BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke
atau gangguan perdarahan otak merupakan penyakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara cepat da tepat. Stroke juga merupakan
kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan perdarahan otak dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Menurut
WHO, Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal ( global ) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih menyebabkan kematian tanpa dadnya penyebeb lain yang
jelas selama vascular. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan
cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya
ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan lain sebagi gangguan fungsi otak.
Di
Indonesia ada banyak pasien yang mengalami Stroke dan bahkan banyak yang
meninggal akibat Stroke. Pada tahun 1995, melaporkan adanya 270 pasien yang
dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan ( 2:1 ).
Upaya-upaya
yang harus dilakukan agar mencegah terjadinya stroke harus mengurangi
kebiasaan-kebiasaan hidup seperti mengkonsumsi alkohol, merokok, dan
obat-obatan terlarang, serta aktifitas yang tidak sehat, kurang olahraga dan
mengkonsumsi makanan yang berkolesterol.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun asuhan
keperawatan pada pasien dengan “Stroke Hemoragic”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana konsep dasar medis dari Stroke
Hemoragic ?
2.
Bagaimana konsep dasar Askep Stroke
Hemoragi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
umum:
Setelah menyelesaikan makalah ini, di
harapkan mahasiswa /i S1 keperawatan memahami, menyusun dan memberikan askep
pada pasien dengan “Stroke Hemoragic”.
Tujuan
Khusus :
Setelah
menyelesaikan makalah ini, diharapka mahasiswa /i S1 Keperawatan mampu :
1.
Memahami konsep dasar medis dari “Stroke
Hemoragic” ( pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
penatalaksanaan, dan pemeriksaan diagnostic ).
2.
Memahami konsep dasar askep SH dari
pengkajian, diagnose Keperawatan dan intervensi.
1.4 Manfaat
Penulis Asuhan Keperawatan ini,
diharapkan kepada semua mahasiswa/ i S1 Keperawatan mampu :
- Memahami dan mengerti tentang penyakit Stroke Hemoragic.
- Agar mengetahui dan membedakan penyakit Stroke.
BAB II
TINJAUAN
TEORI
2.1
KONSEP DASAR MEDIS
2.1.1
Pengertian
a). Stroke Hemoragic : Perdarahan
serebral dan mungkin perdarahan subaracinoid yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak, umumnya terjadi pada saat aktivitas kesadaran menurun dan
penyebab yang banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol ( Arif
Mutagin, 2008 ).
b). Stroke Hemoragic : Disfungsi
Neorologi focal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma kapitis, disebapkan oleh karena
pecahnya pembulu arteri, vena, dan kapiler ( Djoenaidin widjaja at. al. 2004 ).
2.1.2 Etiologi
Ada beberapa fakor resiko yang
menyebabkan stroke hemoragic adalah sebagai berikut :
- Hipertensi
- AVM ( Arteriovenous Malformation ).
- Tumor otak
- Usia antara 40 – 75 Tahun
- Penyakit jantung
- Kebiasaan hidup ( merokok, alkohol, obat-obatan terlarang ).
- Diabetes Melitus
- Keturunan
2.1.3
Klasifikasi
Perdarahan
otak dibagi atas 2 ( dua ), yaitu :
Ø Perdarahan
Intraserebral
Pecahnya
pembuluh darah terutama karena hipetensi mengakibatkan darah masuk kedalam
jaringan otak, membentuk masa yanyg menekan jaringan otak dan menimbulkan
cedera otak. Peningkatan Tik yang terjadi cepat dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak.
Ø Perdarahan
subaraincid.
Perdarahan ini berasal
dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurima yang pecah ini berasal dari
pembulu darah dan cabang-cabang yang terdapat diluar pareulkim otak. Pecahnya
arteri dan keluar ke ruang subaraincid menyebabkan TIK meningkat mendadak vasospasme sehingga terjadi disfungsi
/defisit Neurologi.
2.1.4
Manifestasi klinis
Ø Timbul
mendadak
Ø Timbul
pada saat beraktifitas
Ø Timbul
sakit kepala hebat
Ø Muntah
Ø Udema
pupil
Ø Penurunan
kesadaran
Ø Perdarahan
Retina
Ø Kejang
2.1.5
Patofisiologi
Perdarahan pada otak
disebabkan oleh ruptur arteriorsklerotik dan hipertensi pembulu darah.
Perdarahan intraserebral yang luas akan menyebabkan kematian, karena perdarahan
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan TIK dan dapat menyebabkan
herniasi otak.
Pembulu darah otak yang
pecah menyebabkan darah mengalir ke subtansi atau ruang subrachnoid yang
menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.Adanya
perubahan komponen intracranial yang tidak dapat di kompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan tekanan intracranial yang bila berlanjut akan
menyebapkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, Darah
mengalir kesubstansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebapkan udema,
spasme pembulu darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran
darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
2.1.6
Pemeriksaan Penunjang
1.
CT Scan : Ditemukan massa kronial
dinishal bertambah (Lasi hiperdermi), memperlihatkan adaanya edema.
- Oftalmoskopi : Untuk mengetahui adanya perdarahan retina.
- Angiografi : Terdapat anurisme, AVM
4.
Lumbal fungsi : terdapat cairan
serebrosfinal meningkat dan terdapat perdarahan ( warna merah ) 1000/mm3.
2.1.7 Komplikasi
- Hipoksia Serebral.
- Embolisme Serebral
2.1.8
Penatalaksanaan
- Posisi kepala dan badan atas 200 – 300, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika terjadi.
- Bebaskan jalan napas dan pertahankan ventilasi-ventilasi yang adekuat bila perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan
- Tanda-tanda vital harus dalam batas normal
- Kandung kemih yang penuh harus dikosongkan bila perlu lakukan keteterisasi.
- Istirahat bilah baring
- Pemberian cairan IV berupa kristaloid atau kroid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
- Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau saction berlebihan yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.
- Berikan obat anti hipertensi
- Keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.1.9 Patofisiologi b/d Penyimpangan KDM
ETIOLOGI
Hipertensi DM Anurisme, malformasi
Pecahnya
pembuluh darah Viskositas
darah Pecahnya arteri
terjadi
(mikroanurisma ) Serebral meningkat Perembesan ke ruang perembesan darah dari
Subarachnoid Subarachnoid ke rongga
Darah
masuk ke dalam pe tekanan dinding orbita
Jaringan otak pembuluh darah Pe C S S
Terbentuknya
massa yg Pecahnya
pembuluh edema otak edema pupil dan
Dpt menekan jaringan otak darah serebral perdarahan
retina
|
|||||||
Pe TIK, Edema otak perdarahan intra serebral Pe
Fungsih penglihatan
|
Otak kekurangan kerusakan
kontrol motorik
O2 + glukosa
|
Metabolisme infrak serebral
Aneorob herniasi
serebri leuat inkontinensia
urine
|
|
|
Depresi
saraf kardiofaskuler Lesi pd daerah karteks
Kerusakan pd kortes +
pernapasan Prefontal/lobus
frontalis
Motor primer pd Fraktus
piramidalis
|
Kehilangan control presepsi
|
Motorik pd salah1 sisi tubuh Kerusakan
korteks pe intelektual
Sunato sensorik pe dlm pemahmn
Hemiplegi Pe Tonus otot lupa
G3
fungsih integrasi
|
|
|
Pe sensasi rasa raba
Pe peritalstik
|
Kurang
terpajan
Dekubitus Konstipasi
informasi
|
|
|
Disfasia
ekspresif disfasia
reseptif
|
|
|
2.2
KONSEP DASAR ASKEP
2.2.1.
Pengkajian
a.
Identitas pasien : Nama, Umur ( usia tua
), Jenis kelaimin ( paling banyak pria ), Alamat, Pekerjaan, Agama.
b.
Keluhan Utama : Keluhan utama yang
sering menjadi alasan pada klien untuk meminta pertolongan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan,
bicara, tidak dapat berkomunikasi, penurunan kesadaran sampai koma.
c. Riwayat
Kesehatan.
1. Riwayat
kesehatan sekarang:
Serangan
penyakit biasanya terjadi pada saat beraktivitas, mendadak, nyeri kepala hebat,
Penurunan kesadaran ( berdasarkan PGRST )
2. Riwayat
Kesehatan Dahulu:
Adanya
riwayat stroke sebelumnya, Riwayat DM, hipertensi, riwayat merokok dan penggunaan
alcohol.
3. Riwayat
Kesehatan Keluarga:
Adanya
riwayat keluarga yang menderita stroke, DM, dan hipertensi.
d. Pengkajian
Psikososial Spiritual
1. Pengkajian
status emosi, kognitif dan perilaku klien.
2. Pengkajian
mekanisme koping.
3. Adanya
perubahan peran karena klien mengalami perubahan bicara sehingga sulit
berkomunikasi.
4. Pola
presepsi dan konsep diri.
e. Pemeriksaan
Fisik
1. Keadaan
umum : - Pada umumnya pasien tampak lemah
- Kesadaran
: Penurunan kesadaran.
2. TTV
: TD meningkat, denyut nadi berfariasi ( fakikardi, brodikardi ), RR pada
umumnya normal, apabila terdapat aneliritis serebral maka suhu tubuh meningkat.
3. Penfis Sistem Persarafan (B3 )
Stroke
berhubungan dengan defisit neurologi yang bergantung pada lokasi leri (pembuluh
darah yang tersumbat), Ukuran area perkusinya tidak adekuat; tingkat kesadaran
bervariasi dari stupor, lesargi, sampai koma sehingga perlu dilakukan penilaian
GCS.
4. Funsi Serebri :
v Status
mentol : Observasi penampilan dan tingkah lakunya,
observasi ekspresi, dan aktivitas motorik.
v Fungsi
Intelektual : Didapatkan penurunan ingatan dan memori
baik jangka panjang maupun jangka
pendek, penurunan kemampuan berhitung.
v Kemampuan
bahasa : Penurunan kemampuan bahasa
tergantung
dari
daerah lesi. Lesi pada daerah hemisfer yang domonan pada lokus posterior
reseptif ( Klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan tulisan ). Sedangkan
lesi pada bagian posterior dari ginus frontalis inferior area broca tedapat
difasia ekspresif di mana klien mengertitetapi tidak dapat menjawab dengan
cepat dan bicara tidak lancer. Disatria (kesulitan bicara) ditunjukan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh pralisis otak.
v Lobus
Frontal :
kerusakan fungsi kognitif dan aspek
psikologis
didapatkan bahwa kerusakan sedang terjadi pada lobus frontal. Disfungsi ini
dapat dalam kesulitan pemahaman.
v Hemistar
: Stroke hemistar kanan ( hemipora
sebelah
kiri
tubuh )
5.
Pemeriksaan Saraf Kranial :
N I :
Pada umumnya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
N
II : Disfungsi pressepsi
penglihatan.
N III, IV, VI, : Stroke mengakibatkan paralisis otot akularis
didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
N V : Pada
beberapa kondisi stroke terjadi paralisis nervus trigeminus
didapatkan
penurunan koordinasi gerak mengunyah.
N VII :
Presepsi pengecapan normal, wajah osimetris.
N VIII :
Tidak didapatkan tuli konduktif dan tuli presepsi.
N IX, X :
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
N XI, XII :
Lidah simetris, terdapat defiasi pada suatu sisi, indra pengecapan
normal.
6.
Sistem Motorik.
Srtroke adalah penyakit motorik neuron
yang mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Karena
neuron motorik melintas, gangguan ontrol motorik volunter pada satu sisi tubuh
dapat menimbulkan kerusakan pada neuron motorik pada sisi yang berlawanan dari
otak.
v Inspeksi
umumnya didapatkan hemiplegic dan hemiparesis.
v Tonus
otot meningkat.
v Kekuatan
otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0
v Keseimbangan
dan koordinasi mengalami gangguan karena hemiparesis dan hemiplegi.
7.
Sistem Sensorik
v Didapatkan
ketidak mampuan untuk menginterprestasikan sensori.
v Dapat
terjadi kehilangan proprioseptif / kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh.
f. Pengkajian
Data Lain
1. Aktifitas
dan istirahat
Tanda
:
Ø Kesulitan
dalam beraktifitas, kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis.
Ø Mudah
lelah, kesulitan istirahat ( nyeri/kejang otot)
Gejala
:
Ø Perubahan
tingkat kesadaran.
Ø Perubahan
tonus otot (Flaksid/Spasia), paralisis (hemiplegia), kelemahan umum.
Ø Gangguan
penglihatan.
2. Sirkulasi
Tanda
:
Ø Riwayat
penyakit jantung, polisitemia
Gejala
:
Ø Hipertensi
arterial
Ø Disritmia,
perubahan EKG
Ø Pulsasi
: Kemungkinan bervariasi
Ø Denyut
karotis, femoralis dan artei iliaka atau aorta abdominal
3. Integeritas
Ego
Tanda
:
Ø Perasaan
tidak berdaya, hilang harapan.
Gejala
:
Ø Emosi
yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan, kegembirahan.
Ø Kesulitan
berekspresi diri.
4. Eliminasi
Tanda
:
Ø Inkontinensia,
anuria
Ø Distensi
apdomen ( kandung kemih penuh),tidak ada suara usus (ileus paralitik).
5. Makanan
/ Minuman
Tanda
:
Ø Napsu
makan hilang
Ø Nauea
Ø Kehilangan
sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia.
Ø Riwayat
DM, peningkatan lemak dalam darah.
Gejala
:
Ø Problem
dalam mengunyah (menurunnya reflex platum, faring).
Ø Obesitas
.
6. Sensori
Neural
Tanda
:
Ø Pusing
/ syncope
Ø Nyeri
kepala :pada perdarahan intraserebral atau perdarahan sub arachnoid
Ø Kelemahan,
kesemutan, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh / mati.
Ø Penglihatan
berkurang.
Ø Sentuhan
: kehilangan sensor pada sisi kolateral, pada ekstermitas,dan pada muka.
Ø Gangguan
rasa pengecapan dan penciuman.
Gajala
:
Ø Status
mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku dan
gangguan fungsi kognitif.
Ø Ekstermitas
: Kelemahan/ pralisis.
Ø Wajah
: Pralisis.
Ø Afasia
(Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata-kata.
Ø Kehilangan
kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran
Ø Aparaksia
: kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Ø Reaksi
dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tidak bereaksi
7. Nyeri/
Kenyamanan
Tanda
:
Ø Sakit
kepala yang berfariasai intensitasnya.
Gejala
:
Ø Tingkah
laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial.
8. Respirasi
Tanda
:
Ø Perokok
(faktor resiko)
Gejala
:
Ø Kelemahan
menelan, batuk.
Ø Timbulnya
pernapasan yang sulit/ tidak teratur
Ø Suara
napas terdengar ronchi.
9. Keamanan
Tanda
:
Ø Motorik/
sensorik : masalah dengan penglihatan
Ø Perubahan
presepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat, objek, warna, kata, dan wajah
yang pernah dikenali.
Ø Gangguan
berespon terhadap panas dan dingin/ gangguan regulasi suhu tubuh.
Ø Gangguan
dalam memutuskan perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
10. Interaksi
Sosial
Tanda
:
Ø Problem
berbicara, ketidak mampuan berkomunikasi.
11. Pengajaran
/ Pembelajaran
Tanda
:
Ø Riwayat
hipertensi keluarga, stroke
Ø Penggunaan
kontrasepsi oral
2.2.2
Diagnosa Keperawatan
- Gangguan perfusi jaringan serebal b/d intruksi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral dan edema serebral.
- Peningkatan Tekanan Intra Kranial b/d edema otak.
- Nyeri kepala b/d peningkatan produksi asam laktat.
- Resti cedera b/d kerusakan korteks somato sensorik, penurunan sensasi rasa-raba.
- Gangguan harga diri rendah b/d perubahan biofisik, psikosial, preseptual kognitif.
- Resiko tinggi menelan b/d kerusakan neuromuskuler atau preseptual.
- Gangguan komunikasi verbal b/d lesi pada area wernikc dan broca, disfasia ekspresif dan reseptif.
- Perubahan presepsi sensori b/d edema pupil dan pedarahan retina.
- Gangguan pola eliminasi BAB b/d penurunan peristaltic usus, konstipasi.
- Gangguan pola eliminasi BAK b/d hilangnya control urinarius eksternal, inkontinensia urine.
- Koping individu inefektif b/d kerusakan fungsi presepsi, penurunan intelektual lupa.
- Kerusakan mobilitas fisik b/d hemiplegi/ hemiparese.
- Kurang perawatan diri b/d penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control atau koordinasi otot.
- Kerusakan integeritas kulit b/d dekubitus, imobilisasi.
- Kurang pengetahuan b/d kurang terpajan informasi tentang kondisi, pengobatan dan perawatan.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Dx I : Gangguan perfusi jaringan serebral b/d
interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral dan
edema serebral.
Tujuan
:
Ø Terpelihara
dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori.
Ø Menempakan
stabilitas TTV.
Kriteria
Hasil :
Ø Peruahan
tingkat kesadaran, kehilangan memori.
Ø Perubahan
respon sensorik-motorik
Ø Perubahan
tanda-tanda vital.
Intervensi :
1.
Tentukan factor-faktor yang berhubungan
dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
R/.
Mempengaruhi penetapan intervensi, kerusakan atau kemunduran tanda dan gejala
neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan
pembedahan dan pasien harus dipindahkan keruangan perawatan kritis.
2.
Pantau atau catat status neurologis
sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
R/.
Mengetahui kecendrungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK, dan
mengetahui lokasi, luas dan kemajuan atau resolusi kerusakan system saraf pusat
dapat menunjukan Tiansient Ischemie Ahac ( TIA)
3.
Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi,
seperti fungsi bicara jika pasien sadar.
R/.
Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indicator dari lokasi atau
derajat gangguan serebral.
4.
Pertahankan keadaan tirah baring,
ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung tatu aktivitas pasien sesuai
indikasi.
R/.
Aktivitas/ stimulus yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik.
5.
Pantau tanda-tanda vital seperti adanya
hipotensi dan hipertensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua
lengan.
R/.
Hipotensi postural dapat menjadi factor pencetus, hipertensi dapat terjadi
karena syok.
Dx 2 : Peningkatan
tekanan intra kranial b/d edema otak.
Tujuan : Menurunkan dan
menghilangkan terjadinya peningkatan TIK.
Kriteria
hasil : klien tidak gelisa, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah serta TTV dalam batas normal.
Intervensi
:
1.
Kaji factor penyebab dari situasi atau
keadaan indifidu/penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan
penyebab peningkatan TIK.
R/.
Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi atau
tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tidak
pembedahan.
2.
Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R/.
Adanya peningkatan tensi, bradikardia, disritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.
3.
Monitor temperature dan pengaturan suhu
lingkungan.
R/.
Panas merupakan reflex dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2
ak an menunjang peningkatan TIK.
4.
Pertahankan kepala/ leher pada posisi
yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang
tinggi pada kepala.
R/.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan vena jugularis dan
menghambat aliran darah otak.
5.
Berikan periode istirahat antara tindakan
perawat dan batasi lamanya prosedur.
R/.
Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
kumulatif.
6.
Berikan penjelasan pada klien ( jika
sadar ) dan keluarga tentang sebab dan akibat TIK meningkat.
R/.
Meningkatkan kerja sama dalam peningkatan peraswatan klien dan mengurangi
kecemasan.
Dx 3 : Nyeri kepala b/d
peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan
: Mengurangi rasa nyeri.
Kriteria
hasil :
Ø Melaporkan
penurunan rasa nyeri
Ø Mengidentifikasi
cara-cara untuk mengatasi nyeri.
Intervensi :
1.
Kaji terhadap adanya nyeri. Bantu pasien
mengidentifikasi dan menghitung nyeri misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas
pada skala 0 – 10.
R/.
Pasien bias melaporkan nyeri diatas tingkat cedera.
2.
Berikan tindakan kenyamanan misalnya
perubahan posisi, masase, kompres hangat dan dingin sesuai indikasi.
R/.
Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosional.
3.
Dorong penggunaan teknik relaksasi
misalnya pedoman imajinasi, fisualisasi, latihan napas dalam. Berikan aktivitas
hiburan misalnya televise, radio, kunjungan tidak terbatas.
R/.
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
4.
Evaluasi peningkatan iritabilitas,
tegangan otot, gelisah, perubahan tanda-tanda vital yang tidak dapat di
jelaskan.
R/.
Petunjuk non verbal dari nyeri/ ketidaknyamanan memerlukan intervensi.
5.
Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi
misalnya analgetik.
R/.
Dibutuhkan untuk menghilangkan nyeri, menghilangkan ansietas dan meningkatkan
istirahat.
Dx 4 : Resti Cedera b/d kerusakan somato
sensorik, penurunan sensasi rasa raba.
Tujuan : Menunjukan cedera hilang dan
berkurang.
Kriteria Hasil : Mempertahankan resiko
timbulnya cedera.
Intervensi :
1.
Pertahankan tirah baring dan alat-alat
imobilisasi seperti bantal pasir.
R/.
Membantu meningkatkan proses penyembuhan.
2.
Berikan stimulasi terhadap rasa
sentuhan, seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh atau merabah.
R/.
membvantu pasien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan penggunaan
dari daerah yang terpengaruh.
3.
Hindari kebisingan/ stimulasi eksternal
yang berlebihan sesuai kebutuhan.
R/.
Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/ kebingungan yang
berhubungan dengan cedera berlebihan.
4.
Bicara dengan tenang, perlahan dengan
menggunakan kalimat yang pendek dan mudah dipahami.
R/.
Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah
pemahama yang mengakibatkan klien cemas.
5.
Berikan penjelasan yang benar sebelum
melakukan tindakan keperawatan.
R/.
Mengurani kecemasan klien, sehingga klien tenang dalam melakukan tindakan
keperawatan.
6.
Berikan dan sampaikan kepada klien dan
keluarga secara jujur dan terbuka tentang kondisi klien yang sebenarnaya.
R/.
Klien menjadi lebih tenang dan tidak cemas.
Dx 5 : gangguan harga diri rendah b/d
perubahan biofisik, pisikososial, perceptual dan kognitif.
Tujuan :
Ø Menunjukan
harga diri yang baik
Ø Menunjukan
situasi dan kondisi yang baik tanpa menunjukan harga diri negative.
Kriteria Hasil :
Ø Berkomunikasi
dengan orang tedekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
Ø Mengungkapkan
penrimaan pada diri sendiri dalam situasi mengeali dan menggabungkan perubahan
dalam konsep diri dan cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative.
Intervensi :
1.
Kaji luasnya gangguan presepsi dan
hubungan dengan derajat ketidakmampuannya.
R/.
Penentuan factor-faktor secarah individu membantu dalam mengembangkan
perencanaan asuhan atau pilihan intervensi.
2.
Anjurkan pasien untuk mengekspresikan
perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
R/.
Mendemonstrasikan penerimaan atau membantu pasien untuk mengenal dan mulai
memahami perasaan ini.
3.
Dorong orang terdekat agar memberikan
kesempatan kepada klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
R/.
Membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan diri dan
meningkatkan proses rehabilitas.
4.
Berikan dukungan terhadap perilaku/
usaha seperti meningkatkan minat/ partisipasi pasien dalam kegiatan
rehabilitas.
R/.
Mempersyaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran
diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
Dx 6 : Resiko tinggi menelan b/d
kerusakan neuromuskuler dan presptual.
Tujuan :
Ø Mendemonstrasikan
metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah.
Ø Mempertahankan
berat badan yang diinginkan.
Kriteria Hasil :
Ø Klien
menunjukan berat badan yang normal.
Ø Klien
menunjukan kemampuan menelannya baik.
Intervensi :
1.
Kaji kemampuan menelan pasien secara
individual, catatluasnya paralisis, fasial, gangguan lidah. Timbang BB sesuai
kebutuhan.
R/.
identifikasikan kemampuan menelan pasien untuk menentukan pemilihan intervensi
yang tepat.
2.
Berikan makanan dengan perlahan pada
lingkungan yang tenang.
R/.
Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa adanya gangguan dari
luar.
3.
Berikan makanan peroral ehengah cair /
makanan lunak. Bantu pasien untuk memilih makanan yang tidak dikunyah dan mudah
ditelan.
R/.Makanan
lunak lebih mudah untuk mengenalikannya di dalam mulut, menurunkan resiko
trejadinya aspirasi.
4.
Anjurkan pasien menggunakan sedotan
untuk meminum cairan.
R/.
Menguatkan otot fasialis dan otot menelan serta menurunkan resiko terjadinya
tersedak.
5.
Berikan cairan melalui IV dan makanan melalui
selang.
R/.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan makanan jika pasien
tidak mampu memasukan lewat mulut.
Dx 7 : Gangguan komunikasi verbal b/d
lesi pada area wernikc dan broca, disfasia ekspresif dan reseptif.
Tujuan :
Ø Mengidentifikasi
pemahaman tentang masalah komunikasi.
Ø Membuat
metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
Ø Menggunakan
sumber-sumber dengan tepat.
Kriteria Hasil :
Ø Klien
dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
Ø Klien
menunjukan komunikasi dengan sesamanya dengan jelas.
Intervensi :
1.
Kaji derajat disfungsi, seperti klien
mengalami kesulitan berbicara dan membuat pengertian sendiri.
R/.
Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam seluruh tahap komunikasi.
2.
Perhatikan kesalahan dalam komunikasi
dan berikan umpan balik.
R/.
Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak
menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3.
Tunjukan objek dan minta klien untuk
menunjukan nama dari objek tersebut.
R/.
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik seperti klien
mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
4.
Minta klien untuk mengungkapkan suara
sederhana sepertui “Pus”.
R/.
Mengidentifikasi adanya disfasia sesuai komponen motorik dari bicara yang dapat
mempengaruhi artikulasi.
5.
Anjurkan
kepada orang terdekat untuk tetap memelihara komunikasi dengan klien.
R/.
Mengurangi isolasi social pasien dan meningkatkan terciptanya komunikasi yang
efektif.
Dx 8 : Perubahan presepsi sensori b/d
edema pupil dan perdarahan retina.
Tujuan :
Ø Mempertahankan
tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
Ø Mengakui
perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residual.
Ø Memulihkan
kembali ketajaman penglihatan.
Kriteria Hasil :
Ø Menunjukan
penglihatan kembali normal.
Ø Mengatakan
perdarahan retina hilang.
Intervensi :
1.
Kaji kesadaran sensorik seperti
membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul.
R/.
Penurunan terhadap kesadaran sensorik dan kerusakan perasaan kinetic
berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/ posisi tubuh.
2.
Dekati pasien dari daerah penglihatan
yang normal, biarkan lampu menyala, letakan benda dalam jangkauan lapang
penglihatan yang normal.
R/.
Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/ benda dapat membantu masalah
resepsi, mencegah pasien dari terkejut.
3.
Ciptakan lingkungan yang sederhana,
pindahkan perabot yang membahayakan.
R/.
Menurunkan atau mengatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkindapat
menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan.
4.
Lindungi pasien dari suhu yang
berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan.
R/.
meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
5.
Hindari kebisingan atau stimulasi
eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
R/.
Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan atau kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebihan.
6.
Lakukan validasi terhadap presepsi
pasien. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan.
R/.
Membantu pasien untuk mengidentifikasikan ketidakkonsistenan dari presepsi dan
integritas stimulus dan mungkin menurunkan distorsi presepsi pada realitas.
Dx 9 : Gangguan pola eliminasi BAB b/d
penurunan peristaltik usus, Konstipasi.
Tujuan ;
Ø Menunjukan
pola eliminasi BAB yang lancer.
Ø BAB
kembali normal.
Kriteria Hasil :
Ø Membuat
pola yang normal dari fungsi usus.
Ø Mengeluarkan
feses lunak/ konsitensi agak berbentuk tanpa mengejan.
Intervensi :
1.
Catat adanya distensi abdomen dan
auskultasi peristaltik usus.
R/.
Distensi dan hilangnya peristaltik usus merupakan tandah bahwa fungsi defekasi
hilang yang kemungkinan berhubungan dengan kehilangan persarafan parasimpatik
usus besar dengan tiba-tiba.
2.
Anjurkan klien untuk melakukan
pergerakan/ ambulasi sesuai kemampuan.
R/.
Menstimulasi peristaltik yang memfasilitasi kemungkinan terbentuknya flatus.
3.
Mulai
untuk meningkatkan diet sesuai toleransi pasien.
R/.
Makanan padat akan dimulai pemberiannya sampai peristaltik kembali timbul/
sampai ada flatus.
4.
Berikan selang rectal, supositoria, dan
enema jika diperlukan.
R/.
Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi abdomen, meningkatkan kebiasaan
defekasi yang normal.
5.
Klaborasi, berikan obat laksatif,
pelembek feses sesuai kebutuhan.
R/.
Melembekan feses, meningkatkan fungsi defekasi sesuai kebiasaan, menurunkan
ketegangan.
Dx 10 : Gangguan pola eliminasi BAK b/d hilangnya
kontrol urinarius eksternal, inkontinensia urine.
Tujuan : Mengosongkan kandung kemih secara adekuat
sesuai kebutuhan individu.
Kriteria Hasil :
Ø Mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi
Ø Mempertahankan
keseimbangan masukan/ haluan dengan urine jernih, bebas bau
Ø Mengungkapkan/
mendemonstrasikan perilaku dan teknik untuk mencegah retensi/ infeksi
urinarius.
Intervensi :
1.
Kaji pola berkemih, sepertin frekuensi
dan jumlahnya. Bandingkan haluan urine dan masukan cairan dan catat berat jenis
urine.
R/.
Mengidentifikasi kandung kemih (Mengosongkan kandung kemih)
2.
Palpasi adanya distensi kandung kemih
dan observasi pengeluaran urine.
R/.
Disfungsih kandung kemih berfariasi, ketidakmampuan berhubungan dengan
hilangnya kontraksi kandung kemih.
3.
Anjurkan pasien untuk minum/ masukan cairan
(2-4 L/Hari)
R/.
Membantu mempertahankan fungsi ginjal, mencegah infeksi dan pembentukan batu.
4.
Observasi adanya urine seperti awan atau
berdarah, bau yang tidak enak.
R/.
Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan atau ginjal dapat menyebabkan sepsis.
5.
Bersikan daerah perineum dan jaga agar tetap
kering, lakukan perawatan keteter jika perlu.
R/.
Mencegah terjadinya retensi urine dan untuk memantau haluaran.
Dx 11 : Koping individu inefektif b/d
kerusakan fungsi presepsi.
Tujuan : Mampu mengungkapkan diri
sendiri untuk mengatasi keadaan.
Kriteria hasil :
Ø Mendemonstrasikan
tingkah laku koping yang positif dalam menghadapi kondisi.
Ø Menggunakan
system penyokong yang ada secara efektif.
Intervensi :
1.
Libatkan semua orang terdekat dalam
pendidikan dan perencanaan perawatan pasien di rumah.
R/.
Dapat memudahkan beban trehadap penanganan dan adaptasi di rumah.
2.
Berikan
waktu / dengarkan hal- hal yang menjadi keluhan / kecemasan klien.
R/.
Orang terdekat memerlukan dukungan yang terus menerus dengan berbagai masalah
yang dihadapi.
3.
Berikan umpan balik yang positif
terhadap setiap usaha yang dilakukan.
R/.
Memberikan keyakinan pada individu agar tidak menimbulkan kecemasan.
4.
Anjurkan untuk tidak membatasi
pengunjung.
R/.
Membantu menghikangkan rasa kesepian.
5.
Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat
seperti perawatan lansia pada siang hari, pelayanan di rumah.
R/.
Koping dengan individu seperti ini adalah tugs purna waktu dan membuat
frustasi.
Dx 12 : Kerusakan mobilitas fisik b/d
hemiplegi.
Tujuan :
Ø Tidak
ada kontraktur dan terpeliharanya integritas kulit
Ø Adanya
peningkatan kemampuan fungsi perasaan dan kompensasi dari bagian tubuh.
Kriteria hasil:
Ø Mempertahankan
posisi yang optimal yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
Ø Mampertahankan
atau meningkatkan kekuatan dari fungsi bagian tubuh yang sakit.
Ø Mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas serta memertahankan integritas
kulit.
Intervensi :
1.
Kaji kemampuan secara fungsional /
luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur, klasifiasikan melalui skala 0
– 4.
R/.
Mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pmulihan.
2.
Ubah posisi minimal tiap 2 jam ( miring,
telentang )
R/.
Menurunkan resiko terjadinya trauma / iskemia jaringan.
3.
Lakukan gerakan aktif dan pasif pada
semua ekstermitas, sokong ekstermitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan
kaki selama periode paralisis.
R/.
Meminimalkan atrofi otot, menurunkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktus,
menurunkan resiko terjadinya hiperkalasuria dan osteoporosis jika masalah
utamanya adalah perdarahan.
4.
Gunakan penyangga lengan ketika klien
berada dalam posisi tegak sesuai indikasi.
R/.
Sela paralisis faralisias laksid, penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko
terjadinya sublucsasio lengan dan sindrom bahu.
5.
Posisikan lutut dan panggul dalam posisi
ekstensi.
R/.
Mempertahankan posisi fungsional.
6.
Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk
di tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
R/.
Membantu dalam melatih kembali fungsi saraf, meningkatkan respon motorik.
7.
Observasi daerah yang terkenah termasuk
warna, edema atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
R/.
jaringan yang mengalami edema lebih muda mengalami trauma dan penyembuhannya
lambat.
8.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dan
obat-obat medis.
R/.
Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti.
Dx 13 : Kurang perawatan diri b/d penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
Tujuan :
Ø Mendemontrasikan
teknik atau perubahan gaya hidup yang memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Ø Melakukan
aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
Kriteria Hasil : Menunjukan mampu
merawat diri sesuai kemampuan.
Intervensi :
1.
Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan
dengan skala untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
R/.
Membentu dalam mengantisipasi/ merencanakan pemenuhan kebutuhan secarah
individual.
2.
Hindari
melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
R/.
Untuk mencegah frustasi adalah penting bagi pasien untuk diri sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
3.
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap
usaha yang dilakukan.
R/.
Meningkatkan persamaan makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong
pasien untuk berusaha.
4.
Pertahankan dukungan sikap yang tegas,
berikan pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.
R/.
Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberian asuhan
yang akan membantu pasien secara konsisten.
Dx 14 : Kerusakan integeritas kulit b/d
dekubitus.
Tujuan : meningkatkan kemampuan dalam
mencegah kerusakan kulit.
Kriteria Hasil :
Ø Mengidentifikasi
faktor resiko individual
Ø Mengungkapkan
pemahaman tentang kebutuhan tindakkan
Ø Berpartisipasi
pada tingkat kemampuan untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1.
Inspeksi seluruh area kulit, catat
pengisian kapiler, adanya kemerahan dan pembengkakan..
R/.
Kulit biasanya cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer,
ketidakmampuan untuk melakukan tekanan, imobilisasi.
2.
Observasi tempat masuknya halo dan tong,
catat adanya pembengkakan, kemerahan dan adanya darainase.
R/.
Daerah ini cendrung terkenah radang dan infeksi dan merupakan rute bagi
mikroorganisme patologis.
3.
Lakukan masase dan lubrikasi pada kulit
dengan minyak.
R/.
Meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit, mengurangi terjadinya
ulserasi.
4.
Lakukan perubahan posisi sesering
mungkin di tempat tidur atau sewaktu duduk.
R/.
Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mencegah timbulnya luka dekubitus.
5.
Bersihkan dan keringkan kulit khususnya
daerah-daerah dengan kelembaban tinggi seperti perineum.
R/.
Kulit yang bersih dan kering tidak akan cenderung mengalami kerusakan.
6.
Kolaborasi, berikan terapi kinetic dan
berikan tekanan sesuai kebutuhan.
R/.
Meningkatkan sirkulasi sistenik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit
serta mengurangi kerusakan kulit.
Dx 15 : Kurang pengetahuan b/d kurang
terpajang informasi tentang pengobatan dan perawatan.
Tujuan : Menunjukan mampu memahami kondisi
penyakitnya, memahami tindakan asuhan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien mengataklan apa yang
dijelaskan dan dianjurkan mengenai kondisinya.
Intervensi :
1.
Kaji tingkat pemahaman klien terhadap
semua tindakan kesehatan.
R/.
Mengetahui pemahaman klien dan mencegah terjadinya kecemasan.
2.
Jelaskan secarah benar dan tepat tentang
keadaan yang dialami klien.
R/.
Memberikan dasar konsep agar klien kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
3.
Hindari konfontasi.
R/.
Konfontasi dapat meningkatkan rasa marah dan mengurani kerja sama dan dapat
memperlambat penyembuhan.
4.
Berikan kesempatan kepada klien untuk
menyampaikan tentang keluhan yang dirasakan.
R/.
Dapat menciptakan kerja sama dan kepercayaan akan semua tindakan kesehatan.
2.2.4
Implementasi
Sesuai
Intervensi
2.2.5
Evaluasi
Sesuai tujuan
dan kriteria hasil.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Stroke merupakan sindrom klinis yang
awalnya timbil mendadak, progresif, cepat berupa deficit neurologis vocal atau
global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian. Emata-mata disebabkan oleh perdarahan otak non tromatik.
Stroke hemoragik merupakan
disfungsih neurologis vokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer
subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma kapitis, disebabkan
oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. Timbulnya lesi is kemik
atau lesi perdarahan di dalam pembuluh darah intracranial. Stroke atau penyakit
serebrofaskuler menunjukan adanya bebereapa kelaianan otak baik secara
fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari sistem pembuluh darah otak.
Gejala-gejala munculnya stroke
akibat daerah-daerah tertentu tidak berfungsih yang disebabkan oleh
terganggunya aliran darah ke daerah tersebut. Gejalah tersebut bersifat :
Ø Sementara
yang disebut TIA (Transien ischemic attack)
Ø Sementara
namun lebih dari 24 jam disebut reversible ischemic neurologic devisit
Ø Gejalah
makin lama makin berat dan menetap.
3.2 Saran
Setelah mempelajari dan memahami isi
dari makalah ini saran yang harus didapatkan adalah sebagai berikut ;
1.
Bagi mahasiswa/I S1 Keperawatan mampu
memberikan contoh, dan teladan agar selalu membiasakan hidup sehat.
2.
Kepada petugas kesehatan harus mampu
memberikan dan menyampaikan kepada semua pasien agar selalu hidup sehat serta
hindari kebiasaan hidup dari merokok, minuman beralkohol serta mengkonsumsih
obat terlarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar