BAB I
PENDAHULUAN
Diperkirakan
55.000 orang di dunia meninggal akibat rabies setiap tahunnya. Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO) “lebih dari 99% kasus rabies pada manusia terjadi akibat
dari gigitan hewan-hewan anjing yang terinfeksi”.
WHO,
the World Organization for Animal Health (OIE), the World Society for the
Protection of Animals (WSPA) dan banyak lagi yayasan-yayasan kesejahteraan
hewan skala nasional yang setuju dan menerima bahwa solusi utama dalam
menghadapi masalah rabies adalah melalui kebijakan vaksinasi hewan anjing (dan
sterilisasi bila memungkinkan), dikombinasikan dengan edukasi ke masyarakat
tentang pencegahan gigitan hewan anjing dan rabies, dan kemudahan akses untuk
pengobatan kepada orang yang tergigit.
Eliminasi
secara tidak manusiawi terhadap hewan anjing belum pernah menunjukan
efektifitas nya terhadap pengurangan populasi ataupun pengendalian rabies.
Walaupun demikian masih banyak pemerintah yang dengan tidak peka nya meracuni,
me-elektrokusi, menembaki dan memukuli hingga tewas hewan-hewan anjing bilamana
wabah terjadi.
Pada
kenyataannya, walau hanya eliminasi sebesar 15% dari populasi yang ada akan
berakibat pada bertambahnya kelangsungan hidup hewan anjing lain yang sehat
yang mana akhirnya akan menambah jumlah pertumbuhan populasi itu sendiri.
Vaksinasi
(dan sterilisasi bila memungkinkan) adalah lebih efektif dalam hal biaya,
manusiawi dan terbukti merupakan solusi utama yang dapat berguna untuk
mengendalikan rabies dalam hewan penyebar.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
KONSEP DASAR MEDIS
a.
Defenisi
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf
pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal.
b.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang
termasuk genus Lyssa-virus, famih Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui
secret yang terinfeksi pada gigitan binatang atau ditularkan melalui gigitan
hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Nama lainnya ialah
hydrophobia la rage (Prancis), la rabbia (Italia), la rabia (spanyol), die
tollwut (Jerman), atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila.
Adapun
penyebab dari rabies adalah :
1.
Virus rabies.
2.
Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
3.
Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
c.
Masa inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu antara
penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi penyakit rabies
pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari - 14 hari). Pada manusia
2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4
bulan, masa inkubasi bias bervariasi antara 7 hari - 7 tahun, hanya 1% kasus
dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak
dapat mengingat kapan terjadinya gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi biasanya
lebih pendek dari pada orang dewasa. Lamanya inkubasi dipengaruhi oleh dalam
dan besarnya gigitan, lokasi gigitan (jauh dekatnya kesistem saraf pusat),
derajat pathogenesis virus dan persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala
inkubasi 25-48 hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.
d.
Cara
Penularan
Setelah virus rabies masuk ke tubuh manusia, selama
dua minggu virus menetap pada tempat masuk dan jaringan otot didekatnya. Virus
berkembang biak atau lansung mencapai ujung-ujung serabut saraf perifer tampa
menunjukan perubahan-perubahan fungsinya. Selubung virus menjadi satu dengan
membrane plasma dan protein ribonukleus dan memasuki sitoplasma. Beberapa
tempat pengikatan adalah reseptor asetil-kolin post-sinaptik pada neuromuscular
junction di susunan saraf pusat (SSP). Dari saraf perifer virus menyebar secara
sentripetal melalui endoneurium sel-sel Schwan dan melalui aliran aksoplasma
mencapai ganglion dorsalis dalam waktu 60-72 jam dan berkembang biak.
Selanjutnya virus menyebar dengan kecepatan 3 mm/jam kesusunan saraf pusat
(medulla spinalis dan otak). Melalui cairan serebrospinal.
Diotak virus menyebar secara luas dan memperbanyak
diri dalam semua bagian neuron, kemudian
bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun
pada saraf otonom. Penyebaran selanjutnya dari SSP ke saraf perifer termasuk saraf
otonom, otot skeletal, otot jantung, kelenjar adrenal (medula), ginjal, mata,
dan pankreas. Pada tahap berikutnya virus akan terdapat pada kelenjar ludah,
kelenjar lakrimalis, sistem respirasi. Virus juga tersebar pada air susu dan
urin. Pada manusia hanya dijumpai kelainan pada midbrain dan medula spinalis
pada rabies tipe furious (buas) dan pada medula spinalis pada tipe paralitik.
Perubahan patolgi berupa degenerasi sel
ganglion, infiltrasi sel mononuklear dan perivaskular, neuronovagia dan
pembentukan nodul pada glia pada otak dan medula spinalis.
Dijumpai Negri bodies yaitu benda intrasitoplasmik
yang berisi komponen virus terutama protein ribonuklear dan fragmen organela
seluler seperti ribosomes. Negri bodies dapat ditemukan pada seluruh bagian otak,
terutama pada korteks serebri, batang otak, hipothalamus, sel purkinje
serebrum, ganglia dorsalis dan medula spinalis.
Pada 20% kasus rabies tidak ditemukan Negri bodies. Adanya miokarditis
menerangkan terjadinya aritmia pada pasien rabies.
e.
Patofisiolgi
Virus rabies yang terdapat pada air liur
hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui
gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk
melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat
mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan
berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan
kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit
ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan,
tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang
tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.
Kejang otot tenggorokan dan pita suara
bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya
gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin
sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh
karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia
(takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk
pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat
mengakibatkan kematian.
f.
Manifestasi Klinis
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri
dari 4 stadium yang dalam keadaan sebenarnya
sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu:
1.
Gejala prodromal non spesifik
2.
Ensefalitis akut
3.
Disfungsi batang otak
4.
Koma dan kematian
STADIUM
|
LAMANYA (%
KASUS)
|
MANIFESTASI
KLINIS
|
Inkubasi
|
< 30
hari (25%)
30-90 hari
(50%)
90 hari-1
tahun (20%)
>1
tahun (5%)
|
Tidak ada
|
Prodromal
|
2-10 hari
|
Parestesia,
nyeri pada luka gigitan, demam, malaise, anoreksia, mual dan muntah, nyeri
kepala, letargi, agitasi, ansietas, depresi.
|
Neurologik
Akut
-
Furious (80%)
Paralitik
Koma
|
2-7 hari
2-7 hari
0-14 hari
|
Halusinasi,
bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi, menggigit, hidropobia,
hipersaliva, disfagia, avasia, hiperaktif, spasme faring, aerofobia,
hiperfentilasi, hipoksia, kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma
abnormalitas ADH.
Paralisis
flagsid
Autonomic instability,
hipoventilasi, apnea, henti nafas, hipotermia, hipetermia, hipotensi,
disfunsi pituitari, aritma, dan henti jantung.
|
g.
Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita
rabies dan biasanya timbul pada fase koma.
Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial: kelainan
pada hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti
diuretic (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi,
hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun
generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada
stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi
pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung
kongestif, dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.
Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan
JENIS
KOMLIKASI
|
PENANGANANNYA
|
Neurologi
-
Hiperaktif
-
Hidrofobia
-
Kejang fokal
-
Gejala neurologi local
-
Edema serebri
-
Aerofobia
|
Fenotiazin, benzodiazepine
Tidak diberi apa-apa lewat mulut
Karbamazepine, fenitoin
Tak perlu tindak apa-apa
Mannitol, galiserol
Hindari stimulasi
|
Pituitary
-
SAHAD
-
Diabetes insipidus
|
Batasi cairan
Cairan, vasopressin
|
Pulmonal
-
Hiperventilasi
-
Hipoksemia
-
Atelektasis
-
Apnea
-
pneumotoraks
|
Tidak ada
Oksigen, ventilator, PEEP
Ventilator
Ventilator
Dilakukan ekspansi paru
|
Kardiovaskular
-
Aritmia
-
Hipotensi
-
Gagal jantung kongestif
-
Thrombosis arteri/vena
Obstruksi vena kava superior
-
Henti jantung
|
Oksigen, obat anti aritmia
Cairan, dopamine
Batasi cairan, obat-obatan
Oksigen, obat anti aritmia
Cairan, dopamine
Batasi cairan, obat-obatan
|
Lain-lain
-
Anemia
-
Perdarahan gastrointestinal
-
Hipertermia
-
Hipotermia
-
Hipooalemia
-
Ileus paralitik
-
Retensio urine
-
Gagal ginjal akut
-
pneumomediastinum
|
Transfuse darah
H2 blockers, transfusi darah
Lakukan pendinginan
Selimut panas
Pemberian cairan
Cairan paranteral
Kateterisasi
Hemodialisa
Tidak dilakukan apa-apa
|
h.
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik mengenai:
1.
Status
Pernafasan
-
Peningkatan
tingkat pernapasan
-
Takikardi
-
Suhu
umumnya meningkat (37,9º C)
-
Menggigil
2.
Status
Nutrisi
-
Kesulitan
dalam menelan makanan
-
Berapa
berat badan pasien
-
Mual
dan muntah
-
Porsi
makanan dihabiskan
-
Status
gizi
3.
Status
Neurosensori
-
Adanya
tanda-tanda inflamasi
4.
Keamanan
-
Kejang
-
Kelemahan
5.
Integritas
Ego
-
Klien
merasa cemas
-
Klien
kurang paham tentang penyakitnya
v Pengkajian Fisik Neurologik :
1.
Tanda
– tanda vital:
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
2.
Hasil
pemeriksaan kepala Fontanel :
Menonjol, rata, cekung
Bentuk Umum Kepala
3.
Reaksi
pupil
Ukuran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan
respon
4.
Tingkat
kesadaran Kewaspadaan :
Respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5.
Afek
Alam perasaan
Labilitas
6.
Aktivitas
kejang
Jenis
Lamanya
7.
Fungsi
sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi
terhadap suhu
8.
Refleks
Refleks tendo superficial
Reflek
patologi
i.
Pemeriksaan
Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:
1.
Elektroensefalogram (EEG) : dipakai untuk membantu
menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2.
Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih
sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3.
Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan
bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna
untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4.
Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5.
Uji laboratorium
Fungsi lumbal : menganalisis cairan
serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi
trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
GDA
Glukosa Darah : Hipoglikemia
merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl
BUN : Peningkatan BUN mempunyai
potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit
merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium
j.
Diagnosis
Banding
1.
Tetanus
2.
Ensefalitis Rabies
3.
Sindroma Guillain Barre,
4.
Transverse myelitis
5.
Japanese ensefalitis
6.
Herpes simpleks ensefalitis
7.
Poliomyelitis atau ensefalitis post vaksinasi
k.
Penatalaksanaan
Klinis
1.
Pengobatan
luka/prinsip penting dalam perawatan luka rabies. Luka yang kena gigitan kecil
dicuci dengan sabun dibawah air yang mengalir.
2.
Pengobatan
luka gigitan atau goresan yang mungkin terkontaminasi oleh virus rabies
merupakan hal yang sangat penting dan harus dikerjakan dengan segera dan
adekuat.
3.
Pemberian
serum Anti-Rabies
Dosisnya adalah 40 UI per kg badan, kalau bisa 50% dari
calculated close atau sekurang-kurangnya 500 UIdiinflitrasikan sekitar luka.
4.
Pemberian
vaksin anti rabies, misalnya: Nerve Tissue Voccine (NTV), duct embryo vaccine
(DEV) atau tissue culture vaccine (TCV).
Cara-cara pengobatan:
1.
Luka
ringan: 14X suntikan @ 2 ml tiap hari secara subkutan.
Tidak perlu booster, berhasil bila penyimpanan vaksin baik
(2-8°C).
2.
Gigitan
parah, didaerah leher keatas jari tangan atau genetalia.
§ Anti serum 40 iv kg BB pada hari 1.
§ Vaksinasi 14X @ 2 ml setiap hari
secara subkuta.
§ Booster pada hari ke-10, ke-20 dan
ke-30 setelah suntikan berakhir.
3.
Bila
skin test positif
§ Vaksinasi sebanyak 5X lebih dari 5
hari anjing sehat maka vaksinasi dihentikan.
§ Bila anjing ada gangguan gila atau
mati, maka:
§ Vaksinasi sampai 14X + booster
ke-10, ke-20, ke-90 setelah suntikan terakhir.
§ Booster pada hari ke-10, ke-20 dan
ke-90 suntikan terakhir.
4.
Vaksinasi
ulangan jika gigitan anjing yang tersangka gila
§ Jika gigitan terjadi lagi dalam 3
bulan sesudah pengobatan dihentikan.
§ Jika terjadi gigitan lagi antara 3-6
bulan > 2X suntikan vaksin @ 2 ml, selang 1 minggu.
§ Jika lebih 6 bulan terjadi gigitan
lagi > 14 X suntikan @ 12 ml secara subtukan tanpa anti serum.
§ Booster pada hari ke-10, ke-20 dan
ke-90 setelah suntikan terakhir. Selama pengobatan pasien dilarang olahraga
berat atau bekerja berat dan alkohol.
(Sjaifoellah, hal 430-431)
2.
Konsep Dasar Askep
a.
Pengkajian
1)
Indentitas
Klien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat.
2)
Riwayat
Penyakit
§ Apakah pernah digigit anjing atau
kucing?
§ Sudah berapa hari luka gigitan?
§ Daerah tubuh mana yang digigit?
§ Apakah klien pernah diberikan serum
anti-rabies atau vaksin anti rabies?
Data dasar pengkajian:
§ Aktivitas atau istirahat gejala: malaise
umum.
§ Nyeri atau ketidakmampuan gejala:
rasa nyeri dan panas pada daerah luka gigitan.
§ Makanan atau cairan gejala: mual,
takut, air, tidak bisa menelan.
§ Integeritas ego gejala: cemas dan
takut, emosi labil.
§ Thermoregulasi gejala: demam.
3)
Lingkungan
§ Apakah di lingkungan pasien terdapat
binatang yang bisa menyebabkan penyakit rabies, misalnya: anjing, kucing,
monyet.
§ Apakah binatang tersebut sudah di
vaksin atau belum?
§ Apakah lingkungan pasien merupakan
daerah endemic rabies?
b.
Diagnosa Keperawatan
1)
Gangguan
thermoregulasi b/d invasi kuman pada SSP
2)
Gangguan
rasa nyaman nyeri b/d luka gigitan
3)
Infeksi
b/d luka gigitan
4)
Cemas
b/d perubahan pola kesehatan
5)
Resti
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d plasma otak rahang
6)
Devisit
volume cairan b/d spasme otot rahang
7)
Perubahan
sensori perseptual b/d respon emosional berlebihan
c.
Intervensi
Dx I : Gangguan thermoregulasi b/d invasi kuman
pada SSP
Tujuan : Klien akan menunjukan
suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria :
§ Badan tidak panas
§ Suhu tubuh 37°C
Intervensi dan Rasionalnya:
1)
Pantau
suhu pasien, perhatikan menggigil atau diaphoresis
R/ : Membantu dalam intervensi dan menentukan
diagnosis.
2)
Anjurkan
kepada klien untuk memahami pakaian yang tipis
R/ : Membantu dalam proses penguapan.
3)
Kolaborasi
R/ : Untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnua pada hipotalamus.
Dx II : Gangguan rasa nyaman
nyeri b/d luka gigitan
Tujuan : Klien akan menunjukan
nyeri hilang
Kriteria :
§ Wajah klien nampak rileks
§ Klien tidak meringis kesakitan
§ Skala nyeri: 1
Intervensi dan Rasionalnya:
1) Kaji ketidaknyamanan/nyeri
R/ : Membantu menentukan intervensi.
2) Anjurkan klien untuk melakukan
teknik relaksasi, misal:
R/ : Menghambat presepsi nyeri.
3) Lakukan perawatan luka dan
pengobatan
R/ : Mencegah terjadinya infeksi.
4) Kolaborasi
Pemberian
anti serum rabies dan vaksin anti rabies
R/ : Mencegah terjadinya komplikasi.
Dx III : Resiko tinggi infeksi
b/d luka gigitan
Tujuan : Klien akan menunjukan
bebas dari infeksi
Kriteria :
§ Luka bersih
§ Diameter luka mengecil
§ Tidak ada udem
§ Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi dan Rasionalnya:
1)
Cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
R/ : Mengurangi kontaminasi silang.
2)
Lakukan
inspeksi terhadap luka setiap hari.
R/ : Mencatat tanda-tanda inflamasi/infeksi
lokal.
3)
Gunakan
teknik steril pada saat perawatan luka
R/ : Mencegah masuknya bakteri, mengurangi resiko
infeksi.
4)
Gunakan
sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuka dari kotak langsung
R/ : Mencegah penyebaran infeksi/kontaminasi
silang.
5)
Kolaborasi:
berikan antibiotic sesuai intruksi
R/ : Antibiotik diharapkan efek untuk membunuh
kuman.
Dx IV : Cemas b/d perubahan
pada kesehatan
Tujuan : Klien akan menunjukkan
cemas berkurang
Kriteria :
§ Cemas berkurang
Intervensi dan Rasionalnya:
1)
Berikan
kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan takut dan cemas
R/ : Pernyataan masalah menurunkan ketegangan
mengklasifikasi tingkat koping dan memudahkan pemahaman perasaan.
2)
Beri
penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya
R/ : Peningkatan pemahaman, mengurangi rasa takut
karena ketidaktahuan dan dapat menurunkan ansietas.
3)
Berikan
dukungan positif
R/ : Meningkatan perasaan akan keberhasilan dalam
penyembuhan.
Dx V : Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan b/d spasma otot rahang.
Tujuan : Klien akan menunjukkan
pemasukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria :
§ Klien bisa makan
§ Berat badan meningkat
§ Porsi makan dihabiskan
§ Tidak ada keluhan mual muntah
Intervensi dan Rasionalnya:
1)
Kaji
kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
R/ : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap
jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.
2)
Timbang
berat badan sesuai indikasi
R/ : Mengevaluasi keefektifan/kebutuhan mengubah
nutrisi.
3)
Berikan
makanan lunak dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur
R/ : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi
pasien terhadap nutrisi yang diberikan.
4)
Kolaborasi
Ø Konsultasi dengan ahli gizi
R/ : Merupakan sumber yang efektif untuk
mengidentifikasikan kebutuhan kalori/nutrisi.
Ø Berikan makanan melalui selang NGT
bila tidak bisa peroral
R/ : Memudahkan pasien untuk menelan.
Dx VI : Defisit volume cairan
b/d spasme otot rahang
Tujuan : Klien akan menunjukan
volume cairan yang adekuat
Kriteria :
§ Turgor kulit baik
§ Membran mukosa lambat
§ Berat badan normal
§ Pasien mau minum sesuai toleransi
Intervensi :
1)
Awasi
tanda vital, pengisian kapiler, membran mukosa turgor kulit
R/ : Indikator keadekuatan volume sirkulasi.
2)
Berikan
cairan peroral.
R/ : Menggantikan cairan yang kurang.
3)
Timbang
berat badan
R/ : Indikator cairan dan staut nutrisi
4)
Kolaborasi
R/ : Mengganti cairan untuk memperbaiki cairan.
Dx VII : Perubahan sensori perseptual
b/d respon emosional berlebihan
Tujuan : Klien mampu menunjukkan
tingkat kesadaran umum
Kriteria :
§ Tidak marah
§ Tidak cemas
§ Tidak takut
§ Tidak liar
Intervensi :
1)
Kaji
tingkat kesadaran
R/ : Bicara mungkin kacau, emosi labil, karena
ketidakmampuan koordinasi.
2)
Observasi
respon tingkah laku, mudah marah, disorientasi, pada rangsang
R/ : Hiperaktivitas karena gangguan SSP dapat
bereaksi dengan cepat.
3)
Ciptakan
lingkungan yang tenang
R/ : Mengurangi stimulasi eksternal selama
tingkat hiperaktif.
4)
Secara
berulang kali lakukan orientasi pada orang, tempat dan lingkungan sekitar
sesuai petunjuk.
R/ : Mengurangi ansietas.
d.
Implementasi
Tindakan dilaksanakan sesuai intervensi keperawatan.
e.
Evaluasi
Berdasarkan tujuan dari kriteria hasil.
f.
Pendidikan Kesehatan
1)
Anjurkan
klien untuk menjauhi binatang seperti anjing, kucing, monyet dan kelelawar.
2)
Bila
terkena gigitan segera cuci lukanya dengan sabun dan dibawa ke Puskesmas atau
RS terdekat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
3)
Bila
dirumah ada binatang sebaiknya diikat atau dikandangkan dan diberikan vaksinasi
oleh mantra hewan atau dokter hewan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Virus rabies merupakan virus yang
sangat fatal apabila terpapar. Penularannya bisa melalui gigitan, luka pada
kulit, membram mukosa. Pencegahan dapat dilakukan pada hewan dan manusia yang
berupa vaksinasi maupun pemusnahan hewan yang terkena rabies. Dapat juga kita
melakukan pencegahan terhadap virus rabies melalui kontrol terhadap vaksinasi
dan hewan liar yang berkeliaran disekitar lingkungan kita.
B.
Saran
1.
Buat
masyarakat :
Ø Diharapkan kepada masyarakat agar
lebih waspada terhadap bahaya penyakit rabies dengan cara memberikan vaksin
secara teratur terhadap binatang peliharaan yang dapat menularkan virus rabies
seperti (anjing, monyet, dll).
Ø Bila terkena gigitan binatang
tersebut diharapkan agar segera melakukan pencegahan dengan cara :
Memberikan
vaksin, Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi
akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran
selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.
2.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna maka kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan sehingga makalah ini dapat
berguna bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar