Minggu, 16 Oktober 2016

Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragic



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Stroke atau gangguan perdarahan otak merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat da tepat. Stroke juga merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan perdarahan otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Menurut WHO, Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal ( global ) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih menyebabkan kematian tanpa dadnya penyebeb lain yang jelas selama vascular. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan lain sebagi gangguan fungsi otak.
Di Indonesia ada banyak pasien yang mengalami Stroke dan bahkan banyak yang meninggal akibat Stroke. Pada tahun 1995, melaporkan adanya 270 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan ( 2:1 ).
Upaya-upaya yang harus dilakukan agar mencegah terjadinya stroke harus mengurangi kebiasaan-kebiasaan hidup seperti mengkonsumsi alkohol, merokok, dan obat-obatan terlarang, serta aktifitas yang tidak sehat, kurang olahraga dan mengkonsumsi makanan yang berkolesterol.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan “Stroke Hemoragic”.   
1.2    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana konsep dasar medis dari Stroke Hemoragic ?
2.      Bagaimana konsep dasar Askep Stroke Hemoragi ?


1.3    Tujuan Penulisan
Tujuan umum:
Setelah menyelesaikan makalah ini, di harapkan mahasiswa /i S1 keperawatan memahami, menyusun dan memberikan askep pada pasien dengan “Stroke Hemoragic”.
Tujuan Khusus :
Setelah menyelesaikan makalah ini, diharapka mahasiswa /i S1 Keperawatan mampu :
1.      Memahami konsep dasar medis dari “Stroke Hemoragic” ( pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan, dan pemeriksaan diagnostic ).
2.      Memahami konsep dasar askep SH dari pengkajian, diagnose Keperawatan dan intervensi.

1.4    Manfaat
Penulis Asuhan Keperawatan ini, diharapkan kepada semua mahasiswa/ i S1 Keperawatan mampu :
  1. Memahami dan mengerti tentang penyakit Stroke Hemoragic.
  2. Agar mengetahui dan membedakan penyakit Stroke.














BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR MEDIS
2.1.1 Pengertian
a). Stroke Hemoragic : Perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaracinoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak, umumnya terjadi pada saat aktivitas kesadaran menurun dan penyebab yang banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol ( Arif Mutagin, 2008 ).
b). Stroke Hemoragic      : Disfungsi Neorologi focal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma kapitis, disebapkan oleh karena pecahnya pembulu arteri, vena, dan kapiler ( Djoenaidin widjaja at. al. 2004 ).      
2.1.2 Etiologi

Ada beberapa fakor resiko yang menyebabkan stroke hemoragic adalah sebagai berikut :
  1. Hipertensi
  2. AVM ( Arteriovenous Malformation ).
  3. Tumor otak
  4. Usia antara 40 – 75 Tahun
  5. Penyakit jantung
  6. Kebiasaan hidup ( merokok, alkohol, obat-obatan terlarang ).
  7. Diabetes Melitus
  8. Keturunan  





2.1.3        Klasifikasi
Perdarahan otak dibagi atas 2 ( dua ), yaitu :
Ø  Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipetensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk masa yanyg menekan jaringan otak dan menimbulkan cedera otak. Peningkatan Tik yang terjadi cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Ø  Perdarahan subaraincid.  
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurima yang pecah ini berasal dari pembulu darah dan cabang-cabang yang terdapat diluar pareulkim otak. Pecahnya arteri dan keluar ke ruang subaraincid menyebabkan TIK meningkat mendadak           vasospasme sehingga terjadi disfungsi /defisit Neurologi.
2.1.4 Manifestasi klinis
Ø  Timbul mendadak
Ø  Timbul pada saat beraktifitas
Ø  Timbul sakit kepala hebat
Ø  Muntah
Ø  Udema pupil
Ø  Penurunan kesadaran
Ø  Perdarahan Retina
Ø  Kejang
2.1.5 Patofisiologi
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriorsklerotik dan hipertensi pembulu darah. Perdarahan intraserebral yang luas akan menyebabkan kematian, karena perdarahan luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan TIK dan dapat menyebabkan herniasi otak.
Pembulu darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke subtansi atau ruang subrachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat di kompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan intracranial yang bila berlanjut akan menyebapkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, Darah mengalir kesubstansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebapkan udema, spasme pembulu darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1.                                                      CT Scan : Ditemukan massa kronial dinishal bertambah (Lasi hiperdermi), memperlihatkan adaanya edema.
  1. Oftalmoskopi : Untuk mengetahui adanya perdarahan retina.
  2. Angiografi : Terdapat anurisme, AVM
4.                                                            Lumbal fungsi : terdapat cairan serebrosfinal meningkat dan terdapat perdarahan ( warna merah ) 1000/mm3.
2.1.7 Komplikasi
  1. Hipoksia Serebral.
  2. Embolisme Serebral
2.1.8 Penatalaksanaan
  1. Posisi kepala dan badan atas 200 – 300, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika terjadi.
  2. Bebaskan jalan napas dan pertahankan ventilasi-ventilasi yang adekuat bila perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan
  3. Tanda-tanda vital harus dalam batas normal
  4. Kandung kemih yang penuh harus dikosongkan bila  perlu lakukan keteterisasi.
  5. Istirahat bilah baring
  6. Pemberian cairan IV berupa kristaloid atau kroid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
  7. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau saction berlebihan yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.
  8. Berikan obat anti hipertensi
  9. Keseimbangan cairan dan elektrolit.


2.1.9 Patofisiologi b/d Penyimpangan KDM
ETIOLOGI
Hipertensi                                            DM                             Anurisme, malformasi






 
Pecahnya pembuluh darah                               Viskositas darah                  Pecahnya arteri terjadi
(mikroanurisma ) Serebral                 meningkat                             Perembesan ke ruang         perembesan darah dari
                                                                                                                Subarachnoid                       Subarachnoid ke rongga
Darah masuk ke dalam                     pe   tekanan dinding                                                                           orbita
Jaringan otak                                       pembuluh darah                  Pe   C S S
 

Terbentuknya massa yg                    Pecahnya pembuluh           edema otak                          edema pupil dan
Dpt menekan jaringan otak              darah serebral                                                                      perdarahan retina















PeTIK
 




 
Pe  TIK, Edema otak                          perdarahan intra serebral                                                   Pe Fungsih penglihatan
G3.Presepsi sensori
 
                Defisit neurologis                 Pe  aliran darah ke otak     vasospasme arteri otak
Otak kekurangan                                                                                                                                                kerusakan kontrol motorik
O2 + glukosa                                                                                                                                        
STROKE HEMORAGIK
 
Hilangnya kontol urinarius eksternal
Metabolisme                        infrak serebral                     
Aneorob                                                                                                herniasi serebri leuat                           inkontinensia urine
G3.Perfusi jaringan
serebral
 
                                                                                                Faramen magnum
G3.eliminasi BAK
 
Pe  Produksi asam laktat                                                  
Nyeri kepala
 
                                                                        Kompresi batang otak
                                                                        Depresi saraf  kardiofaskuler            Lesi pd daerah karteks      
Kerusakan  pd kortes                                                                         + pernapasan                       Prefontal/lobus frontalis   
Motor primer pd Fraktus
piramidalis
koma
 
                                                                                                kegagalan kardio +                                             Kerusakan fungsi
Kehilangan control                                                                                                                                                   presepsi
kematian
 
Volunteer terhadap gerakan
Motorik pd salah1 sisi tubuh                                                                                             Kerusakan korteks    pe  intelektual
                                                                                                                                                Sunato sensorik   pe dlm pemahmn
Hemiplegi                                      Pe  Tonus otot                                                                                                              lupa
                                                                                                                                                G3 fungsih integrasi
Koping individu
inefektif
 
Defisit kurang perawatan diri
 
Kerusakan mobilitas fisik


 
                                                                                                                                                Dan analila                                                                                                           Imobilisasi                                           
                                                                                                            Pe  sensasi rasa raba
                                                                Pe  peritalstik                                                                                                       
Resti cedera
 
Penekanan pd area tubuh                       usus
                                                                                                                                                                                  Kurang terpajan
Dekubitus                                              Konstipasi                                                                                             informasi
Kurang
pengetahuan
 
G3 eliminasi BAB
 
Kerusakan integritas kulit


 
                                                                                    Lesi pd daerah broca          Lesi pd daerawernike
                                                                                    Disfasia ekspresif                                disfasia reseptif
G3 komunikasi verbal
 
Perubahan status kesehatan                             Kerusakan neuromuskuler
Resti menelan
 
G3.Harga diri rendah
 
Menarik diri                                                          Pe refleksi menelan                                                                                                                                                                             Nutrisi intake inadekuat
2.2 KONSEP DASAR ASKEP
2.2.1. Pengkajian
a.                                                                   Identitas pasien : Nama, Umur ( usia tua ), Jenis kelaimin ( paling banyak pria ), Alamat, Pekerjaan, Agama.
b.                                                                     Keluhan Utama : Keluhan utama yang sering menjadi alasan pada klien untuk meminta pertolongan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara, tidak dapat berkomunikasi, penurunan kesadaran sampai koma.
c.       Riwayat Kesehatan.
1.      Riwayat kesehatan sekarang:
Serangan penyakit biasanya terjadi pada saat beraktivitas, mendadak, nyeri kepala hebat, Penurunan kesadaran ( berdasarkan PGRST )
2.      Riwayat Kesehatan Dahulu:
Adanya riwayat stroke sebelumnya, Riwayat DM, hipertensi, riwayat merokok dan penggunaan alcohol.
3.      Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adanya riwayat keluarga yang menderita stroke, DM, dan hipertensi.

d.      Pengkajian Psikososial Spiritual
1.      Pengkajian status emosi, kognitif dan perilaku klien.
2.      Pengkajian mekanisme koping.
3.      Adanya perubahan peran karena klien mengalami perubahan bicara sehingga sulit berkomunikasi.
4.      Pola presepsi dan konsep diri.
e.       Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum :   -   Pada umumnya pasien tampak lemah
-       Kesadaran : Penurunan kesadaran.
2.      TTV : TD meningkat, denyut nadi berfariasi ( fakikardi, brodikardi ), RR pada umumnya normal, apabila terdapat aneliritis serebral maka suhu tubuh meningkat.
3.      Penfis          Sistem Persarafan (B3 )
Stroke berhubungan dengan defisit neurologi yang bergantung pada lokasi leri (pembuluh darah yang tersumbat), Ukuran area perkusinya tidak adekuat; tingkat kesadaran bervariasi dari stupor, lesargi, sampai koma sehingga perlu dilakukan penilaian GCS.
4.       Funsi Serebri :
v  Status mentol             : Observasi penampilan dan tingkah lakunya,
      observasi ekspresi, dan aktivitas motorik.
v  Fungsi Intelektual    :    Didapatkan penurunan ingatan dan memori
baik jangka panjang maupun jangka
pendek, penurunan kemampuan berhitung.
v  Kemampuan bahasa :    Penurunan kemampuan bahasa tergantung
dari daerah lesi. Lesi pada daerah hemisfer yang domonan pada lokus posterior reseptif ( Klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan tulisan ). Sedangkan lesi pada bagian posterior dari ginus frontalis inferior area broca tedapat difasia ekspresif di mana klien mengertitetapi tidak dapat menjawab dengan cepat dan bicara tidak lancer. Disatria (kesulitan bicara) ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh pralisis otak.
v     Lobus Frontal         :        kerusakan fungsi kognitif dan aspek
 psikologis didapatkan bahwa kerusakan sedang terjadi pada lobus frontal. Disfungsi ini dapat dalam kesulitan pemahaman.
v     Hemistar    :         Stroke hemistar kanan ( hemipora sebelah
          kiri tubuh )
5.               Pemeriksaan Saraf Kranial :
N I                    : Pada umumnya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
N II                   : Disfungsi pressepsi penglihatan.
N III, IV, VI,  : Stroke mengakibatkan paralisis otot akularis didapatkan penurunan
 kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
N V                  : Pada beberapa kondisi stroke terjadi paralisis nervus trigeminus
  didapatkan penurunan koordinasi gerak mengunyah.
N VII                : Presepsi pengecapan normal, wajah osimetris.
N VIII              : Tidak didapatkan tuli konduktif dan tuli presepsi.
                       N IX, X            : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
N XI, XII         : Lidah simetris, terdapat defiasi pada suatu sisi, indra pengecapan
  normal.
6.               Sistem Motorik.
Srtroke adalah penyakit motorik neuron yang mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motorik melintas, gangguan ontrol motorik volunter pada satu sisi tubuh dapat menimbulkan kerusakan pada neuron motorik pada sisi yang berlawanan dari otak.
v  Inspeksi umumnya didapatkan hemiplegic dan hemiparesis.
v  Tonus otot meningkat.
v  Kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0
v  Keseimbangan dan koordinasi mengalami gangguan karena hemiparesis dan hemiplegi.
7.               Sistem Sensorik
v  Didapatkan ketidak mampuan untuk menginterprestasikan sensori.
v  Dapat terjadi kehilangan proprioseptif / kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
f.       Pengkajian Data Lain
1.      Aktifitas dan istirahat
Tanda :
Ø  Kesulitan dalam beraktifitas, kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis.
Ø  Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri/kejang otot)
Gejala :
Ø  Perubahan tingkat kesadaran.
Ø  Perubahan tonus otot (Flaksid/Spasia), paralisis (hemiplegia), kelemahan umum.
Ø  Gangguan penglihatan.
2.      Sirkulasi
Tanda :
Ø  Riwayat penyakit jantung, polisitemia
Gejala :
Ø  Hipertensi arterial
Ø  Disritmia, perubahan EKG
Ø  Pulsasi : Kemungkinan bervariasi
Ø  Denyut karotis, femoralis dan artei iliaka atau aorta abdominal
3.      Integeritas Ego
Tanda :
Ø  Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Gejala :
Ø  Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan, kegembirahan.
Ø  Kesulitan berekspresi diri.
4.      Eliminasi
Tanda :
Ø  Inkontinensia, anuria
Ø  Distensi apdomen ( kandung kemih penuh),tidak ada suara usus (ileus paralitik).
5.      Makanan / Minuman
Tanda :
Ø  Napsu makan hilang
Ø  Nauea
Ø  Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia.
Ø  Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Gejala :
Ø  Problem dalam mengunyah (menurunnya reflex platum, faring).
Ø  Obesitas .
6.      Sensori Neural
Tanda :
Ø  Pusing / syncope
Ø  Nyeri kepala :pada perdarahan intraserebral atau perdarahan sub arachnoid
Ø  Kelemahan, kesemutan, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh / mati.
Ø  Penglihatan berkurang.
Ø  Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral, pada ekstermitas,dan pada muka.
Ø  Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Gajala :
Ø  Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku dan gangguan fungsi kognitif.
Ø  Ekstermitas : Kelemahan/ pralisis.
Ø  Wajah : Pralisis.
Ø  Afasia (Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata-kata.
Ø  Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran
Ø  Aparaksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Ø  Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tidak bereaksi
7.      Nyeri/ Kenyamanan
Tanda :
Ø  Sakit kepala yang berfariasai intensitasnya.
Gejala :
Ø  Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial.
8.      Respirasi
Tanda :
Ø  Perokok (faktor resiko)
Gejala :
Ø  Kelemahan menelan, batuk.
Ø  Timbulnya pernapasan yang sulit/ tidak teratur
Ø  Suara napas terdengar ronchi.
9.      Keamanan
Tanda :
Ø  Motorik/ sensorik : masalah dengan penglihatan
Ø  Perubahan presepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat, objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
Ø  Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/ gangguan regulasi suhu tubuh.
Ø  Gangguan dalam memutuskan perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
10.  Interaksi Sosial
Tanda :
Ø  Problem berbicara, ketidak mampuan berkomunikasi.
11.  Pengajaran / Pembelajaran
Tanda :
Ø  Riwayat hipertensi keluarga, stroke
Ø  Penggunaan kontrasepsi oral
2.2.2  Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan perfusi jaringan serebal b/d intruksi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral dan edema serebral.
  2. Peningkatan Tekanan Intra Kranial b/d edema otak.
  3. Nyeri kepala b/d peningkatan produksi asam laktat.
  4. Resti cedera b/d kerusakan korteks somato sensorik, penurunan sensasi rasa-raba.
  5. Gangguan harga diri rendah b/d perubahan biofisik, psikosial, preseptual kognitif.
  6. Resiko tinggi menelan b/d kerusakan neuromuskuler atau preseptual.
  7. Gangguan komunikasi verbal b/d lesi pada area wernikc dan broca, disfasia ekspresif dan reseptif.
  8. Perubahan presepsi sensori b/d edema pupil dan pedarahan retina.
  9. Gangguan pola eliminasi BAB b/d penurunan peristaltic usus, konstipasi.
  10. Gangguan pola eliminasi BAK b/d hilangnya control urinarius eksternal, inkontinensia urine.
  11. Koping individu inefektif  b/d kerusakan fungsi presepsi, penurunan intelektual lupa.
  12. Kerusakan mobilitas fisik b/d hemiplegi/ hemiparese.
  13. Kurang perawatan diri b/d penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control atau koordinasi otot.
  14. Kerusakan integeritas kulit b/d dekubitus, imobilisasi.
  15. Kurang pengetahuan b/d kurang terpajan informasi tentang kondisi, pengobatan dan perawatan.

  2.2.3 Intervensi Keperawatan
Dx  I : Gangguan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral dan edema serebral.
Tujuan :          
Ø  Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori.
Ø  Menempakan stabilitas TTV.
Kriteria Hasil :
Ø  Peruahan tingkat kesadaran, kehilangan memori.
Ø  Perubahan respon sensorik-motorik
Ø  Perubahan tanda-tanda vital.
Intervensi :
1.         Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
R/. Mempengaruhi penetapan intervensi, kerusakan atau kemunduran tanda dan gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan pembedahan dan pasien harus dipindahkan keruangan perawatan kritis.
2.         Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
R/. Mengetahui kecendrungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK, dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan atau resolusi kerusakan system saraf pusat dapat menunjukan Tiansient Ischemie Ahac ( TIA)
3.         Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien sadar.
R/. Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indicator dari lokasi atau derajat gangguan serebral.
4.         Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung tatu aktivitas pasien sesuai indikasi.
R/. Aktivitas/ stimulus yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik.
5.         Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipotensi dan hipertensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
R/. Hipotensi postural dapat menjadi factor pencetus, hipertensi dapat terjadi karena syok.
Dx 2 : Peningkatan tekanan intra kranial b/d edema otak.
Tujuan : Menurunkan dan menghilangkan terjadinya peningkatan TIK.
Kriteria hasil : klien tidak gelisa, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah serta TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1.         Kaji factor penyebab dari situasi atau keadaan indifidu/penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/. Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi atau tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tidak pembedahan.
2.         Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R/. Adanya peningkatan tensi, bradikardia, disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
3.         Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan.
R/. Panas merupakan reflex dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2 ak  an menunjang peningkatan TIK.
4.         Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
R/. Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan vena jugularis dan menghambat aliran darah otak.
5.          Berikan periode istirahat antara tindakan perawat dan batasi lamanya prosedur.
R/. Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.
6.         Berikan penjelasan pada klien ( jika sadar ) dan keluarga tentang sebab dan akibat TIK meningkat.
R/. Meningkatkan kerja sama dalam peningkatan peraswatan klien dan mengurangi kecemasan.
Dx 3 : Nyeri kepala b/d peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan : Mengurangi rasa nyeri.
Kriteria hasil :
Ø  Melaporkan penurunan rasa nyeri
Ø  Mengidentifikasi cara-cara untuk mengatasi nyeri.   
Intervensi :
1.         Kaji terhadap adanya nyeri. Bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 – 10.
R/. Pasien bias melaporkan nyeri diatas tingkat cedera.
2.         Berikan tindakan kenyamanan misalnya perubahan posisi, masase, kompres hangat dan dingin sesuai indikasi.
R/. Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosional.
3.         Dorong penggunaan teknik relaksasi misalnya pedoman imajinasi, fisualisasi, latihan napas dalam. Berikan aktivitas hiburan misalnya televise, radio, kunjungan tidak terbatas.
R/. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
4.         Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda-tanda vital yang tidak dapat di jelaskan.
R/. Petunjuk non verbal dari nyeri/ ketidaknyamanan memerlukan intervensi.
5.         Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi misalnya analgetik.
R/. Dibutuhkan untuk menghilangkan nyeri, menghilangkan ansietas dan meningkatkan istirahat.
Dx 4 : Resti Cedera b/d kerusakan somato sensorik, penurunan sensasi rasa raba.
Tujuan : Menunjukan cedera hilang dan berkurang.
Kriteria Hasil : Mempertahankan resiko timbulnya cedera.
Intervensi :
1.         Pertahankan tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti bantal pasir.
R/. Membantu meningkatkan proses penyembuhan.
2.         Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh atau merabah.
R/. membvantu pasien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan penggunaan dari daerah yang terpengaruh.
3.         Hindari kebisingan/ stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
R/. Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/ kebingungan yang berhubungan dengan cedera berlebihan.
4.         Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek dan mudah dipahami.
R/. Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahama yang mengakibatkan klien cemas.
5.          Berikan penjelasan yang benar sebelum melakukan tindakan keperawatan.
R/. Mengurani kecemasan klien, sehingga klien tenang dalam melakukan tindakan keperawatan.
6.         Berikan dan sampaikan kepada klien dan keluarga secara jujur dan terbuka tentang kondisi klien yang sebenarnaya.
R/. Klien menjadi lebih tenang dan tidak cemas.
Dx 5 : gangguan harga diri rendah b/d perubahan biofisik, pisikososial, perceptual dan kognitif.
Tujuan :
Ø  Menunjukan harga diri yang baik
Ø  Menunjukan situasi dan kondisi yang baik tanpa menunjukan harga diri negative.
Kriteria Hasil :
Ø  Berkomunikasi dengan orang tedekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
Ø  Mengungkapkan penrimaan pada diri sendiri dalam situasi mengeali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dan cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative.
Intervensi :
1.         Kaji luasnya gangguan presepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuannya.
R/. Penentuan factor-faktor secarah individu membantu dalam mengembangkan perencanaan asuhan atau pilihan intervensi.
2.         Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
R/. Mendemonstrasikan penerimaan atau membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan ini.
3.         Dorong orang terdekat agar memberikan kesempatan kepada klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
R/. Membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan diri dan meningkatkan proses rehabilitas.
4.         Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti meningkatkan minat/ partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitas.
R/. Mempersyaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
Dx 6 : Resiko tinggi menelan b/d kerusakan neuromuskuler dan presptual.
Tujuan :
Ø  Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah.
Ø  Mempertahankan berat badan yang diinginkan.
Kriteria Hasil :
Ø  Klien menunjukan berat badan yang normal.
Ø  Klien menunjukan kemampuan menelannya baik.
Intervensi :
1.         Kaji kemampuan menelan pasien secara individual, catatluasnya paralisis, fasial, gangguan lidah. Timbang BB sesuai kebutuhan.
R/. identifikasikan kemampuan menelan pasien untuk menentukan pemilihan intervensi yang tepat.
2.         Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
R/. Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa adanya gangguan dari luar.
3.         Berikan makanan peroral ehengah cair / makanan lunak. Bantu pasien untuk memilih makanan yang tidak dikunyah dan mudah ditelan.
R/.Makanan lunak lebih mudah untuk mengenalikannya di dalam mulut, menurunkan resiko trejadinya aspirasi.
4.         Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
R/. Menguatkan otot fasialis dan otot menelan serta menurunkan resiko terjadinya tersedak.
5.          Berikan cairan melalui IV dan makanan melalui selang.
R/. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan makanan jika pasien tidak mampu memasukan lewat mulut.
Dx 7 : Gangguan komunikasi verbal b/d lesi pada area wernikc dan broca, disfasia ekspresif dan reseptif.
Tujuan :
Ø  Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.
Ø  Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
Ø  Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
Kriteria Hasil :
Ø  Klien dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
Ø  Klien menunjukan komunikasi dengan sesamanya dengan jelas.
Intervensi :
1.         Kaji derajat disfungsi, seperti klien mengalami kesulitan berbicara dan membuat pengertian sendiri.
R/. Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam seluruh tahap komunikasi.
2.         Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
R/. Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3.         Tunjukan objek dan minta klien untuk menunjukan nama dari objek tersebut.
R/. Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik seperti klien mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
4.         Minta klien untuk mengungkapkan suara sederhana sepertui “Pus”.
R/. Mengidentifikasi adanya disfasia sesuai komponen motorik dari bicara yang dapat mempengaruhi artikulasi.
5.          Anjurkan kepada orang terdekat untuk tetap memelihara komunikasi dengan klien.
R/. Mengurangi isolasi social pasien dan meningkatkan terciptanya komunikasi yang efektif.
Dx 8 : Perubahan presepsi sensori b/d edema pupil dan perdarahan retina.
Tujuan :
Ø  Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
Ø  Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residual.
Ø  Memulihkan kembali ketajaman penglihatan.
Kriteria Hasil :
Ø  Menunjukan penglihatan kembali normal.
Ø  Mengatakan perdarahan retina hilang.
Intervensi :
1.         Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul.
R/. Penurunan terhadap kesadaran sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/ posisi tubuh.
2.         Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal.
R/. Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/ benda dapat membantu masalah resepsi, mencegah pasien dari terkejut.
3.         Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
R/. Menurunkan atau mengatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkindapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan.
4.         Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan.
R/. meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
5.         Hindari kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
R/. Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan atau kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan.
6.         Lakukan validasi terhadap presepsi pasien. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan.
R/. Membantu pasien untuk mengidentifikasikan ketidakkonsistenan dari presepsi dan integritas stimulus dan mungkin menurunkan distorsi presepsi pada realitas.
Dx 9 : Gangguan pola eliminasi BAB b/d penurunan peristaltik usus, Konstipasi.
Tujuan ;
Ø  Menunjukan pola eliminasi BAB yang lancer.
Ø  BAB kembali normal.
Kriteria Hasil :
Ø  Membuat pola yang normal dari fungsi usus.
Ø  Mengeluarkan feses lunak/ konsitensi agak berbentuk tanpa mengejan.
Intervensi :
1.         Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.
R/. Distensi dan hilangnya peristaltik usus merupakan tandah bahwa fungsi defekasi hilang yang kemungkinan berhubungan dengan kehilangan persarafan parasimpatik usus besar dengan tiba-tiba.
2.         Anjurkan klien untuk melakukan pergerakan/ ambulasi sesuai kemampuan.
R/. Menstimulasi peristaltik yang memfasilitasi kemungkinan terbentuknya flatus.
3.          Mulai untuk meningkatkan diet sesuai toleransi pasien.
R/. Makanan padat akan dimulai pemberiannya sampai peristaltik kembali timbul/ sampai ada flatus.
4.         Berikan selang rectal, supositoria, dan enema jika diperlukan.
R/. Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi abdomen, meningkatkan kebiasaan defekasi yang normal.
5.         Klaborasi, berikan obat laksatif, pelembek feses sesuai kebutuhan.
R/. Melembekan feses, meningkatkan fungsi defekasi sesuai kebiasaan, menurunkan ketegangan.
Dx 10 : Gangguan pola eliminasi BAK b/d hilangnya kontrol urinarius eksternal, inkontinensia urine.
Tujuan : Mengosongkan kandung kemih secara adekuat sesuai kebutuhan individu.
Kriteria Hasil :
Ø  Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
Ø  Mempertahankan keseimbangan masukan/ haluan dengan urine jernih, bebas bau
Ø  Mengungkapkan/ mendemonstrasikan perilaku dan teknik untuk mencegah retensi/ infeksi urinarius.
Intervensi :
1.         Kaji pola berkemih, sepertin frekuensi dan jumlahnya. Bandingkan haluan urine dan masukan cairan dan catat berat jenis urine.
R/. Mengidentifikasi kandung kemih (Mengosongkan kandung kemih)
2.         Palpasi adanya distensi kandung kemih dan observasi pengeluaran urine.
R/. Disfungsih kandung kemih berfariasi, ketidakmampuan berhubungan dengan hilangnya kontraksi kandung kemih.
3.          Anjurkan pasien untuk minum/ masukan cairan (2-4 L/Hari)
R/. Membantu mempertahankan fungsi ginjal, mencegah infeksi dan pembentukan batu.
4.         Observasi adanya urine seperti awan atau berdarah, bau yang tidak enak.
R/. Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan atau ginjal dapat menyebabkan sepsis.
5.          Bersikan daerah perineum dan jaga agar tetap kering, lakukan perawatan keteter jika perlu.
R/. Mencegah terjadinya retensi urine dan untuk memantau haluaran.
Dx 11 : Koping individu inefektif b/d kerusakan fungsi presepsi.
Tujuan : Mampu mengungkapkan diri sendiri untuk mengatasi keadaan.
Kriteria hasil :
Ø  Mendemonstrasikan tingkah laku koping yang positif dalam menghadapi kondisi.
Ø  Menggunakan system penyokong yang ada secara efektif.
Intervensi :
1.         Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien di rumah.
R/. Dapat memudahkan beban trehadap penanganan dan adaptasi di rumah.
2.          Berikan waktu / dengarkan hal- hal yang menjadi keluhan / kecemasan klien.
R/. Orang terdekat memerlukan dukungan yang terus menerus dengan berbagai masalah yang dihadapi. 
3.         Berikan umpan balik yang positif terhadap setiap usaha yang dilakukan.
R/. Memberikan keyakinan pada individu agar tidak menimbulkan kecemasan.

4.         Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.
R/. Membantu menghikangkan rasa kesepian.
5.          Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti perawatan lansia pada siang hari, pelayanan di rumah.
R/. Koping dengan individu seperti ini adalah tugs purna waktu dan membuat frustasi.
Dx 12 : Kerusakan mobilitas fisik b/d hemiplegi.
Tujuan :
Ø  Tidak ada kontraktur dan terpeliharanya integritas kulit
Ø  Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan dan kompensasi dari bagian tubuh.
Kriteria hasil:
Ø  Mempertahankan posisi yang optimal yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
Ø  Mampertahankan atau meningkatkan kekuatan dari fungsi bagian tubuh yang sakit.
Ø  Mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas serta memertahankan integritas kulit.
Intervensi :
1.         Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur, klasifiasikan melalui skala 0 – 4.
R/. Mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pmulihan.
2.         Ubah posisi minimal tiap 2 jam ( miring, telentang )
R/. Menurunkan resiko terjadinya trauma / iskemia jaringan.
3.         Lakukan gerakan aktif dan pasif pada semua ekstermitas, sokong ekstermitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki selama periode paralisis.
R/. Meminimalkan atrofi otot, menurunkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktus, menurunkan resiko terjadinya hiperkalasuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan.
4.         Gunakan penyangga lengan ketika klien berada dalam posisi tegak sesuai indikasi.
R/. Sela paralisis faralisias laksid, penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya sublucsasio lengan dan sindrom bahu.
5.          Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
R/. Mempertahankan posisi fungsional.
6.         Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk di tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
R/. Membantu dalam melatih kembali fungsi saraf, meningkatkan respon motorik.
7.         Observasi daerah yang terkenah termasuk warna, edema atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
R/. jaringan yang mengalami edema lebih muda mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
8.         Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dan obat-obat medis.
R/. Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti.
Dx 13 : Kurang perawatan diri b/d penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
Tujuan :
Ø  Mendemontrasikan teknik atau perubahan gaya hidup yang memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Ø  Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
Kriteria Hasil : Menunjukan mampu merawat diri sesuai kemampuan.
Intervensi :
1.         Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan dengan skala untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
R/. Membentu dalam mengantisipasi/ merencanakan pemenuhan kebutuhan secarah individual.
2.          Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R/. Untuk mencegah frustasi adalah penting bagi pasien untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
3.         Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan.
R/. Meningkatkan persamaan makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk berusaha.
4.         Pertahankan dukungan sikap yang tegas, berikan pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.
R/. Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberian asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten.
Dx 14 : Kerusakan integeritas kulit b/d dekubitus.
Tujuan : meningkatkan kemampuan dalam mencegah kerusakan kulit.
Kriteria Hasil :
Ø  Mengidentifikasi faktor resiko individual
Ø  Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan tindakkan
Ø  Berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1.         Inspeksi seluruh area kulit, catat pengisian kapiler, adanya kemerahan dan pembengkakan..
R/. Kulit biasanya cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer, ketidakmampuan untuk melakukan tekanan, imobilisasi.
2.         Observasi tempat masuknya halo dan tong, catat adanya pembengkakan, kemerahan dan adanya darainase.
R/. Daerah ini cendrung terkenah radang dan infeksi dan merupakan rute bagi mikroorganisme patologis.
3.         Lakukan masase dan lubrikasi pada kulit dengan minyak.
R/. Meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit, mengurangi terjadinya ulserasi.
4.         Lakukan perubahan posisi sesering mungkin di tempat tidur atau sewaktu duduk.
R/. Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mencegah timbulnya luka dekubitus.
5.         Bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah-daerah dengan kelembaban tinggi seperti perineum.
R/. Kulit yang bersih dan kering tidak akan cenderung mengalami kerusakan.
6.            Kolaborasi, berikan terapi kinetic dan berikan tekanan sesuai kebutuhan.
R/. Meningkatkan sirkulasi sistenik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.
Dx 15 : Kurang pengetahuan b/d kurang terpajang informasi tentang pengobatan dan perawatan.
Tujuan : Menunjukan mampu memahami kondisi penyakitnya, memahami tindakan asuhan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien mengataklan apa yang dijelaskan dan dianjurkan mengenai kondisinya.
Intervensi :
1.         Kaji tingkat pemahaman klien terhadap semua tindakan kesehatan.
R/. Mengetahui pemahaman klien dan mencegah terjadinya kecemasan.
2.         Jelaskan secarah benar dan tepat tentang keadaan yang dialami klien.
R/. Memberikan dasar konsep agar klien kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
3.         Hindari konfontasi.
R/. Konfontasi dapat meningkatkan rasa marah dan mengurani kerja sama dan dapat memperlambat penyembuhan.
4.         Berikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan tentang keluhan yang dirasakan.
R/. Dapat menciptakan kerja sama dan kepercayaan akan semua tindakan kesehatan.
2.2.4 Implementasi
            Sesuai Intervensi
2.2.5 Evaluasi
            Sesuai tujuan dan kriteria hasil.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Stroke merupakan sindrom klinis yang awalnya timbil mendadak, progresif, cepat berupa deficit neurologis vocal atau global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Emata-mata disebabkan oleh perdarahan otak non tromatik.
            Stroke hemoragik merupakan disfungsih neurologis vokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. Timbulnya lesi is kemik atau lesi perdarahan di dalam pembuluh darah intracranial. Stroke atau penyakit serebrofaskuler menunjukan adanya bebereapa kelaianan otak baik secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari sistem pembuluh darah otak.
            Gejala-gejala munculnya stroke akibat daerah-daerah tertentu tidak berfungsih yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke daerah tersebut. Gejalah tersebut bersifat :
Ø  Sementara yang disebut TIA (Transien ischemic attack)
Ø  Sementara namun lebih dari 24 jam disebut reversible ischemic neurologic devisit
Ø  Gejalah makin lama makin berat dan menetap.
3.2 Saran
            Setelah mempelajari dan memahami isi dari makalah ini saran yang harus didapatkan adalah sebagai berikut ;
1.         Bagi mahasiswa/I S1 Keperawatan mampu memberikan contoh, dan teladan agar selalu membiasakan hidup sehat.
2.         Kepada petugas kesehatan harus mampu memberikan dan menyampaikan kepada semua pasien agar selalu hidup sehat serta hindari kebiasaan hidup dari merokok, minuman beralkohol serta mengkonsumsih obat terlarang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar