KATA
PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dalam
menyelesaikan makalah ini penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah, teman-teman Kelompok
, serta semua pihak yang dengan caranya masing-masing telah membantu penulis
dalam menyelesaikan makalah ini.
Sebagai makluk
yang lemah penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak,
penulis terima dengan lapang dada.
Akhir kata
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama
dalam meningkatkan kualitas pendidikan kita.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR
ISI ............................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
B. TUJUAN .................................................................................................... 1
C.
METODE PENULISAN .......................................................................... 2
D. SISTEMATIKA PENULISAN ................................................................. 2
BAB II KONSEP DASAR TEORI ......................................................................... 3
A. PENGERTIAN .......................................................................................... 3
B.
KLASIFIKASI .......................................................................................... 3
C. ETIOLOGI ................................................................................................. 3
D. PATOFISIOLOGI ..................................................................................... 3
E. MANIFESTASI KLINIS ........................................................................... 4
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ............................................................. 4
G. PENATALAKSANAAN .......................................................................... 5
BAB III KONSEP DASAR ASKEP ...................................................................... 6
A. PENGKAJIAN .......................................................................................... 6
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN .............................................................. 7
C. INTERVENSI KEPERAWATAN ............................................................ 7
D.IMPLEMENTASI ....................................................................................... 12
E. EVALUASI ................................................................................................ 12
BAB
IV PENUTUP ................................................................................................. 13
A.
KESIMPULAN ........................................................................................ 13
B.
SARAN ..................................................................................................... 13
DAFATAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
ISPA merupakan radang akut saluran
pernapasn atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus
tampa atau disertai radang parenkim paru.
ISPA disebabkn oleh virus dan
bakteri. Virus utama penyebab ISPA adalah
Rino virus, Corona Virus, Adeno Virus, Antero Virus. Sedangkan bakteri
utama penyebab ISPA adalah streptococcus, pneumonia, Haemophylus, influenza,
staphylococcus aureus. Tanda dan gejala yang biasa muncul pada pasien dengan
gangguan ISPA yaitu Demam, Meningismus, Anoreksia, Vomiting, Diare,
Abdominal pain, Sumbatan pada jalan
napas, Batuk dan suara napas tambahan.
Untuk menghindari agar tidak
terkena ISPA kita perlu menjaga dan merawat diri dan kebersihan lingkungan.
Jika sudah terkena ISPA tingkatkan istirahat minimal paling kurang 8 jam
perhari, berikan makanan bergisi, bila demam beri kompres dan banyak minum air
putih, bila hidung tersumbat karena pilek bersikan lubang hidung dengan sapu
tangan bersih, bila badan demam, gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak
terlalu ketat dan bila terserang pada anak atau bayi berikan makanan bergisi
dan ASI bila anak masih menete.
- TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan
Umum
Tujuan
umum dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan
melakukan asuhan keperawatan secara profesional kepada klien yang terkena ISPA
dengan pendekatan bio, psiko, sosial dan spiritual.
2. Tujuan
Khusus
Tujuan
khusus dari penyusunan makalah ini adalah:
a. Mengidentifikasi
pengertian, etiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan pada klien dengan
gngguan ISPA.
b. Mengidentifikasi
pengkajian askep pada klien dengan gangguan ISPA.
c. Mengidentifikasi
diagnosa pada askep klien dengan
gangguan ISPA.
d. Mengidentifikasi
intervensi, implementasi, evaluasi pada
askep klien dengan gangguan ISPA.
- METODE PENULISAN
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis
menggunakan metode studi pustaka, dimana penulis telah merangkum dari berbagai
sumber buku dan internet.
- SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika
penulisan makalah ini terdiri dari tiga (3) bab yaitu:
BAB
I PENDAHULUAN
Berisi
mengenai Latar belakang, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II KONSEP DASAR TEORI
Berisi mengenai pengertian,
klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
diagnostik dan penatalaksanaan.
BAB
III KONSEP DASAR ASKEP
Berisi mengenai pengkajian, diagnosa keperawatan,
inervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.
BABA
IV PENUTUP
Berisi
mengenai kesimpulan dan saran.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
A.
PENGERTIAN
1. ISPA
adalah suatu keadaan dimana saluran pernapasan (hidung, pharing, dan laring)
mengalami inflamasi yang menyebabkan obstruksi jalan napas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernapasan (Pincus Castel dan Ian
Roberts; 1990: 450).
2. ISPA
adalah infeksi saluran napas atas atau penurunan kemampuan pertahanan alami
jalan napas dalam menghadapi organisme asing (whaley and Wong; 1990: 1418)
3. ISPA
adalah radang akut saluran pernapasn atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus tampa atau disertai radang parenkim paru.
B.
KLASIFIKASI
Program
pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebaagai berikut:
1. Pneumonia
berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing)
2. Pneumonia:
ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan
pneumonia: ditandai secara klinik oleh batuk pilek, bisa disertai demam tampa
tarikan dinding dada kedalam, tampa napas cepat.
Rinofaringis,
faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
C.
ETIOLOGI
1. Virus
utama: Rino virus, Corona Virus, Adeno Virus, Antero Virus.
2. Bakteri
utama: streptococcus, pneumonia, Haemophylus, influenza, staphylococcus aureus.
Pada neonatus dan bayi muda:
chalamidia trachomatis, dan pada anak usia sekolah: mychoplasma pneumonia.
D.
PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA
dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai
antigen kesaluran pernapasan akan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau
dengan suatu rangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan
(Kending dan Chernik, 1983).
Iritasi kulit pada kedua lapisan
tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Seliff). Kerusakan struktur
lapisan dinding saluran pernapasan menyebabkan kenaikan aktivitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernapasan sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending dan Chermik; 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA
yang sangat menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan
predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mokosiloris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan
sehingga memudahkan infeksi baakteri-bakteri patogen patogen yang terdapat pada
saluran pernapasan atas seperti streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri tersebut
menyebabkan sekresi mukus berlebihan atau bertambah banyak dapat menyumbat
saluran napas dan juga dapat menyebabkan batuk yang produktif. Infeksi bakteri
dapat dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.
Suatu menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran
napas dapat menimbulkan gangguan gisi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang
lain di dalam tubuh sehingga menyebabkan kejang, demam dan dapat menyebar ke
saluran napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya diturunkan
dalam saluran pernapasan atas, akan menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri.
E.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda
dan gejala yang biasanya muncul adalah:
1. Demam
2. Meningismus
3. Anoreksia
4. Vomiting
5. Diare
6. Abdominal pain
7. Sumbatan
pada jalan napas
8. Batuk
9. Suara
napas tambahan
F.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pengkajian
utama pada jalan napas: pola, kedalaman, usaha, ser ta irama dari pernapasan.
a. Pola:
cepat (takipnea) atau normal
b. Kedalaman:
napas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan rongga abdomen.
c. Usaha:
kontinyu, terputus-putus atau tiba-tiba berhenti disertai dangan adanya
bersin-bersin.
d. Irama
pernapasan bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernapasan.
2. Pemeriksaan
penunjang
a. Pemeriksaan
kultur atau biakan kuman (swab): hasil yang didapat adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman.
b. Pemeriksaan
hitung darah (diferential count): laju endapan darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosit dan biasanya juga disertai dengan adanya trombositopeni.
c. Pemeriksaan
foto toraks.
3. Diagnosis
banding
a. Difteri
b. Mononukleosis
infeksius
c. Agranwasitasis
Ketiganya memiliki manifestasi
klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membran.
G.
PENATALAKSANAAN
Meliputi
langkah-langkah atau tindakan sebagai berikut:
1. Upaya
pencegahan
a. Menjaga
perawatan diri agar tetap baik dan sehat.
b. Imunisasi
c. Menjaga
kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Menjaga
anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Perawatan
a. Meningkatkan
istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan
makanan bergisi
c. Bila
demam beri kompres dan banyak minum air putih.
d. Bila
hidung tersumbat karena pilek bersikan lubang hidung dengan sapu tangan bersih.
e. Bilaa
badan demam, gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat.
f. Bila
terserang pada anak atau bayi berikan makanan bergisi dan ASI bila anak masih
menete.
3. Pengobatan
a. Mengatasi
panas (demam) dengan memberikan paracetamol. Paracetamol diberikan 4 kali tiap
6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberian tablet di bagi sesuai dengan dosisnya.
b. Mengatasi
batuk, memberikan obat batuk yang aman atau bisa menggunakan ramuan
tradisional.
Misalnya: jeruk nipis + kecap atau
madu 3 kali sehari.
BAB
II
KONSEP
DASAR ASKEP
A.
PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, no CM, tanggal MRS.
2. Riwayat
kesehatan
1. Keluhan
utama.
2. Riwayat
kesehatan sekarang.
3. Riwayat
penyakit dahulu.
4. Riwayat
penyakit keluarga.
5. Riwayat
sosial.
3. Pengkajian
data dasar
1. Aktivitas
/ istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan,
insomnia.
Tanda: alergi, penurunan toleransi
aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat adanya gejala
kronis
Tanda: takikardia, penampilan wajah
merah / pucat
3. Integritas
ego
Stresor, masalah finansial
4. Makanan
/ cairan
Gejala: anoreksia, mual / muntah,
riwayat DM.
Tanda: - Distensi abdomen
-
Hiper aktif bunyi usus
- Kulit kering dan turgor buruk
-
Malnutrisi
5. Neurosensori
Gejala:- sakit kepala daerah
frontal
-Perubahan mental
Tanda:-pasien meringis kesakitan
-bingung,
insomnia
6. Nyeri
/ kenyamanan
Gejala: -sakit kepala
-nyeri dada (pleuritik) meningkat
oleh batuk, nyeri dada subaternal (influensa), miargia.
Tanda: melindungi area yang sakit
untuk membatasi gerak.
7. Pernapasan
Gejala: riwyat
ISK kronis, PPOM, merokok, takipnea, dipsnea progresif, pernapasan dangkal.
Menggunakan otot aksesori, pelebaran
nasal.
Tanda: sputum :taktil dan fokal bertahap meningkat
dengan konsoloidasi.
Fremitus:
taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsoloidasi
Bunyi
napas: menurun atau napas bronkial.
8. Keamanan
Gejala: riwayat gangguan sistem
imun
Demam
(38,5⁰c-40,5⁰c)
Tanda : berkeringat dan menggil.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan
suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi
2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
3. Nyeri
akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
4. Resti
penularan infeksi b/d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi
penekanan imun)
5. Kebersihan
jalan napas inefektif b/d peningkatan produksi sekret
6. Pola
napas inefektif b/d penurunan fungsi paru.
7. Gangguan
pertukaran gas b/d efek inflamasi
8. Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan fisik.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx
I
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
b/d proses infeksi
Tujuan: suhu tubuh kembali normal
(36⁰c-37,5⁰c)
Kriteria hasil: pasien mengatakan
suhu tubuhnya tidak panas lagi.
Intervensi:
1. Observasi
tanda-tanda vital
R/: pemantauan TTV yang teratur
dapat menentukan perkembangan selanjutnya.
2. Anjurkan
kepada keluarga klien untuk melakukan kompres hangat pada aksila atau dahi.
R/: dengan memberikan kompres
hangat maka akan terjadi evaporasi / penguapan, sehingga panasnya akan
berkurang.
3. Anjurkan
klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat menyerap keringat,
seperti yang terbuat dari katun.
R/: untuk mempercepat evaporasi
atau penguapan.
4. Atur
sirkulasi udarah
R/: penyediaan udara bersih.
5. Anjurkan
klien untuk minum air hangat ± 2000-2500 ml/hari.
R/: kebutuhan cairan meningkat
karena proses penguapan tubuh meningkat.
6. Anjurkan
klien untuk istirahat di tempat tidur selama feblis penyakit
R/: tirah baring untuk mengurangi
metabolisme dan panas.
7. Kolaborasi
Pemberian terapi obat-obatan anti
mikroba.
Antipiretik
R/: untuk mengontrol infeksi dan
menurunkan panas.
Dx
II
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
Tujuan: dapat memenuhi nutrisi
dalam tubuh pasien
Kriteria hasil: nutrisi pasien
seimbang dan tidak menunjukan malnutrisi.
Intervensi:
1. Kaji
kebiasaan diet, input-output dan timbang berat badan pasien.
R/: berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan nutrisi.
2. Berikan
makanan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
R/: untuk menjamin nutrisi adekuat
atau meningkatkan kalori tetap.
3. Berikan
secara oral dan sering, barang sekret, berikan wadah khusus dan tisu sekali
pakai, ciptakan lingkungan bersih dan menyenangkan.
R/: nafsu makan dapat dirangsang
pada situasi rileks, bersih dan menyenangkan.
4. Tingkatkan
tirah baring.
R/: untuk mengurangi kebutuhan
metabolisme.
5. Auskultasi
bunyi usus. obseservasi/palpasi distensi abdomen.
R/: bunyi usus menurun/tak ada bila
proses infeksi berat/memanjang.
6. Jadwalkan
pengobatan pernapasan sedikitnya satu jam sebelum makan.
R/: menunkan efek mual yang berhubungan
dengan pengobatan ini.
7. kolaborasi
konsul dengan ahli gisi untuk
memberikan diet sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/: metode makanan dan kebutuhan
kalori di dasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk memberikan
nutrisi maksimal.
Dx
III
Nyeri akut b/d inflamasi pada
membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan: nyeri berkurang /
terkontrol
Kriteria hasil: pasien tampak rileks
Intervensi
1. Teliti
keluhan nyeri, catat intensitas (dengan skala 0-10) faktor memperburuk atau
meledakan lokasinya, lamanya dan karakteristiknya.
R/: identifikasi karakteristik
nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang erat penting untuk
memilih intervensi-intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan
dari terapi yang diberikan.
2. Pantau
TTV.
R/: perubahan frekuensi jantung
atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri.
3. Kaji
pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
R/: ketidaksesuaian antara petunjuk
verbal/non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/keefektifan interfensi.
4. Dorong
pasien menyatakan perasaan tentang nyeri.
R/: takut/masalah dapat meningkan
tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
5. Anjurkan
klien untuk menghindari alergen / iritan terhadap debu, bahan kimia asap rokok
dan mengistirahatkan / meminimalkan berbicra bila secara serak.
R/: mengurangi bertambah beratnya
penyakit.
6. Anjurkan
klien untuk melakukan kumur air garam hangat.
R/: peningkatan sirkulasi pada
daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
7. Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi:
-steroid oral, IV dan inhalasi
-analgesik
R/: analgetik untuk mengurangi
nyeri.
Dx
IV
Resti penularan infeksi b/d tidak
kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan dan
komplikasi
Kriteria hasil: tidak terjadi
komplikasi berlanjut terhadap pasien
Intervensi:
1. Batasi
pengunjung.
R/: menurunkan potensial terpajan
pada penyakit infeksius.
2. Jaga
keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
R/: menurunkan komsumsi atau
kebutuhan keseimbangan o₂ dan memperbaiki pertahanan klien
terhadap infeksi meningkatkan penyembuhan.
3. Tutup
mulut dan hidung jika bersin, jika di tutup dengan tisu buang segera di tempat
sampah.
R/: mencegaah penyebaran patogen
melalui cairan.
4. Observasi
warna, karakter, bau sputum.
R/: skeret berbau, kuning atau
kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
5. Diskusikan
kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
R/: malnutrisi dapat mempengaruhi
kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
6. Tingkatkn
daya tahan tubuh terutama pada anak usia di bawah 2 tahun, lansia dan penderita
penyakit kronis. Komsumsi vitamin C, A dan mineral , seng atau anti oksidan
jika kondisi tubuh menurun dan asupan berkurang.
R/: untuk menjaga daya tahan tubuh
klien.
7. Kolaborasi
Pemberian obat sesuai dengan hasil
kultur.
R/: dapat di berikan untuk
organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas / di
berikan secara profilaktik karena resti.
Dx
V
Kebersihan jalan napas inefektif
b/d peningkatan produksi sekret
Tujuan: jalan napas bersih dan normal.
Kriteria hasil: klien dapat
bernapas dengan normal.
Intervensi:
1. kaji
frekuensi pernapasan dengan gerak dada.
R/: Penurunan bunyi dapat
menunjukan atelektasis, ronchi, mengi dan pula menunjukan akumulasi sekret atau
ketidak mampuan untuk membersihkan jalan napas.
2. Lakukan
auskultasi area paru dan bunyi paru
R/: mendengar bunyi ronchi
3. Obsevasi
penurunan ekspansi dinding dada dan adanya /peningkatan fremitus.
R/: ekspansi dada terbatas atau tak
sama sehubungan dengan cairan, edema dan sekret.
4. Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan
gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan.
R/: memudahkan memilihara jalan
napas.
5. Lakukan
cluping dan fibrasi
R/: membantu pengembangan paru
sehingga memudahkan pengeluaran sekret.
6. Anjurkan
kepada keluarga klien untuk memperhatikan kebersihan klien dan hindarkan klien
dari debu.
R/: agar terhindar dari kuman-kuman
yang menyebabkan timbulnya penyakit tersebut.
7. Kolaborasi.
Pemberian terapi antibiotik.
R/: untuk mempercepat proses
penyembuhan.
Dx
VI
Pola napas inefektif b/d penurunan
fungsi paru.
Tujuan: pola napas kembali normal
Kriteria hasil: klien bisa secara
optimal.
Intervensi:
1. Kaji
frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi. Catat pernapasan termasuk
pelebaran nasal.
R/: kecepatan biasanya meningkat,
terjadi peningkatan kerja napas.
2. Tegakan
kepala dan bantu untuk merubah posisi.
R/: Duduk tinggi kemungkinan
ekspirasi paru dan memudahkan pernapasan.
3. Observasi
pada batuk dan karakteristik sputum.
R/: kongesti alveolar mengakibatkan
batuk kering atau iritasi sputum berdarah dapat di akibatkan oleh kerusakan
jaringan.
4. Angkat
kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
R/: untuk memudahkan ekspansi paru
atau ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
menyumbat jalan napas.
5. Pantau
penggunaan obat-obat depresan pernapasan, seperti sedatif.
R/: dapat meningkatkan gangguan
atau komplikasi pernapasan.
6. Dorong
pasien untuk napas dalam dan batuk efektif.
R/:meningkatkan atau banyaknya
sputum, dimana gangguan ventilasi menambah ketidak nyamanan upaya napas.
7. Kolaborasi
Berikan oksigen
R/: memaksimalkan oksigen pada
darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.
Dx
VII
Gangguan pertukaran gas b/d efek
inflamasi.
Tujuan: pertukaran gas normal di
paru
Kriteria hasil: kebutuhan o₂
bisa terpenuhi.
Intervensi:
1. Kaji
frekuensi kedalaman dan kemudahan bernapas
R/: manifestasi distress pernapasan
tergantung pada induksi derajat keterlibtan paru dan status kesehatan umum.
2. Observasi
warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis sentral.
R/: gelisah mudah tersinggung dan
bingung pada menunjukan hiposemia / penurunan o₂
serebral.
3. Awasi
frekuensi jantung dan irama.
R/: takikardia ada biasanya sebagai
akibat dari demam atau dehidrasi tinggi tetapi dapat sebagai respon hipoksemia.
4. Kaji
status mental
R/: gelisah, mudah terangsang,
bingung dan somnolen dapat menunjukan hipoksemia atau gangguan oksigenasi
serebral.
5. Tinggikan
kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk efektif.
R/: tindakan ini meningkatkan
inspirasi maksimal, meningkaatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki
ventilasi.
6. Siapkan
untuk/pemindahan ke unit perawatan kritis. Bila di indikasikan.
R/: intubasi dan ventilasi mekanik mungkin
di perlukan pada kejadian kegagalan pernapasan.
7. Kolaborasi
Pemberian terapi o₂
R/: tujuan terapi o₂
adalah mempertahankan Pao₂
Dx
VIII
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
fisik.
Tujuan: peningkatan toleransi
terhadap aktivitas.
Kriteria hasil: pasien dapat
kembali beraktivitas secara mandiri.
Intervensi:
1. Evaluasi
respon klien terhadap aktivitas. Cacat adanya laporan dispnea. Peningkatan
kelemahan / kelelahan dan perubahan TTV selama dan setelah aktivitas.
R/:Menetapkan kemampuan / kebutuhan
pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Berikan
lingkungan tanang dan batasi pengunjung selama fase akut. Dorong penggunaan
manajemen stres dan pengalihan yang tepat.
R/: lingkungan yang tenang akan
membrikan dampak positif terhadap proses penyembuhan.
3. Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat.
R/: tirah baring di pertahankan
selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolisme, penghematan energi
untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas di tentukan dengan respon individual
pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan.
4. Bantu
pasien untuk memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
R/: pasien mungkin nyaman dengan
kepala tinggi tidur di kursi atau menundukdi depan meja / bantal.
5. Intruksikan
pasien teknik penghematan energi, misalnya menggunakan kursi saat mandi, duduk
saat menyisir rambut atau menyikat gigi.
R/: teknik menghemat energi
mengurangi penggunaan energi.
6. Bantu
aktivitas perawatan diri yang di perlukan, berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
R/: meminimalkan kelemahan atau
kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen (o₂),
7. Anjurkan
untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi. Nyeri dada, napas pendek,
kelemahan atau pusing terjadi.
R/: renggangan/stres kardiopulmonal
berlebihan/stres dapat menimbulkan dekompensasi atau kegagalan.
D.
IMPLEMENTASI
Di
sesuaikan dengan intervensi.
E.
EVALUASI
Di
sesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil.
BAB
IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
ISPA
merupakan radang akut saluran pernapasn atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus tampa atau disertai radang parenkim paru. ISPA di sebabkan
oleh Virus dan bakteri. Manifestasi klinis dari ISPA adalah: Demam,
Meningismus, Anoreksia, Vomiting, Diare,
Abdominal pain, Sumbatan pada jalan
napas, Batuk dan Saluran napas tambahan. Pemeriksaan utama pada pasien ISPA
yaitu pengkajian pola napas.
Upaya
pencegahan yaitu Menjaga perawatan diri agar tetap baik dan sehat, Imunisasi,
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan, Menjaga anak berhubungan dengan
penderita ISPA. Perawatan pada pasien ISPA di lakukan dengan cara meningkatkan
istirahat minimal 8 jam perhari, meningkatkan makanan bergisi, Bila demam beri
kompres dan banyak minum air putih, bila hidung tersumbat karena pilek bersikan
lubang hidung dengan sapu tangan bersih, bila badan demam, gunakan pakaian yang
cukup tipis dan tidak terlalu ketat, bila terserang pada anak atau bayi berikan
makanan bergisi dan ASI bila anak masih menete. Pengobatan pasien ISPA di
lakukan dengan cara mengatasi panas (demam) dan mengatasi batuk serta
memberikan antipiretik untuk mengurangi infeksi.
B.
SARAN
Buat
pembaca sekalin, dari pembaca menghimbau agar tidak terkena ISPA jagalah
kebersihan diri dan lingkungan.
daftar pustakanya ngk ada..
BalasHapus