BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dengan bertambahnya usia harapan hidup
orang Indonesia, maka jumlah manusia lanjut usia Republik ini akan bertambah
banyak pula salah satu penyakit yang harus diantisipasi adalah semakin
banyaknya penyakit Osteoporosis dan patah tulang yang diakibatnya (Bayu Santoso
2001).
Pada tahun 60 an
kedepan akan terjadi perubahan demugrafik yang akan meningkatkan populasi warga
usia lanjut dan meningkatkan terjadinya patah tulang karena osteoporosis yang
pada tahun 1990 mencapai 1,7 jutaq akan menjadi 6,3 juta pada tahun 2050,
kecuali jika ada tindakan pencegahan yang agresif (Joewono Soerono, 2001).
Di Surabaya berdasarkan
pengamatan Prof. Dr. Djoko Poeshadi pada penelitian tahun 1997, 26 %
diantaranya wanita pasca menoupouse mengalami osteoporosis.
Osteoporosis di
defenisikan sebagai kelainan skeletal yang ditandai dengan adanya gangguan
kekuatan tulang yang mengakibatkan tulang menjadi lebih besar resikonya untuk
mengalami patah tulang (Edi Mutamsir, 2001).
Osteoporosis dibagi menjadi
3 yaitu : Osteoporosis primer, Osteoporosis skunder, dan Osteoporosis
idiopatik. Osteoporosis skunder adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebab dan merupakan kelompok yang terbesar. Ada dua faktor yang menjadi penyebab utama yang terjadinya
osteoporosis yaitu faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah.
1.2
Perumusan
Masalah
Dalam
penulisan makalah ini masalah – masalah yang akan dibahan :
Ø Apa
pengertian Osteoporosis
Ø Pembagian
Osteoporosis
Ø Patofisioligi Osteoporosis
Ø Tanda
dan gejala Osteoporosis
Ø Diagnosa keperawatan Osteoporosis
Ø Faktor
resiko Osteoporosis
1.3
Tujuan
Penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Tujuan umum ini untuk
mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya Osteoporosis di ruang
rawat.
1.3.2
Tujuan Khusus adalah :
a. Mempelajari
karakteristik penderita Osteoporosis
b. Mempelajari
pengaruh merokok terhadap Osteoporosis
c. Mempelajari
pengaruh alcohol terhadap Osteoporosis
d. Mempelajari
pengaruh menoupause terhadap Osteoporosis
e. Mempelajari
pengaruh kopi terhadap Osteoporosis
f. Mempelajari
pengaruh latihan terhadap Osteoporosis
1.4
Manfaat
Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan antara lain :
1. Sebagai
bahan masukan bagi instansi terkait dalam penanggulangan penyakit Osteoporosis
dimana yang akan datang.
2. Sebagai
bahan bagi masyarakat manapun peneliti berikutnya yang akan melakukan
penelitian yang berhubungan dengan Osteoporosis
3. Sebagai
bahan bagi penulis untuk mengembangkan dan mengaitkan pengetahuan secara
keterampilan penulis dalam penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
KONSEP
DASAR TEORI
A.
Pengertian
ü Osteoporosis
adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresi, sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral – mineral sepertoi kalsium
dan fosfat sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak dapat
mengatur kadar mineral dalam tulang. Maka tulang menjadi kurang padat dan lebih
mudah rapuh
ü Osteoporosis
adalah kondisi terjadinya penurunan densitas / matris / massa tulang.
Peningkatan porositas tulang dan penurunan meineralisasi disertai dengan
kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan
kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah parah (buku ajar klien dengan
keperawatan klien gangguan system muskuluiskeletal).
ü Osteoporosis adalah penyakit yang
ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur
jaringan tulang. Osteoporosis bukan hanya berkurangnya kepadatan tulang tetapi
juga penurunan kekuatan tulang. Pada osteoporosis kerusakan tulang lebih cepat
daripada perbaikan yang dilakukan oleh tubuh. Osteoporosis sering disebut juga
dengan keropos tulang. Tulang-tulang yang sering mengalami fraktur/patah yaitu
: tulang ruas tulang belakang, tulang pinggul, tungkai dan pergelangan lengan
bawah. (WHO).
B.
Etiologi
1. Faktor genetic
2. Faktor mekanis
3. Kalsium
4. Protein
5. Estrogen
6. Rokok dan kopi
7. Alkohol
C. Manifestasi
1. Nyeri tulang akut.Nyeri terutama terasa pada
tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri
timbul mendadak.
2. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di
tempat tidur.
3. Nyeri ringan pada saat bangun
tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
4. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur
traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla
spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
5. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien
(terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan
sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien
biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung
akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah
jatuh.
6. Kecenderungan penurunan tinggi
badan.
7. Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari Deformitas
vertebra thorakalis.
D. Patofisiologi
Remodeling tulang
normal pada orang dewasa akan meningkatkan masa tulang sampai sekitar usia 35
tahun. Faktor – faktor genetic (usia dan jenis kelamin, nutrisi, gaya hidup alkohol, kopi, dan perokok dan penggunaan obat
secara menahun akan mempengaruhi puncakmasa
tulang.
Kehilangan
karena usia mulai terjadi setelah tercapainya puncak massa tulang,
menghilangkan fungsi hormone estrogen pada saat menopause, mengakibatkan
percepatan resorbsi tulang dan berlangsung terus menerus selama bertahun –
tahun pasca menopause. Pria mengalami masa puncak tulang lebih lama dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak akibatnya insiden osteoporosis pada pria
lebih rendah.
Faktor
nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis vitamin D penting dalam absorbsi kalsium dan memineralisasi tulang
normal, diet yang mengandung kalsium dan vitamin D harus mencakupi untuk
mempertahankan remodeling tulang dan fungsi tubuh.Asupan kalsium dan vitamin D
yang tidak mencakupi selama bertahun – tahun mengakibatkan pengurangan masa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
Gaya
hidup (alcohol, kopi, nikotin) kebiasaan yang terus menerus akan menyebabkan
melesmahnya daya
serap terhadap kalsium dari darah ketulang sehingga pembentukan tulang dari
osteoblas berkurang dan akan terjadi penurunan masa tulang.
Selain
itu penggunaan obat – obatan secara terus menerus seperti obat diuretik glukokortikoid, yang mengandung
alumunium akan
meningkatkan eliminasi kalsium melalui penyerapan kalsium kedalam tulang
menjadi berkurang sehingga terjadi penurunan massa tulang atau osteoporosis.
E.
Klasifikasi
1.
Osteoporosis primer
a. Tipe
1 adalah tipe yang terjadi pada wanita pasca menopause
b. Tipe
2 adalah tipe yang terjadi pada usia lanjut baik pria maupun wanita
2.
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit
– penyakit tulang erosive misalnya myeloma multiple, hipertiroidisme dan akibat
obat – obat yang fosik untuk tulang (glukokortioid)
3.
Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya dan ditemukan pada :
a. Usia
kanak – kanak (juvenil)
b. Usia
remaja (adoisen)
c. Wanita
pra menopause
d. Pria
usia pertengahan
F.
Pemeriksaan Diagnostic
ü Pemeriksaan
X – ray
ü Pemeriksaan
absorplosmetri
ü Pemeriksaan
computer topografi (CT)
ü Pemeriksaan
biopsi
ü Pemeriksaan
laboratorium
G.
Penatalaksanaan
1.
Medic
a) Radiologi
b) Pengukuran
masa tulang
c) Pemeriksaan
lab konvulsi
d) Pengukuran
densitas tulang
e) Memperhatikan
factor resiko (wanita, tulang)
f) Pemberian
obat anti inflamasi
H.
Pencegahan
1.
Mencegah osteoporosis dimulai dari
kanak-kanak dan remaja dengan pembentukan kebiasaan berolahraga dan nutrisi
yang baik selama hidup untuk memperkuat tulang.
2.
Seplemen vitamin D dan kalsium melalui
makanan mengurangi perkembangan osteoporosis pada lansia dan merupakan komponen
esensial dalam pencegahan.
3.
Kebiasaan berolahraga dan nutrisi yang
baik selama hidup untuk memperkuat
tulang. Suplemen
mencegah osteoporosis dimulai dari kanak – kanak dan remaja dengan pembentukan
vitamin D dan kalsium melalui makanan mengurangi perkembangan osteoporosis pada
lansia dan merupakan komponen esensial dalam pencegahan.
I.
Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang
secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.Osteoporosis sering
mengakibatkan fraktur.Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan
lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur
colles pada pergelangan tangan.
Patofisiologi
b/d Penyimpangan KDM
|
2.
KONSEP
DASAR ASKEP
A.
Pengkajian
a.
Identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
pendidikan)
b.
Riwayat Penyakit
ü Keluhan
utama : klien mengatakan nyeri tulang, mengalami penyakit yang sama tulang
belakang bungkuk klien menggunakan penyangga tulang belakang.
ü Riwayat
penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
ü Riwayat
hubungan social : hubungan klien dengan keluarga baik.
c.
Pemeriksaan fisik
Pada
pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B (Breathing, blood, brain, bladder,
bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada,
apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan
nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi
badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang.
1.
B1
(breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki.
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki.
2. B2
(blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
3. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
4. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan.
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan.
5. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
6. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis
B. Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebrata
b. Intoleransi b/d disfungsi sekunder
c. Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh
d. Kurang perawatan diri b/d keletihan atau
gangguan gerak
e. Gangguan citra diri b/d perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis
f. Gangguan eliminasi b/d kompresi syaraf
pencernaan ileus paralitik
g. Kurangnya pengetahuan b/d kurang
terpajarnya informasi.
C.
Rencana Intervensi Keperawatan
a.
Nyeri akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebrata
Tujuan : setelah diberikan tidakan keperawatan diharapkan
nyeri berkurang dengan kriteria
hasil :
ü Klien
tampak rileks
ü Klien
dapat tenang dan bisa
beristirahat (tidur)
ü Klien
dapat mandiri dan perawatan secara mandiri serta sederhana.
Intervensi
keperawatan :
ü Evaluasi
keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, perhatian lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas skala (1 – 10), perhatikan petunjuk nyeri.
R/ mempengaruhi pilihan atau
pengawasan keefektifan intervensi yang diberikan.
ü Ajarkan
tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyeri
R/ alternative lain untuk
mengurangi rasa nyeri misalnya : kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah
kesalahan posisi pada tulang belakang.
ü Dorong
menggunakan teknik manajemen stress, relaksasi progresif, latihan napas dalam.
R/ menfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan rasa control yang dapat meningkatkan kemampuan koping dalam
manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
ü Kolaborasi
dalam pemberian obat sesuai indikasi
R/ diberikan untuk menurunkan rasa
nyeri.
b.
Intoleransi aktivitas b/d disfungsi sekunder
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu melakukan
mobilitas fisik dengan kriteria
hasil :
ü Klien
dapat meningkatkan mobilitas fisik berpartisipasi dalam aktivitas yang ingin /
di perlukan.
ü Klien
mampu melakukan aktivitas hidup sehari – hari secara mandiri.
Intervensi
keperawatan :
ü Kaji
tingkat kemampuan klien yang masih ada.
R/ sebagai dasar untuk memberikan
alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuan.
ü Ajarkan
klien tentang aktivitas hidup sehari – hari yang dapat dikerjakan.
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan
otot dan stimulasi sirkulasi darah.
ü Berikan
dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan ini secara bertahap, jika
dapat ditoleransi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah
peningkatan kerja jantung tiba – tiba, memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
ü Kolaborasi
pemberian fisiotherapy
R/ dengan fisiotherapy dapat mempercepat
proses penyembuhan pada klien.
c.
Resiko cedera b/d disfungsi skunder,
perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan : agar cedera tidak terjadi
kriteria
hasil : klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur.
Intervensi keperawatan :
ü Anjurkan
klien untuk beraktivitas secara perlahan, tidak naik tangga dan tidak
mengangkut beban berat.
R/ pergerakan yang cepatakan memudahkan
terjadinya fraktur
komprensi vertebrata pada kl\ien osteoporosis.
ü Tempatkan
klien pada tempat tidur yang lebig rendah, berikan penerangan lingkungan yang
cukup dan pada ruangan yang mudah diobservasi.
R/ jauhkan klien dari lingkungan yang
berbahaya yang dapat mencederai klien.
ü Anjurkan
keluarga klien untuk selalu berada disamping klien.
R/ membantu klien dalam melakukan
aktivitasnya.
d.
Kurang perawatan diri b/d keletihan dan
gangguan gerak
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan, perawatan
diri klien dapat terpenuhi.
kriteria
hasil : klien mampu menggungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang keberhasilan diri secara optimal.
Intervensi keperawatan
:
ü Kaji
kemampuan untuk beraktivitas dalam setiap aktivitas perawatan diri
R/ untuk melihat sejauh mana klien mampu
melakukan perawatan diri secara maksimal.
ü Berikan
perlengkapan diri secara adaptif jika dibutuhkan, misalnya : kursi dibawah
pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki, keset yang tidak
licin.
R/ peralatan adaptif untuk membantu
klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai
kemampuannya.
ü Rencana
individu untuk belajar dan mendemonstrasikan suati bagian aktivitas sebelum
beralih ketingkat yang lebih lanjut.
R/ bagi klien lansia satu bagian
aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk
mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri.
ü Anjurkan
kepada keluarga klien untuk selalu membantu klien dalam perawatan diri.
R/ dapat membantu klien dalam perawatan
diri secara optimal.
ü Anjurkan
klien tentang teknik – teknik perawatan diri secara mandiri
R/ membantu klien dalam melakukan
perawatan diri agar tidak terjadi kecelakaan fisik.
e.
Gangguan citra diri b/d perubahan dan
ketergantungan fisik secara psikologis
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan klien
diharapkan dapat menunjukan adaptasi dan menyatakan penerimaannya pada situasi
diri.
Criteria hasil : klien mengenali dan
menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri
negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan pesan positif.
Intervensi keperawatan :
ü Dorongan
klien mengekspresikan nilai khususnya mengenai bagaimana klien merasakan,
memikirkan dan memandang dirinya.
R/ ekspresi emosi mambantu klien menerima
kenyataan dirinya.
ü Hindari
kritik negatif.
R/ kritik negative akan membuat klien
merasa rendah diri.
ü Kaji
derajat dukungan yang ada untuk klien
R/ dukungan yang cukup dari orang
terdekat dan teman yang akan membantu proses adaptasi dari klien itu sendiri.
ü Anjurkan
klien untuk selalu bergabung atau selalu berinteraksi dengan orang – orang
sekitarnya.
R/ meningkatkan interaksi dengan orang –
orang disekitarnya sehingga klien tidak merasa canggung dengan keadaannya.
f. Gangguan
eliminasi b/dkompresi syaraf pencernaan ileus paralitik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan eliminasi klien tidak terganggu.
Criteria
hasil :
klien mampu menyebutkan teknik eliminasi feses lunak dan berbentuk,
setiap hari atau tiga hari.
Intervensi
keperawatan :
ü Auskultasi
bising usus
R/
hilangnya bising usus merendahkan adanya paraletik usus.
ü Obser/vasi
adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang
R/
hilangnya peristaltic (karena gangguan syaraf) melumpuhkan usus, membuat
distensi usus.
ü Catat
frekuensi, karakteristik dan jumlah fase
R/
mengidentifikasikan derajat gangguan atau disfungsi dan kemungkinan bantuan
yang diperlukan.
ü Lakukan
latihan defekasi secara teratur
R/
program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
ü Anjurkan
klien untuk mengkonsumsi makanan yang berkonsentrat lunak, pemasukan cairan
yang lebih banyak.
R/
pemasukan cairan yang lebih banyak dan teratur misalnya jus atau sari buah.
g.
Kurang pengetahuan b/d kurang
terpaparnya informasi.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan
diharapkan klien memahami tentang penyakit OSTEOPOROSIS dan program terapi.
Criteria hasil :
klien mampu mengetahui tentang penyakitnya ; mampu menyebutkan program
terapi yang diberikan agar klien tampak tenang.
Intervensi keperawatan :
ü Kaji
ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
R/ memberikan pengetahuan dasar, dimana
klien dapat membuat pilihan berdasarkan makanan.
ü Ajarkan
pada klien tentang faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya Osteoporosis.
R/ informasi yang diberikan akan membuat
klien lebih memahami tentang penyakitnya.
ü Berikan
pendidikan pada klien mengenai efek samping penggunaan obat.
R/ supaya klien dapat mengerti dan
memahami agar tidak menggunakan obat – obat yang dapast menyebabkan
osteoporosis.
D.
Implementasi
Sesuai
dengan intervensi keperawatan.
E.
Evaluasi
Sesuai
criteria hasil dan tujuan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Osteroporosis
adalah suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh reduksi kepadatan tulang
sehingga mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis terjadi sewaktu kecepatan
absorbs tulang melebihi kecepatanpembentukan tulang. Tulang yang dibentuk
normal, namun jumlahnya terlalusedikit sehingga tulang menjadi lemah.Semua
tulang dapat mengalami osteoporosis walaupun osteoporosis biasanya timbul di
tulang – tulang panggul, paha, pergelangan tangan dan kolumna vetebralis.
B.
SARAN
1.
Bagi Perawat / Petugas Kesehatan Lainnya
Setelah membaca makalah
ini para perawat atau petugas kesehatan lainnya dapat memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif kepada klien yang menderita penyakit ini, agar
pasien dapat sembuh dari penyakitnya.
2.
Bagi Mahasiswa
Dengan membaca makalah
ini dapat memperoleh pengetahuan yang lebih luas lagi, dan dapat mempelajari
tentang proses terjadinya penyakit ini.
3.
Bagi Para Pembaca
Setelah membaca makalah
ini, pembaca dapat merubah pola hidup yang sebelumnya. Selain itu juga dapat memperbaiki pola hidup sehat yang
baik agar terhindar dari penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marlyn E. Asuhan
Keperawatan, edisi 32000. EGC. Jakarta
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan
Fisiologi Paramedis, 2009, GM. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar