BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kelenjar
hipofisis kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisis mengkoordinasikan
berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormone hipofisis
memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan
kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan balik, oleh organ
lainnya, dimana kadar hormone endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal
kepada hipofisis untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya.
Jenisnya ada Kelenjar hipofisis anterior dan posterior.
Hipofungsi
kelenjar hipofisis ( Hipopituitarisme ) dapat terjadi akibat penyakit pada
kelenjar hipofisis sendiri atau pada hipotalamus ; namun demikian, akibat kedua
keadaan ini pada hakikatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat
kerusakan lobus anterior kelenjar hipofisis. Panhipopituitarisme ( penyakit
simmond ) merupakan keadaan tidak adanya seleruh sekresi hipofisis dan penyakit
ini jarang dijumpai. Microsisi hipofisis pasca partus ( syndrome Sheehan )
merupakan penyebab lain kegagalan hipofisis anterior yang jarang. Keadaan ini
lebih cenderung terjadi pada wanita yang mengalami kehilangan darah,
hipovolemia dan hipotensi pada saat melahirkan.
B.
Tujuan
Penulisan
1.1. Tujuan umum
Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi tugas mata
kuliah sistem endokrin.
1.2. Tujuan khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat:
a) Mengetahui
pengertian penyakit hipopituitarisme
b) Mengetahui
penyebab terjadinya hipopituitarisme
c) Mengetahui tanda dan gejala penyakit hipopituitarisme
d) Mengetahui dan
memahami focus pengkajian pada penyakit hipopituitarisme
e) Mengetahui dan
memahami focus perencanaan pada penyakit hipopituitarisme
f) Memahami contoh
kasus penyakit hipopituitarisme dan mengetahui
asuhan keperawatan yang harus diberikan pada penderita hipopituitarisme
C.
Manfaat
Penulisan
Dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca, sehingga dapat menetahui cara hidup
sehat, menambah pengetahuan dan pendalaman, penelitian tentang pasien dengan gangguan
gagal jantung.
BAB
II
KONSEP
DASAR TEORI
A.
Pengertian
Hipopituitarisme
adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi hipofisis.
Hipopituitarisme merupakan defisiensi hormon tiroid, adrenal, gonad dan hormon
pertumbuhan akibat penyakit hipofisis.
Hipopituitari adalah
hiposekresi satu atau lebih hormon hipofisis anterior (Barbara C. Long).
Hipopituitari mengacu
kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang sangat rendah
(Elizabeth C Erorwin).
Hipopituitarisme
adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi kelenjar hipofisis, terutama
bagian anterior.
- Etiologi
Hipopitutarisme dapat
terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Penyebabnya
mencakup :
a) Infeksi atau peradangan
b) Penyakit autoimun
c) Tumor, misalnya dari
sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu pembentukan salah satu dari
semua hormon lain.
d) Umpan balik dari organ
sasaran yang mengalami malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi TSH,
dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar
yang berlebihan.
e) Nekrosis hipoksik
(kematian akibat kekurangan oksigen) hipofisis dan hipotalamus yang terjadi
karena penurunan aliran darah atau oksigenasi dapat merusak sebagian atau semua
sel penghasil hormon. Contoh dari nekrotik hipoksik meliputi :
·
Nekrosis postpartum ( sindrom Sheehan)
·
Cedera kepala
·
Penyakit vascular, sering akibat diabetes mellitus
- Patofisiologi
Lebih
dari 90% kelenjar harus dihilangkan sebelum tanda-tanda klinis hipopituetarisma
bermanifestasi. Perubahan patologi bergantung apa penyebabnya. Pada kasus-kasus
yang disebabkan oleh nekrosis istemik, bagian awal nekrosis koagulatif diganti
oleh jaringan parut. Efek klinis hipopituitarisme tergantung pada apakah pasien
tersebut anak-anak atau dewasa.
Hipopituitarisme
pada anak-anak mengakibatkan kegagalan perkembangan yang porposiaonal akibat
tidak adanya hormon pertumbuhan (dwarfisme hipofisis). Anak-anak ini memiliki
kecerdasan normal dan tetap seperti anak-anak, gagal berkembang secara seksual.
Gambaran klinis dwarfisme hipofisis yang sama terjadi pada anak-anak yang lahir
dengan kelainan reseptor organ akhir terhadap hormone pertumbuhan (dwarfisme
hipofisis). Pasien memiliki kadar hormone pertumbuhan yang normal di dalam
serum.
Pada
orang dewasa, hipopituitarisme terutama ditandai dengan efek defisiensi
gonadotropin. Pada wanita, terjadi amenore dan infertilitas ; pada pria,
terjadi infertilitas dan impotensi. Defisiensi tirotropin dan kortikotropin
dapat mengakibatkan atropi tiroid dan korteks adrenal. Meskipun demikian,
penurunan sekresi tiroksin dan kortisol jarang cukup berat untuk menyebabkan
manisfestasi klinis. Defisiensi hormone pertumbuhan saja menimbulkan sedikit
kelainan pada orang dewasa.
- Manifestasi Klinis
Gejala hipopituitari bervariasi tergantung
kepada jenis hormon apa yang kurang.
a) Kekurangan hormon GH
Kekurangan hormon
pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan sedikit gejala atau tidak
menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa menyebabkan lambatnya
pertumbuhan, kadang-kadang menjadi cebol (dwarfisme). Tanda-tandanya meliputi
pertumbuhan lambat, ukuran otot dan tulang kecil, tanda-tanda seks sekunder
tidak berkembang, infertilitas, impotensi, libido menurun, nyeri senggama pada
wanita.
b)
Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala
berupa: kebingungan, tidak tahan terhadap cuaca dingin, penambahan berat
badan, sembelit, kulit kering.
c)
Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause
bisa menyebabkan: terhentinya siklus menstruasi (amenore), kemandulan, vagina
yang kering, hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
Pada pria, kekurangan
gonadotropin menyebabkan impotensi, pengkisutan buah zakar, berkurangnya
produksi sperma sehingga terjadi kemandulan, hilangnya beberapa ciri seksual
pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
d) Kekurangan hormon ADH
menyebabkan diabetes insipidus gejalanya adalah : Poliuria (Urin yang
dikeluarkan dalam jumlah yang banyak, bisa mencapai 5-10 liter. Urine sangat
encer, berat jenis 1001-1005 atau 50-200mOsmol/kgBB.), Polidipsia (Rasa haus
yang berlebihan, biasanya mencapai 10 liter cairan tiap hari, terutama
membutuhkan air dingin) Penurunan berat badan, Noturia, Kelelahan, Konstipasi,
Hipotensi.
- Pemeriksaan Diagnostik
a)
Foto tengkorak (cranium)
Dilakukan untuk melihat kondisi sella
tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik
secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah
penting.
b)
Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk
melihat kondisi tulang.
c)
CT Scan otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya tumor pada hipofisis atau hipotalamus melalui komputerisasi.
d) Pemeriksaan darah dan
urine
e)
Pemeriksaan kadar hormon GH
Nilai normal 10 µg ml baik pada anak dan
orang dewasa. Pada bayi dibulan-bulan pertama kelahiran jumlahnya meningkat.
Specimen adalah darah vena yang diambil lebih kurang 5 cc.
- Penatalaksanaan
·
Pemberian obat-obatan
hormonal.
Defisiensi gonadotropin
pria post pubertas diberikan androgen (testosteron). Untuk mencapai tingkat kesuburan
yang maksimal harus ditambah atau dikombinasikan dengan HCG. HCG diberikan tiga
kali seminggu dalam waktu 4-6 bulan sampai kadar testosteron normal. Wanita
yang telah mencapai pubertas, mendapat terapi estrogen dan progesteron.
Defisiensi hormon pertumbuhan
dapat diberikan hormon pertumbuhan sintesis (eksogen). Somatotropin (humatrop)
harus diberikan sebelum epifise tulang menutup yaitu sebelum masa pubertas.
·
Tindakan Operatif
Pembedahan
transphenoidalis
Pendekatan
transspenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi suatu adenoma sella
tursika dicapai melalui sinus sphenoid dan tumor diangkat dengan suatu
mikroskop bedah. Insisi di buat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan inipun
digunakan untuk memasang implant Y. Suatu lubang dibuat pada durameter pada
jalan masuk sella tursika. Biasanya ditutup dengan lapisan fascia yang di ambil
dari tungkai, sehingga pasien harus disiapkan untuk insisi tungkai. Pengambilan
ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan serebrospinal (CSF). Kebocoran CSF
dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus ditutup. Hidung mungkin
mampet dan suatu slang perban ditempatkan di bawahnya untuk
mengabsorpsi drainase. Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu
dilakukan.
Pembedahan
transfrontal
Jika
tumor hipofise timbul di bawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra
sellar), kraniatomi dilakukakan untuk mendapatkan suatu lapang operasi
yang cukup. Tumor-tumor intraserebral lain, penyakit-penyakit atau trauma
terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan hipofise dapat menyebabkan
disfungsi sementara maupun permanen.
BAB
III
KONSEP
DASAR ASKEP
- Pengkajian
1. Riwayat
penyakit masa lalu
Adakah
penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat
radiasi pada kepala.
2. Sejak
kapan keluhan diarasakan
Dampak
defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin
nyata pada masa praremaja.
3. Apakah
keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat
pada klien kretinisme.
4. Berat dan tinggi badan
saat lahir
5. Keluhan utama klien :
·
Pertumbuhan lambat
·
Ukuran otot dan tulang kecil
·
tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang; tidak ada rambut
pubis, tidak ada rambut aksila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh,
tidak mendapat haid.
·
Infertilitas
·
Impotensi
·
libido menurun
·
nyeri senggama pada wanita.
6. Pemeriksaan fisik
·
Inspeksi : Amati bentuk, ukuran tubuh, ukur berat dan tinggi
badan, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut aksil dan pubis
dan pada klien pria amati pertumbuhan rambut di wajah (jenggot dan kumis).
·
Palpasi : kulit pada wanita biasanya kering dan kasar.
7. Kaji dampak perubahan
fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
8. Data penunjang dari
hasil pemeriksaan diagnostic seperti ;
·
Foto cranium untuk melihat pelebaran dan erosi sella tursika.
·
Pemeriksaan serum darah : LH dan FSH, GH, prolaktin, kortisol,
aldosteron, testosteron, androgen, tes stimulasi yang mencakup uji toleransi
insulin dan stimulasi tiroid realising hormon.
- Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur
dan fungsi tubuh akibat defisiensi ganodotropin dan defisiensi hormon
pertumbuhan.
2.
Gangguan persepsi sensori (penglihatan)
berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor
pada nervus optikus.
3.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kronisitas
kondisi penyakit.
4.
Harga diri rendah yang berhubungan dengan perubahan penampilan
tubuh.
5.
Ansietas (cemas) berhubungan dengan ancaman atau perubahan status
kesehatan.
6.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal
- Intervensi Keperawatan
Dx 1 Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur
dan fungsi tubuh akibat defisiensi ganodotropin dan defisiensi hormon
pertumbuhan.
Intervensi
|
Rasional
|
Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
|
Agar klien mampu
mengungkapkan perasaannya.
|
Dorong klien untuk
bertanya mengenai masalah yang dihadapinya
|
klien mampu mengenal
masalah kesehatan yang dihadapinya
|
Berikan kesempatan
pada klien untuk merawat dirinya sendiri
|
membuat klien bisa
mandiri memenuhi kebutuhannya
|
Kolaborasi : pemberian
hormon pertumbuhan sintetis (eksogen).
|
Dx 2 Gangguan persepsi sensori (penglihatan)
berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor
pada nervus optikus.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan
kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang kehilangan
penglihatan, seperti dampaknya terhadap gaya hidup.
|
Dengan
memberikan kesempatan pasien untuk mengatakan ketakutannya, pasien dapat
melakukan koping terhadap kehilangan penglihatan
|
Berikan
stimulasi sensoris dengan menggunakan stimulus taktil, auditorius dan
gustatorius
|
Untuk
membantu mengompensasi kehilangan penglihatan
|
Berikan
orientasi realitas bila pasien mengalami kebingungan atau disorientasi
|
Agar
interaksi pasien – staf menjadi lebih efisien
|
Berikan dan
pantau keefektifan obat yang diprogramkan.
|
Pengobatan
dapat membantu menurunkan nyeri dan mengontrol proses penyakit.
|
Dx
3 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
kronisitas kondisi penyakit.
Intervensi
|
Rasional
|
Bantu klien untuk dapat berkomunikasi.
|
Agar klien mampu
mengalami peningkatan komunikasi
|
Bantu klien dalam
memecahkan masalah yang dialaminya
|
Agar klien dapat
memecahkan masalahnya sendiri.
|
Ajarkan klien untuk
dapat melakukan tehnik relaksasi yang benar
|
Agar klien dapat
melakukan relaksasi
|
Dx
4 Harga diri rendah yang berhubungan dengan
perubahan penampilan tubuh.
Intervensi
|
Rasional
|
Bantu klien dalam
membina saling hubungan percaya antara klien dengan perawat
|
Agar klien mampu
membina hubungan saling percaya antara klien dan perawat.
|
Bantu klien dalam hal
berinteraksi social
|
Agar klien mampu
berinteraksi sosial
|
Bantu klien untuk
meningkatkan harga dirinya kembali dengan mendukung segala tindakan, harapan,
dan keinginan pasien
|
Agar klien mampu
mendiskusikan perasaannya
|
Dx
5 Ansietas (cemas) berhubungan dengan ancaman atau
perubahan status kesehatan.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan kenyamanan dan
ketentraman hati pada klien
|
Agar klien memiliki
rasa percaya terhadap sesame
|
Bantu klien dalam
melakukan aktifitas yang dapat menurunkan ketegangan emosi
|
Agar klien dapat
memberikan respon secara verbal maupun non verbal.
|
Ajarkan tehnik
penghentian ansietas
|
Agarklien dapat
menstimulasi dirinya kembali
|
Dx
6 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal
Intervensi
|
Rasional
|
Ajarkan klien
melakukan cara perawatan kulit secara teratur setiap hari
|
Perawatan kulit yang
teratur dapat memperbaiki kerusakan kulit
|
Anjurkan klien
menggunakan lotion pelembab
|
Lotion pelembab
menbantu menjaga kelembaban kulit klien
|
Anjurkan klien untuk
tidak menggaruk kulitnya
|
Menggaruk kulit dapat
mengakibatkan iritasi kulit.
|
Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk
hidrasi yang adekuat.
|
Terpenuhinya hidrasi
yang adekuat
|
- Implementasi
- Evaluasi
BAB
IV
PENUTUP
- Kesimpulan
1.
Hipopituitarisme adalah sindrom klinis
yang ada kaitannya dengan kelainan fungsi kelenjar hipofisis atau pituitari
antara lain mencakup penyakit – penyakit akibat kekurangan hormone.
2.
Penegakan diagnosis harus meliputi
manifestasi klinis, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan radiologic
sehingga bias dilakukan terapi yang tepat
3.
Prognosis tergantung pada factor
penyebab dan ada tidaknya lesi anatomic.
- Saran
1. Bagi pembaca, diharapkan dapat
memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas, dan dapat mengaplikasikannya
dalam lingkungan masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya hipopituitarisme
2. Bagi mahasiswa, diharapkan agar
terus menambah wawasan khususnya dalam
bidang keperawatan.
3.
Bagi
dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi masukan, baik dalam proses penyusunan
maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan
pembuatan makalah kedepannya.
4.
Bagi
perpustakaan disarankan untuk menyediakan buku – buku kesehatan khususnya buku
– buku tentang penyakit – penyakit.
DAFTAR
PUSTAKA
Taylor Cynthia, 2010, Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan, edisi 10, Jakarta ; EGC
Robibins & Cotran, 2009, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, edisi 7, Jakarta ; EGC
Barados Mary, 2009, Seri Asuhan Keperawatan Dengan Klien Gangguan Endokrin, Jakarta;
EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar