j)        Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
R/ : Istirahat perlu untuk menurunkan  kebutuhan metabolisme’.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar