I. KONSEP
MEDIS
A. Definisi
DIC
~ Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan- bekuan
darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).
~ Disseminated
Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya
perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena terbentuknya
plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik
yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s)
~ Secara
umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIC) didefinisikan sebagai kelainan
atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada
mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury
(Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
~ Kesimpulan
: DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh berkurang sehingga
terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.
B. Mekanisme
Hemostasis normal
Sistem
pembuluh darah membentuk suatu sirkuit yang utuh yang mempertahankan darah
dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada pembuluh darah, trombosit dan
sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau kerusakan tersebut sampai sel pada
dinding pembuluh darah memperbaiki kebocoran tersebut secara permanen. Proses
ini meliputi beberapa tahap/faktor, yaitu;
1. Interaksi
pembuluh darah dengan struktur penunjangnnya.
2. Trombosit
dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan.
3. Pembentukan
fibrin oleh sistem koagulasi.
4.
Pengaturan
terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor pembekuan dan sistem
fibrinolisis.
5.
Pembentukan
kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan berhenti. Tahap 1 dan
2 dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada dinding pembuluh darah
mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah dengan cara vasokontriksi atau
vasodilatasi, sedangkan membran basal subendotel mengandung protein-protein
yang berasal dari endotel seperti kolagen, fibronektin, faktor von Willebrand
dan lain-lain, yang merupakan tempat melekatnya trombosit dan leukosit.
Trombosit akan membentuk sumbat hemostasis melalui proses: 1) adhesi
(adhesion), yaitu melekat pada dinding pembuluh darah: 2) agregasi atau saling
melekat di antara trombosit tersebut, yang kemudian menjadi dilanjutkan dengan
proses koagulasi.
Tahap 2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan
dan kofaktor yang berinteraksi pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau
sel endotel yang rusak untuk membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi
menjadi jalur ekstrinsik yangn melibatkan faktol jaringan (tissue factor) dan
faktor VII, dan jalur instrinsik (starface-contact factor). Sistem ini
diaktifkan jika faktor jaringan, yang diekspresikan pada sel yang rusak atau
teraktivasi (sel pembuluh darah atau monosit) berkontak dengan faktor VII aktif
(a) yang bersikulasi, membentuk kompleks yang selanjutnnya akan mengaktifkan
faktor X menjadi Xa dan seterusnya hingga membentuk trombus/fibrin yang stabil
(fibrin ikat silang /cross-linked fibrin).
Setelah fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan
untuk mengatur dan membatasi pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada
dinding pembuluh darah yang rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin
(AT)-III, protein S, serta heparin kofaktor II, alfa-1 antirifsin dan alfa-2
makroglobulin. Antirombin bekerja menghambat atau menginaktivasi trombin,
faktor VIIa, XIIa, Xia, Xa, dan Ixa. Tanpa adanya heparin, kecepatan inaktivasi
ini reelatif lambat. Heparin mengikat dan mengubah AT dan meningkatkan
kecepatan inaktivasi AT. Sedangkan protein C menghambat faktor Va dan VIIIa,
dengan bantuan protein S sebagai kofaktor.
Fibrinolisis atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk mempertahankan patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran
darah. Enxim yang berperan dalam sistem ini adalah plasminogen, yang akan
diubah menjadi plasmin dan kemudian akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi
fibrinogen(atau fibrin) degradation product (FDP), sedangkan produk pemecahan
fibrin ikat silang adalah D-dimer.
C. Etiologi DIC
KID merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit
dengan gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat mencetuskan KID fulminan
atau derajat rendah seperti di bawah ini:
1. Penyakit yang disertai KID fulminan
a. Bidang
obstetric: emboli cairan amnion, abrupsi plasenta, eklamsia,abortus
b. Bidang
hematologi: reaksi transfusi darah,hemolisis berat,transfuse massif, leukemia
M3 & M4
c. Infeksi
1) Septicemia,gram
negative (endotoksin),gram negative (mikro polisakarida)
2) Viremia
: HIV,hepatitis,varisela,virus sitomegalo,demam dengue
3) Parasit
: Malaria
4) Trauma
5)
Penyakit
hati akut : gagal hati akut ,ikterus obstruktif
6) Luka
bakar
7)
Alat
prosthesis : shunt leveen shunt denver,alat bantu balon aorta
8) Kelaian vascular
2. Penyakit di sertai KID derajat
a. Keganasan
b. Penyakit kardiovaskular
c. Penyakit autoimun
d. Penyakit ginjal menahun
e. Peradangan
f. Graft versus host disease
g. Penyakit
hati menahun
D. Patofisiologi
DIC
Emboli cairan amnion yang disertai KID sering
mengancam jiwa dan dapat menyebabkan kematian. Gejala KID karena emboli cairan amnion yaitu gagal nafas
akut, dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5
minggu yang ditemukan KID pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya KID
derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi KID fulminan.Dalam
keadaan seperti ini nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis
tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan
fibrinolisis,dan terjadi KID fulminan.
Pada kehamilan
dengan eklamsia ditemukan KID derajat rendah dan sering pada organ khusus
seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu diingat bahwa 10-15%
KID derajat rendah dapat berkembang menjadi KID fulminan. Abortus yang
diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai KID derajat rendah,
sampai abortus komplet, namun kadang dapt menjadi fulminan.
Hemolisis karena
reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga terjadi KID.
Akibat hemolisis,sel darah merah (SDM) melepaskan adenosine difosfat (ADP) atau
membrane fosfolipid SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun
secara bersamaan dan menyebabkan KID. Pada septikimia KID terjasi akibat
endotoksin atau mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara
mengaktifkan factor F XII menjadi FXIIa,menginduksi pelepasan reaksi
trombosit,menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi F XII men F
X-Xia,dan pelepasan materi prokoagulan dari granulosit dan semuanya ini dapat
mencetuskan KID.Terakhir dilaporkan bahwa organism gram positif dapat
menyebabkan KID dengan mekanisme seperti endotoksin, yaitu mantel bakteri yang
terdiri dari mukopolisakarida menginduksi KID.
E.
Gejala
Klinis
Gejala klinis bergantung pada penyakit dasar,akut atau
kronik,dan proses patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis
mikrovaskular atau diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan
gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie, ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie, ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
F.
Komplikasi
Acute
respiratory distress syndrome (ARDS)
~
Penurunan fungsi ginjal
~
Gangguan
susunan saraf pusat
~
Gangguan
hati
~
Ulserasi
mukosa gastrointestinal : perdarahan
~
Peningkatan
enzyme jantung : ischemia, aritmia
~
Purpura
fulminan
~
Insufisiensi
adrenal
~
Lebih
dari 50% mengalami kematian
G.
Insiden
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk
menderita DIC:
~
Wanita
yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi,
dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
~
Penderita
infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan
terjadinya aktivasi pembekuan
~
Penderita
leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat.
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi
untuk menderita DIC:
~
Penderita
cedera kepala yang hebat
~
Pria
yang telah menjalani pembedahan prostat
~
Terkena
gigitan ular berbisa.
H.
Diagnosis
Laboratorium
Karena rumitnya patofisiologi KID,hasil laboratorium yang
di dapat sangat bervariasi. Rumit dan sukar diinterpretasi jika patofisiologi
tidak jelas dimengerti dan pemeriksaan yang dilakukan tidak cukup. Tetapi jika
pemeriksaan yang diminta cukup dan interpretasi tepat akan dapat memberikan
criteria diagnosis yang objektif. Saat ini banyak metode baru tersedia,untuk
uji laboratorium klinis yang memudahkan pemeriksaan pasien dengan KID. Dibawah
ini dijelaskan laboratorium yang objektif yang diperlukan untuk diagnosis
KID,yang didasarkan atas pengetahuan patofisiologi KID.
I.
Pemeriksaan
Hemostasis
Pada KID
1.
Masa
Protombin
Masa protrombin bias abnormal pada KID, dapat disebabkan
beberapa hal. Karena masa
protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada
polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan
faktor IX. Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien KID sedang
pada kurang 50% pasien bias dalam batas normal atau memendek. Normal atau
memendeknya masa protrombin ini terjadi karena (1) beredarnya faktor koagulasi
aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat mempercepat pembentukan fibrin, (2)
hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin atau sistem
pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam
evaluasi KID.
2.
Partial
Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada KID
fulminan karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa
protrombin. Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang
seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa
protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.
PTT juga memanjang pada KID Karena pada FDP menghambat
polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada
50-60% pasien KID, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai
menyingkirkan KID. Mekanisme terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50%
pasien KID sama seperti pada masa protrombin.
3.
Kadar
Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan
sedikit informasi yang berarti pada pasien KID. Sebagaimana sudah disebutkan
sebelumnya pada kebanyakan pasien KID fulminan faktor pembekuan yang aktif
beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang
didasarkan atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan
difisiensi substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi.
Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pasien KID dengan disertai
peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem
F Xa melintas kebutuhan F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi
fibrin dengan cepat dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan
ini akan diinterpretasi sebagai kadar F VIII yang tinggi.
4.
FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil degradasi ini akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien dengan tromboemboli.
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil degradasi ini akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien dengan tromboemboli.
5.
D-
Dimer : suatu test terbaru untuk KID adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil
degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin
kemudian diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID.
D-Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai
kemungkinan KID, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT
III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan
titer FDP abnormal pada 75 % kasus. Kadang-kadang
titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada KID. Hal ini disebabkan
pada KID akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis
sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang
dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase
dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa
fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang
negative belum dapat menyingkirkan diagnosis KID. Dengan tersedianya
pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas
perannya dalam mendiagnosis KID.
6.
Plasmin
Pemeriksaan system fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam laboratorium klinis yang berguna pada KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan plasmin. Fibrinolisi sekunder merupakan respon tubuh untuk mencegah thrombosis, dalam upaya tubuh menghindarkan kerusakan organ yang ireversibel pada pasien dengan KID. Jika terjadi gangguan system fibrinolisi, morbiditas dan mortalitas akan meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan organ. Aktivasi system fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar plasminogen dan plasmin dengan teknik subtract sintesis. Masa lisis euglobulin memberikan sedikit atau kurang bermanfaat untuk menilai system fibrinolisis pada KID.
Pemeriksaan system fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam laboratorium klinis yang berguna pada KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan plasmin. Fibrinolisi sekunder merupakan respon tubuh untuk mencegah thrombosis, dalam upaya tubuh menghindarkan kerusakan organ yang ireversibel pada pasien dengan KID. Jika terjadi gangguan system fibrinolisi, morbiditas dan mortalitas akan meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan organ. Aktivasi system fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar plasminogen dan plasmin dengan teknik subtract sintesis. Masa lisis euglobulin memberikan sedikit atau kurang bermanfaat untuk menilai system fibrinolisis pada KID.
7.
Trombosit
Trombositopenia khas pada KID. Jumlah trombosit bervariasi mulai dari yang paling rendah 2000-3000 sampai lebih dari 100000/mm3. Pada kebanyakan pasien KID trombosit yang diperiksa dalam sediaan apus dari tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata 60.000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya terganggu pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji fungsi trombosit pada KID. Factor 4 trombosit (PF4) dan β - tromboglobulin merupakn petanda terjadinya reaktivasi dan penglepasan trombosit, dan biasanya meningkat pada KID. Bila pada KID kadar PF4 dan β-tromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan, hal ini menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan β- tromboglobulin pada KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivitas prokoagulan, juga bermanfaat dalam pemantauan pengobatan.
Trombositopenia khas pada KID. Jumlah trombosit bervariasi mulai dari yang paling rendah 2000-3000 sampai lebih dari 100000/mm3. Pada kebanyakan pasien KID trombosit yang diperiksa dalam sediaan apus dari tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata 60.000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya terganggu pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji fungsi trombosit pada KID. Factor 4 trombosit (PF4) dan β - tromboglobulin merupakn petanda terjadinya reaktivasi dan penglepasan trombosit, dan biasanya meningkat pada KID. Bila pada KID kadar PF4 dan β-tromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan, hal ini menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan β- tromboglobulin pada KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivitas prokoagulan, juga bermanfaat dalam pemantauan pengobatan.
8.
Diagnosis
laboratorium KID dapat dibagi dalam 4 kelompok : (1) aktifasi system
prokoagulan, (2) aktivasi system fibrinolisis, (3) konsumsi penghambat, (4) kerusakan
atau kegagalan organ.
a.
Aktivasi
system prokoagulan meliputi, protrombin, fragmen 1+ 2, fibrinopeptida A,
Fibrinopeptida B, kompleks thrombin – anti thrombin (TAT), dan D-Dimer. semuanya
ini meningkatkan pada KID.
b.
Aktivasi
system fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP, Plasmin dan plasmin antiplasmin
kompleks (PAP), semuanya meningkat pada KID.
c. Konsumsi penghambat ada yang menimgkat dan ada yang
menurun. Yang meningkat : kompleks TAT, kompleks PAP. Yang
menurun L anti thrombin α2 antiplasmin, heparin, kofaktor II, protein C &
S.
d. Kerusakan
ataau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat dehidrogenase, kreatinin, dan
menurun pH dan PaO2.
Untuk
menentukan diagnosis KID berdasarkan criteria laboratorium tersebut diperlukan
satu kelainan dari kelompok 1,2 dan 3, sedang kelompok 4 diperlukan 2 kalainan.
Dari data tersebut diatas terlihat bahwa D-Dimer merupakan pemeriksaan yang paling
penting dalam menentukan diagnosis KID.
System skor KID didasarkan atas nilai uji laboratorium ke
4 kelompok tersebut diatas, ditambk keadaan klinis dan hemodinamik pasien.
Nilai skor KID didapat dari hasil 100 di kurangi jumlah nilai seluruh kolom. Berdasarkan
nilai skor maka sejak permulaan dapat ditentukan derajat beratnya KID.
Kriteria derajat berat KID :
a.
Skor
> 90, KID tidak mungkin
b.
Skor
75-89 KID ringan
c.
Skor
50- 79 KID sedang
d.
Skor
< 49 KID berat
Pemakaian system skor ini bermanfaat dalam perawatan
pasien rutin untuk menilai manfaat pengobatan pada KID walaupun pencetusnya
(penyakit dasarnya ) berbeda. Manfaat skor dalam menilai dan menentukan
pengobatan:
a.
Ada
respon pengobatan.skor bertambah 10 atau lebih dalam 48 jam. KID ada perbaikan.
N Pengobatan dengan anti koagulan diteruskan (Heparin atau AT III).
b.
KID
menetap. Kenaikan skor ≤ 9 selama 48 jam KID menetap. antikoagulan (Heparin, AT
III) diteruskan.evaluasi 48 jam lagi.
c.
Terapi
gagal. Skor berkurang selama 72 jam. Antikoagulan dihentikan, demikian juga
pengobatan subtitusi.
J.
Penatalaksanaan
Mengenai pengobatan KID fulminan masih belum ada keseragaman dan kadang kontrofersial.hal ini disebabkan,sangat sukar untuk melakukan percobaan pengobatan klinis maupun penilaian hasil percobaan krna etiologi beragam dan beratnya KID juga bervariasi.dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan,(1) khusus:pengobatan KID bersifat individual atau kasus demi kasus,(2) umum:mengobati pembekuan darah dalam,dan mengatasi perdarahan.
Mengenai pengobatan KID fulminan masih belum ada keseragaman dan kadang kontrofersial.hal ini disebabkan,sangat sukar untuk melakukan percobaan pengobatan klinis maupun penilaian hasil percobaan krna etiologi beragam dan beratnya KID juga bervariasi.dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan,(1) khusus:pengobatan KID bersifat individual atau kasus demi kasus,(2) umum:mengobati pembekuan darah dalam,dan mengatasi perdarahan.
Walaupun masih controversial tetapi langkah pendekatan
penatalaksanaan pada KID yang disepakati sekarang ini sebagai berikut:
1.
Khusus
pengobatan individu:mengatasi keadaan yang khusus dan yang mengamcam nyawa.
2.
Bersifat
umum:
a.
Mengobati
atau menghilangkan proses pencetus
b.
Menghentikan
proses patalogis pembekuan intravascular.
c.
Terapi
komponen atau substitusi
d.
Menghentikan
sisa fibrinolisis.
Terapi Individu
Berhubung banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan
derajat penyakit maupun KID bervariasi,pengobatan kasus demi kasus perlu
mendapat perhatian yang besar.Mungkin hanya dengan pendekatan pengobatan
etiologi saja untuk satu pasien sudah cukup sedangpasien yang lain tidak.Atau
pemberian heparin pada kasus yang stu sangat diperlukan, sebaiknya pada kasus
yang lain sama sekali tidak. Jadi harus selalu dilihat pada setiap individu
keuntungan dan keruggian suatu pengobatan.
Pengobatan harus didasarkan atas eteologi
KID,umur,keadaan hemodinamik,tempat dan beratnya pendarahan,tempat beratnya
thrombus,dan gejala klinis yang ada hubungannya.
a.
Pengobatan
factor pencetus
Pengobatan yang sangat penting pada KID fulminan yaitu
mengobati secara progresif dan menghilangkan penyakit pencetus KID. Dengan
mengobati factor pencetus, proses KID dapat dikurangi atau berhenti. Mengatasi
renjatan, mengeluarkan janin mati, memberantai infeksi (sepsis), dan
mengembalikan volume dapat menghentikan proses KID
b.
Menghentikan
koagulasi
Menghentikan atau menghambat proses koagulasi dapat dapat
dilakukan dengan memberikan antikoagulan misalkan heparin.
Indikasi pemberian heparin:
Indikasi pemberian heparin:
~
Bila
penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat
~
Pasien
yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit dasar sudah dihilangkan. Hal
ini karena KID sendiri menggangu proses koagulasi.
~
Bila
ada tanda/ditakutkan terjadi thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal,
gagal hati, sindrom gagal nafas.
Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis permulaan 100-200π/kgBB intravena dan dosisi selanjutnya ditentukan berdasarkan APTT atau masa pembekuan (MP) yang diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin. Target APTT 1,5-2,5 kali control atau masa pembekuan (MP) 2-3 kali control. Bila APTT kurang dari 1,5 kali control atau MP kurang dari 2 kali control, dosis heparin dinaikkan. Bila lebih dari 2,5 kali APTT control atau MP lebih dari 3 kali control maka diulang 2 jam. Kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari 2,5-3 kali control maka dosis dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis diturunkan. Heparin diberikan tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 20.000-30.000 µ/hari.
Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis permulaan 100-200π/kgBB intravena dan dosisi selanjutnya ditentukan berdasarkan APTT atau masa pembekuan (MP) yang diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin. Target APTT 1,5-2,5 kali control atau masa pembekuan (MP) 2-3 kali control. Bila APTT kurang dari 1,5 kali control atau MP kurang dari 2 kali control, dosis heparin dinaikkan. Bila lebih dari 2,5 kali APTT control atau MP lebih dari 3 kali control maka diulang 2 jam. Kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari 2,5-3 kali control maka dosis dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis diturunkan. Heparin diberikan tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 20.000-30.000 µ/hari.
c.
Terapi
subtitusi
Bila perdarahan masih berlangsung terus sesudah mengobati
penyakit dasar dan sesudah pemberian antikoagulan kemungkinan penyebabnya
adalah penurunan komponen darah yaitu kekurangan factor pembekuan. Untuk ini
dapat diberikan plasma beku segar (Fresh frozen plasma) atau kriopresipitat.
Bila trombosit turun sampai 25.000 atau kurang pemberian trombosit konsentrat
perlu diberikan.
d.
Antifibrinolisis
Antifibrinolisis seperti asam traneksamik atau epsilon amino caproic acid (EACA) hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak ada dan fibriolisis yang sangat nyata. Antifibrinolisis tidak diberikan bila KID masih berlangsung dan bahkan merupakan kontraindikasi
Antifibrinolisis seperti asam traneksamik atau epsilon amino caproic acid (EACA) hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak ada dan fibriolisis yang sangat nyata. Antifibrinolisis tidak diberikan bila KID masih berlangsung dan bahkan merupakan kontraindikasi
II.
Konsep Keperawatan
A.
Pengkajian
1.
Kaji
adanya faktor predisposisi
a)
Septikemia
b)
Komplikasi
obstetrik
c)
Sindrom
distres pernapasan dewasa (ARDS)
d)
Luka
bakar berat dan luas
e)
Neoplasia
f)
Gigitan
ular
g)
Penyakit
hepar
h)
Bedah
kardiopulmonal
i)
Trauma
2.
Pemeriksaan
fisik
a)
Perdarahan
b)
Hematuria
c)
Rembesan
darah dari pungsi vena dan luka
d)
Epistaksis
e)
Perdarahan
GI track
f)
Kerusakan
perfusi jaringan serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental,
atau sakit kepala.
g)
Ginjal
: penurunan pengeluaran urine
h)
Paru-paru
: dispnea, ortopnea
i)
Kulit
: akrosianosis (ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan perifer
atau kaki.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.Gangguan perfusi jaringan yang b/d perdarahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan dapat adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan dapat adekuat.
Intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
a)
Pantau
Hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan perdarahan baru.
R/
Untuk
mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
b)
Waspadai
perdarahan
R/
untuk
meminimalkan potensial perdarahan lanjut
c)
Jelaskan
tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang akan dilakukan
R/
pengetahuan
tentang apa yang diharapkan membantu mengurangi ansietas
d)
Lakukan
pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan
informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas
R/
Pemecahan
masalah sulit untuk orang yang cemas, karena ansietas merusak belajar dan
persepsi. Penjelasan yang jelas dan sederhana paling baik untuk dipahami.
Istilah medis dan keperawatan dapat membingungkan klien dan meningkatkan
ansietas
e)
Kolaborasi
pemberian
-
Terapi
heparin : perhatikan pembentukan tanda-tanda antibodi antitrombosit oleh
penurunan tiba-tiba dari jumlah trombosit
R/
Bila
penyakit primer diatasi, tujuan tindakan tambahan adalah untuk mengontrol
perdarahan dan memperbaiki kadar faktor pembekuan yang normal
-
Berikan
transfusi darah sesuai dengan prosedur dan evaluasi dengan ketat terhadap
menifestasi reaksi transfusi. Hentikan transfusi bila terjadi reaksi.
R/
.Transfusi
darah mungkin diperlukan untuk menggantikan faktor- faktor pembekuan dan
memperbaiki anemia yang dapat terjadi pada kehilangan darah berlebihan.
2.
Peningkatan
suhu tubuh b/d proses inflamasi
Tujuan : Hipertermi dapat diatasi dengan criteria hasil:
Tujuan : Hipertermi dapat diatasi dengan criteria hasil:
a)
Pasien
mengeluh tubuhnya tidak panas lagi
b)
Suhu
tubuh normal
c)
Akral
tidak teraba panas
d)
Tidak
teraba distensi abdomen
Intervensi Rasional
Mandiri
1)
Pantau
suhu tubuh pasien pada periode akut tiap 1 jam.
R/
Mendeteksi
tingkat penyebaran peradangan
2)
Beri
Kompres hangat
R/
Dapat
membantu mengurangi demam
Kolaborasi:
1)
Berikan
obat penurun panas non alcohol dan non kafein sesuai resep
R/
Menurunkan
panas melalui responpersarafan pusat (hipotalamus)
3.
Resiko
intoleransi Aktivitas b/d penurunan suplai O2
Intervensi dan rasional
Intervesi Rasional
1)
Kaji
kemampuan pasien untuk melakukan tugas
R/
Mempengaruhi
pilihan intervensi/bantuan
2)
Awasi
TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktivitas.
R/
Manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru utnuk membawa jumlah O2 adekuat ke
jaringan
3)
Berikan
lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
R/
Meningkatkan
istirahat
untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
4)
Rencanakan
kemajuan aktivitas dengan pasien.
R/
Meningkatkan
secara bertahap aktivitas sampai normal.
4.
Nyeri
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil :
1)
Mengungkapkan
nyeri hilang
2)
Menyatakan
metode yang memberikan pengurangan
Intervensi
Intervensi
Intervensi Rasional
1)
Kaji
tingkat nyeri pasien.
R/
Tingkat
nyeri dapat mempengaruhi tingkah laku pasien dan proses pengobatan
2)
Mempertahankan
tirah baring selama fase akut
R/
Meningkatkan
relaksasi terhadap seluruh organ yang bersangkutan
3)
Kurangi
aktifitas yang berlebihan
R/
Aktifitas
yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan vaskuler
4)
Bantu
pasien dalam aktifitas sesuai kebutuhan
R/
Mencegah
komplikasi dalam hubungannya dengan sakit kepala
DAFTAR
PUSTAKA
Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC:
Jakarta
Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar