PROSES
KEPERAWATAN DAN DOKUMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN
A.
PENGERTIAN TENTANG PROSES
KEPERAWATAN
Sebelum menyusun suatu asuhan keperawatan yang baik, kita harus memahami langkah langkah dari proses
keperawatan. Proses perawatan merupakan suatu metode bagi perawat untuk
Memberikan asuihan keperawatan kepada klien. Beberapa pengertian proses
kaparawatan adalah sebagai berikut Suatu metoda pemberian asuhan keperawatan yang sistematis dan rasional
(Kozier, 1991).
Metoda pemberian asuhan keperawatan yang terorganisir dan
sistematis, berfokus pada respon yang unik dari
individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial (Rosalinda,1986). Suatu aktifitas
yang dinamika dan berkelanjutan yang meliputi interaksi perawat klien dan
proses pemecahan masalah (Schultz dan Videbeck).
Proses keperawatan bukan hanya sekedar pendekatan
sistematik dan terorganisir melalui enam langkah dalam
mengenali masalah-masalah klien, namun merupakan suatu metode pemecahan masalah
baik secara episodic maupun secara linier. Kemudian dapat dirumuskan diagnosa
keparawatannya, dan cara pemecahan masalah.
B.
PENGERTIAN PROSES KEPERAWATAN
Banyak pakar telah merumuskan definisi dari proses
keperawatan (Weitzel, Marriner, Murray, Yura, Herber, dll). Secara umum dapat
dikatakan bahwa proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang
sistematis, dalam melakuan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan
masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon
pasien terhadap penyakitnya (Tarwoto & Wartonah, 2004). Atau:
Proses
keperawatan adalah :
1. Suatu
pendekatan sistematis untuk mengenal masalah-masalah pasien dan mencarikan
alternatif pemecahan masalah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien.
2. Merupakan
proses pemecahan masalah yang dinamis dalam memperbaiki dan meningkatkan
kesehatan pasien sampai ke tahap maksimum.
3. Merupakan
pendekatan ilmiah
4. Terdiri dari 4
tahap : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Atau, ada pula yang
menterjemahkannya ke dalam 5 tahap : pengkajian, perumusan diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
C.
KARAKTERISTIK PROSES KEPERAWATAN
1. Tujuan : proses
keperawatan mempunyai tujuan yang jelas melalui suatu tahapan dalam meningatkan
kualitas asuhan keperawatan.
2. Sistematik :
menggunakan suatu pendekatan yang terorganisir untuk mencapai suatu
tujuan-meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan menghindari masalah yang
bertentangan dengan tujuan pelayanan kesehatan / keperawatan.
3. Dinamik :
proses keperawatan ditujukan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan lien
yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Proses keperawatan ditujukan pada
suatu perubahan respon klien yang diidentifikasi melalui hubungan antara
perawat dan klien.
4. Interaktif :
dasar hubungannya adalah hubungan timbal balik antar perawat, klien, keluarga
dan tenaga kesehatan lainnya.
5. Fleksibel :
dapat diadopsi pada praktik keperawatan dalam situasi apapun dan bisa digunakan
secara berurutan.
6. Teoritis :
setiap langah dalam proses keperawatan selalu didasarkan pada suatu ilmu yang
luas, khususnya ilmu dan model keperawatan yang berlandaskan pada filosofi
keperawatan dan ditekankan pada aspek : humanisti, holistik dan care.
Selain pendapat tersebut, Kozier menyebutkan bahwa proses
keperawatan mempunyai sembilan karakteristik antara lain:
1. Merupakan
sistem yang terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari
klien, keluarga, kelompok dan komunitas.
2. Bersifat siklik
dan dinamis, karena semua tahap-tahap saling berhubungan dan berkesinambungan.
3. Berpusat pada
klien, merupakan pendekatan individual dan spesifik untuk memenuhi kebutuhan
klien.
4. Bersifat
interpersonal dan kolaborasi.
5. Menggunakan
perencanaan.
6. Mempunyai
tujuan.
7. Memperbolehkan
adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam memikirkan jalan keluar
menyelesaikan masalah keperawatan.
8. Menekankan pada
umpan balik, dengan melakukan pengkajian ulang dari masalah atau merevisi
rencana keperawatan.
9. Dapat
diterapkan secara luas. Proses keperawatan menggunakan kerangka kerja untuk
semua jenis pelayanan kesehatan, klien dan kelompok.
Demikian
juga dengan Craven dan Hirnle (2000), menurutnya proses keperawatan sebagai
pedoman untuk
praktek keperawatan profesional, mempunyai karakteristik:
1. Merupakan
kerangka kerja dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga
dan masyarakat.
2. Teratur dan
sistematis.
3. Saling
tergantung.
4. Memberikan
pelayanan yang spesifik kepada individu, keluarga, dan masyarakat.
5. Berpusat pada
klien, menggunakan klien sebagai suatu kekuatan.
6. Tepat untuk
diterapkan sepanjang jangka waktu kehidupan.
7. Dapat
dipergunakan dalam semua keadaan.
Sedangkan
Taylor (1993) menyatakan bahwa proses keperawatan bersifat sistematis, dinamis,
interpersonal, berorientasi kepada tujuan dan dapat dipakaii pada situasi
apapun.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa proses keperawatan adalah suatu cara menyelesaikan masalah
yang sistematis dan dinamis serta bersifat individual untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan klien sebagai manusia yang bersifat unik, dan menekankan pada
kemampuan pengambilan keputusan oleh perawat sesuai dengan kebutuhan klien.
D.
TEORI YANG MELANDASI PROSES
KEPERAWATAN
1.
Teori Sistem
Terdiri dari suatu kerangka kerjayang
berhubungan dengan keseluruhan social,manusia,stuktur dan masalah-masalah
organisasi serta perubahan hubungan internal dan lingkungan sekitarnya.
Komponen system: input,proses dan
output.
Hubungan
antara teori system dan proses keperawatan Input dan
proses adalah suatu kumpulan data hasil pengkajian serta masalah yang
ditemukan,disusun suatu rencana dan tindakan keperawatan yang tepat.dan
menjelaskan hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan. Feedback
adalah suatu proses dimana informasi tentang system output dikomsumsikan
kembali pada system agat dpat di evaluasi dan member arahdalam pengkajian ulan
dalam menentukantindakan selanjutnya.
2.
Teori KDM
Teori
ini memandang manusia sebagai bagian integral yang 1 sama lain dalam memenuhi kebutuhan dasar:fisiologi,keamanan,kasih
saying,harga diri,aktualisasi diri ( MASLOW) Peran perawat adalah memenuhi KDM
dan tercapainya kepuasan dagi diri sendiri dan klien.
3.
Teori Persepsi
Masalah
kesehatan yang samaakanmenimbulkan masalah keperawatanyang berbedakarena
persepsi kedua klien tersebut .Terjadinya perubahandalam pemenuhan KDM sangat
dipengaruhi oleh persepsi individu.
4.
Teori
informasi dan komunikasi
Perawat harus mengetahui komunikasi
yang baik agar mudah menerapkan proses keperawatan,hasil dari penerapan proses
keperawatan yang member kepuasan pada klien dan dirinya sendiri akan
diinfrmasikan dengan akurat dan tepat.
5.
Teori
Pengambilan Keputusan dan Penyelesaian masalah
Setiap tindakan yang dilakukan dengan
benar selalu melibatkan proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah
klien.tujuan tersebut hanya dapat tercapai apabila perawat menyusun langkah
langkah pengambilan keputusan melalui tahapan proses keperawatan.
Salah satu tujuan dari keperawatan adalah menyelesaikan
masalah yang dihadapi klien. Melaui pendekatan proses keperawatan masalah-masalah
yang dihadapi dapat diidentifikasi secara tepat dan keputusan dapat diambil
secara akurat.
E.
SEJARAH PERKEMBANGA PROSES KEPERAWATAN
Proses
keperawatan mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Perawat yang
dididik sebelum tahun tersebut pada umumnya belum mengenal proses keperawatan
karena kurikulum di pendidikan belum mengajarkan metode tersebut. Proses
keperawatan mulai dikenal di pendidikan keperawatan Indonesia yaitu dalam
Katalog Pendidikan Diploma III Keperawatan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada
tahun 1984. Diluar negeri istilah proses keperawatan diperkenalkan pada tahun
1955 oleh Lidya Hall, dan sejak tahun tersebut para pakar keperawatan
mendiskripsikan proses keperawatan secara bervariasi.
Pada awal perkembangannya,
proses keperawatan mempunyai tiga tahap, kemudian empat tahap dan pada saat ini
proses keperawatan mempunyai lima tahap. Proses lima tahap pertama
diperkenalkan pada tahun 1967 oleh Western Interstate Commision of Higher
Education (WICHE) yang meliputi: persepsi, komunikasi, interpretasi,
intervensi, dan evaluasi. Pada tahun yang sama para staf pengajar,Yura.H dan
Walsh di Catholic University of American mangusulkan metode empat tahap,
meliputi: pengkajian, perencanaan, intervensi dan evaluasi (Craven &
Hirnle, 2000). Pada tahun 1973, American Nurse’s Association (ANA) menerbitkan
standars of Nursing Practice dan juga National Council of State Boards of
Nursing ( 1982 ) yang terdiri dari lima tahap, meliputi: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Kozier et al., 1995).
Proses
keperawatan terus berkembang dan kemudian istilah Nursing Diagnosis mulai
diperkenalkan dalam literatur-literatur keperawatan. Pada tahun 1973, Gebbie
dan Levin dari St.Louis University School of Nursing membantu dalam
menyelenggarakan konferensi pertama tentang klasifikasi diagnosa keperawatan di
Amerika.
Pada tahun
1982, terbentuk North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) yang
setiap dua tahun mengadakan konferensi tentang klasifikasi diagnosa keperawatan
(Potter & Perry, 1997).
Pada saat ini proses keperawatan telah berkembang dan
diterapkan di berbagai tatanan pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti rumah sakit,
klinik-klinik, Puskesmas, perawatan keluarga, perawatan kesehatan masyarakat,
dan perawatan pada kelompok khusus. Namun secara umum penerapan proses
keperawatan belum optimal dan belum menggambarkan pemecahan masalah secara
ilmiah oleh perawat, karena pada dasarnya hal ini tidak terlepas dari sumber
daya keperawatan yang ada dan dukungan institusi.
LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN
A.
TAHAPAN PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Tahap
pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap,
akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
respon individu.
Data
Dasar adalah
kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien
untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi
dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data
Fokus adalah
data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan
masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup
tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.
Fokus
Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan tidak sama dengan pengkajian
medis. Pengkajian medis difokuskan pada keadaan
patologis, sedangkan pengkajian keperawatan ditujukan pada respon klien
terhadap masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar manusia. Misalnya dapatkah klien melakukan aktivitas sehari-hari,
sehingga fokus pengkajian klien adalah respon klien yang nyata maupun potensial
terhadap masalah-masalah aktifitas harian.
Pulta
(Pengumpulan Data) Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien
yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta
kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien.
Pengumpulan
informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang
terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien.
Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis
keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan
data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment), irawat secara terus-menerus (ongoing
assessment),
serta pengkajian ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).
1.
Tujuan
Pengumpulan Data
a. Memperoleh informasi tentang keadaan
kesehatan klien.
b. Untuk menentukan masalah keperawatan
dan kesehatan klien.
c. Untuk menilai keadaan kesehatan
klien.
d. Untuk membuat keputusan yang tepat
dalam menentukan langah-langkah berikutnya.
2. Tipe Data:
a. Data
Subjektif
Data
Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan
oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status kesehatannya.
Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual,
perasaan malu.
b.
Data Objektif
Data
Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.
Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat
kesadaran.
3. Karakteristik Data
a. Lengkap
Data yang
terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat.
Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji lebih
dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai
berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja?
Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis?
Bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan.
b.
Akurat dan Nyata
Untuk
menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat dan nyata
untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat, diamati dan diukur
melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang mungkin
meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap
data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat
yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “klien selalu diam dan sering
menutup mukanya dengan kedua tangannya.
Perawat
berusaha mengajak klien berkomunikasi, tetapi klien selalu diam dan tidak
menjawab pertanyaan perawat. Selama sehari klien tidak mau makan makanan yang
diberikan”, jika keadaan klien tersebut ditulis oleh perawat bahwa klien
depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku klien dan bukan
data yang aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan kondisi
klien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian.
c.
Relevan
Pencatatan
data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang harus
dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi. Kondisi seperti ini
bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tapi singkat dan jelas.
Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah klien, yang merupakan
data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan situasi khusus.
4. Sumber Data
a. Sumber
data primer
Klien adalah sumber utama data
(primer) dan perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah
kesehatan klien.
b.
Sumber data sekunder
Orang terdekat, informasi dapat
diperoleh melalui orang tua, suami atau istri, anak, teman klien, jika klien
mengalami gangguan keterbatasan dalam berkomunikasi atau kesadaran yang
menurun, misalnya klien bayi atau anak-anak, atau klien dalam kondisi tidak
sadar.
c.
Sumber data lainnya
1)
Catatan
medis dan anggota tim kesehatan lainnya.
Catatan kesehatan terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi
yang dapat mendukung rencana tindakan perawatan.
2)
Riwayat
penyakit Pemeriksaan fisik dan
catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis.
Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang difokuskan pada identifikasi
patologis dan untuk menentukan rencana tindakan medis.
3)
Konsultasi Kadang terapis memerlukan konsultasi
dengan anggota tim kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosa
medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut
dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosa.
4)
Hasil
pemeriksaan diagnostic Seperti
hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan perawat
sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan masalah kesehatan klien.
Hasil pemeriksaan diagnostik dapat digunakan membantu mengevaluasi keberhasilan
dari tindakan keperawatan.
5)
Perawat
lain Jika klien adalah rujukan
dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat harus meminta informasi kepada
perawat yang telah merawat klien sebelumnya. Hal ini untuk kelanjutan tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
6)
Kepustakaan. Untuk mendapatkan data dasar klien
yang komprehensif, perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan
masalah klien. Memperoleh literatur sangat membantu perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang benar dan tepat.
5. Metoda Pengumpulan Data
a.
Wawancara
b.
Observasi
c.
Pemeriksaan
fisik
d.
Studi
Dokumentasi
B.
TAHAPAN DIAGNOSA
Pada tahun
1953, istilah diagnosa keperawatan diperkenalkan oleh V. Fry dengan menguraikan
langkah yang diperlukan dalam mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
Menurut
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (1990, dalam Carpenito,
1997) diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/ proses kehidupan
yang aktual atau risiko.
Diagnosa
keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil
yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun persyaratan dari diagnosa
keperawatan adalah perumusan harus jelas dan singkat dari respons klien
terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik dan akurat, memberikan
arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan oleh perawat dan
mencerminkan keadaan kesehatan klien.
1.
Tipe
Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah struktur
dan proses. Struktur diagnosa keperawatan komponennya tergantung pada tipenya,
antara lain:
2. Diagnosa Keperawatan Aktual (Actual
Nursing Diagnoses).
Diagnosa keperawatan aktual
menyajikan keadaan yang secara klinis telah divalidasi melalui batasan
karakteristik mayor yang dapat diidentifikasi. Tipe dari diagnosa keperawatan
ini mempunyai empat komponen yaitu label, definisi, batasan karakteristik, dan
faktor-faktor yang berhubungan (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).
3. Diagnosa Keperawatan Risiko dan
Risiko Tinggi (Risk and High-Risk Nursing Diagnoses).
Dianosa Keperawatan Risiko dan
Risiko Tinggi adalah keputusan klinis bahwa individu, keluarga dan masyarakat
sangat rentan untuk mengalami masalah bila tidak diantisipasi oleh tenaga
keperawatan, dibanding yang lain pada situasi yang sama atau hampir sama
(Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).
4.
Diagnosa
Keperawatan Kemungkinan (Possible Nursing Diagnoses).
Diagnosa Keperawatan Kemungkinan adalah pernyataan tentang
masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan. Namun banyak
perawat-perawat telah diperkenalkan untuk menghindari sesuatu yang bersifat
sementara dan NANDA tidak mengeluarkan diagnosa keperawatan untuk jenis ini
(Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).
5.
Diagnosa
Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing Diagnoses).
Diagnosa Keperawatan Sejahtera
adalah ketentuan klinis mengenai individu, keluarga dan masyarakat dalam
transisi dari tingkat kesehatan khusus ketingkat kesehatan yang lebih baik.
Pernyataan diagnostik untuk diagnosa keperawatan sejahtera merupakan bagian
dari pernyataan yang berisikan hanya sebuah label. Label ini dimulai dengan “Potensial
terhadap peningkatan, diikuti tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang
dikehendaki oleh individu atau keluarga, misal “Potensial terhadap peningkatan
proses keluarga” (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).
6. Diagnosa Keperawatan Sindroma
(Syndrome Nursing Diagnoses), terdiri dari sekelompok diagnosa
keperawatan aktual atau risiko tinggi yang diduga akan tampak karena suatu
kejadian atau situasi tertentu. NANDA telah menyetujui dua diagnosa keperawatan
sindrom yaitu “Sindrom trauma perkosaan” dan “Risiko terhadap sindrom disuse”
(Carpenito, 1997).
7.
Komponen
Rumusan Diagnosa Keperawatan.
Secara umum diagnosa keperawatan
yang lazim dipergunakan oleh perawat di Indonesia adalah diagnosa keperawatan
aktual dan diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi yang dalam
perumusannya menggunakan tiga komponen utama dengan merujuk pada hasil analisa
data, meliputi: problem (masalah), etiologi (penyebab), dan sign/symptom
(tanda/ gejala).
8.
Problem
(masalah).
Problem adalah gambaran keadaan klien
dimana tindakan keperawatan dapat diberikan karena adanya kesenjangan atau
penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak terjadi. Etiologi
(penyebab), adalah keadaan yang menunjukkan penyebab terjadinya problem
(masalah). Sign/symptom (tanda/ gejala), adalah ciri, tanda atau gejala
relevan yang muncul sebagai akibat adanya masalah.
Dalam perumusannya sebuah diagnosa
keperawatan dapat menggunakan 3 komponen atau 2 komponen yang sangat tergantung
kepada tipe dari diagnosa keperawatan itu sendiri. Secara singkat rumusan
diagnosa keperawatan dapat disajikan dalam rumus sebagai berikut:
1. Diagnosa keperawatan aktual:
Contoh:
Nyeri kepala akut (Problem) berhubungan dengan peningkatan tekanan dan iritasi
vaskuler serebral (Etiologi) ditandai oleh, mengeluh nyeri kepala, sulit
beristirahat, skala nyeri: 8, wajah tampak menahan nyeri, klien gelisah,
keadaan umum lemah, adanya luka robek akibat trauma pada kepala bagian atas,
nadi: 90 X/ m (Sign/Simptom).
2. Diagnosa keperawatan risiko/ risiko
tinggi:
Contoh:
Risiko infeksi (Problem) berhubungan dengan adanya luka trauma jaringan
(Etiologi) Pada diagnosa risiko,
tanda/gejala sering tidak dijumpai hal ini disebabkan kerena masalah belum
terjadi, tetapi mempunyai risiko untuk terjadi apabila tidak mendapatkan
intervensi atau pencegahan dini yang dilakukan oleh perawat.
3. Persyaratan Diagnosa Keperawatan.
Persyaratan
diagnosa keperawatan, meliputi:
a. Perumusan harus jelas dan singkat
berdasarkan respon klien terhadap Situasi atau keadaan kesehatan yang sedang
dihadapi.
b. Spesifik dan akurat.
c. Merupakan pernyataan dari:
P(Problem)+ E (Etiologi)+(Sign/Simptom) atau P (Problem) + E (Etiologi).
d. Memberikan arahan pada rencana
asuhan keperawatan.
e. Dapat dilaksanakan intervensi
keperawatan oleh perawat.
4. Prioritas Diagnosa Keperawatan.
Menyusun
prioritas sebuah diagnosa keperawatan hendaknya diurutkan sesuai dengan keadaan
dan kebutuhan utama klien.
5. Berdasarkan tingkat Kegawatan
Keadaan
yang mengancam kehidupan. Keadaan yang tidak gawat dan tidak mengancam
kehidupan. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.
6. Berdasarkan Kebutuhan Maslow
Berdasarkan Kebutuhan Maslow yaitu Kebutuhan fisiologis,kebutuhan
keamanan dan keselamatan,kebutuhan mencintai dan dicintai,kebutuhan harga diri
dan kebutuhan aktualisasi diri.
7. Perbedaan Diagnosa Keperawatan
Dengan Diagnosa Medis.
Beberapa
perbedaan antara diagnosa keperawatan dengan diagnosa medis dibawah ini:
a) Diagnosa
keperawatan:
Berfokus
pada respons atau reaksi klien terhadap penyakitnya. Berorientasi pada
kebutuhan individu, bio-psiko-sosio-spiritual. Berubah sesuai dengan perubahan
respons klien. Mengarah kepada fungsi mandiri perawat dalam melaksanakan
tindakan keperawatan dan evaluasi.
b)
Diagnosa Medis :
Berfokus
pada faktor-faktor yang bersifat pengobatan dan penyembuhan penyakit.
Berorientasi kepada keadaan patologis dan cenderung tetap, mulai dari sakit
sampai sembuh. mengarah kepada tindakan medik yang sebahagian besar
dikolaborasikan kepada perawat.
C.
TAHAPAN PERENCANAAN
Langkah
ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Menurut Kozier et al. (1995)
perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan
secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi
kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.
Dalam
perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan
data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam
membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau
mengeliminasi masalah kesehatan klien.
Langkah-langkah
dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi: penetapan prioritas, penetapan
tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan
yang tepat dan pengembangan rencana asuhan keperawatan. Setelah diagnosa
keperawatan dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan
kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas diagnosa
keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan kebutuhan klien (Potter
& Perry, 1997).
Penetapan
prioritas bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan yang
sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997). Penetapan prioritas
dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan.
Salah satu metode dalam menetapkan prioritas dengan mempergunakan hirarki
kebutuhan menurut Maslow. Prioritas dapat diklasifikasi
menjadi tiga tingkatan, antara lain high priority, intermediate priority, dan
low priority. Dalam menetapkan prioritas perawat juga harus memperhatikan nilai
dan kepercayaan klien terhadap kesehatan, prioritas klien, sumber yang tersedia
untuk klien dan perawat, pentingnya masalah kesehatan yang dihadapi, dan
rencana pengobatan medis.
Diagnosa
keperawatan klien dan penetapan prioritas membantu dalam menentukan tujuan
keperawatan. Tujuan adalah petunjuk untuk menyeleksi intervensi keperawatan dan
kriteria hasil dalam mengevaluasi intervensi yang telah diberikan (McCloskey
& Bulechek, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Evaluasi kritis perawat
dalam menetapkan tujuan dan ukuran hasil yang diharapkan ditekankan pada
diagnosa, masalah yang mendesak, dan sumber-sumber klien serta sistem pelayanan
keperawatan (Bandman & Bandman, 1995, dalam Potter & Perry, 1997).
Tujuan
penulisan rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil yang diharapkan adalah:
1. Tujuan dan
kriteria hasil yang diharapkan merupakan petunjuk untuk intervensi keperawatan
pada individu.
2. Tujuan dan
kriteria hasil yang diharapkan menentukan efektivitas dari intervensi
keperawatan.
Dalam
penulisan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan terdapat beberapa petunjuk,
antara lain:
1. Berdasarkan
diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan,
2. Merupakan hasil
akhir yang ingin dicapai.
3. Mencakup
kriteria hasil yang merupakan dasar untuk melakukan evaluasi.
4. Berpusat pada
klien.
5. Terlihat/ dapat
diamati.
6. Dapat diukur.
7. Adanya batasan
waktu.
8. Realistik.
Strategi
intervensi keperawatan berhubungan dengan diagnosa keperawatan spesifik yang
ditetapkan perawat untuk mencapai tujuan perawatan klien dan kriteria hasil.
Intervensi keperawatan yang spesifik harus berfokus dalam mengeliminasi atau
menurunkan etiologi (penyebab) dari diagnosa keperawatan, dan sesuai dengan
pernyataan tujuan serta kriteria hasil.
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam menentukan rencana intervensi keperawatan adalah:
1.
Mengidentifikasi alternatif tindakan.
2.
Menetapkan dan menguasai teknik serta
prosedur keperawatan yang akan dilakukan.
3.
Melibatkan klien dan keluarganya.
4.
Melibatkan anggota tim kesehatan
lainnya.
5.
Mengetahui latar belakang budaya dan
agama klien.
6.
Mempertimbangkan lingkungan, sumber,
dan fasilitas yang tersedia.
7.
Memperhatikan kebijaksanaan dan
peraturan yang berlaku. Harus dapat menjamin rasa aman klien.
8.
Mengarah pada tujuan dan kriteria hasil
yang akan dicapai.
9.
Bersifat realistik dan rasional.
10. Rencana
tindakan disusun secara berurutan sesuai prioritas.
Demikian
juga dalam tehnik penulisan rencana intervensi keperawatan, ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
1. Kalimat yang
ditulis harus berupa kalimat instruksi, berfungsi untuk menjelaskan tindakan
yang akan dilakukan. Instruksi dibuat secara ringkas, tegas, tepat dan kalimat
mudah dimengerti.
2. Dapat dijadikan
alat komunikasi antar anggota keperawatan/ tim kesehatan lain untuk
kesinambungan asuhan keperawatan yang akdiberikan kepada klien.
3. Memuat
informasi yang selalu baru.
4. Didokumentasikan
pada tempat/ kolom yang ditentukan sebagai pertanggung-jawaban dan
pertanggunggugatan perawat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien.
Dalam
pelaksanaan rencana keperawatan perawat memakai format yang didalamnya terdapat
beberapa kolom. Kolom-kolom tersebut terdiri dari kolom diagnosa keperawatan,
kolom tujuan dan kriteria hasil, dan kolom rencana intervensi keperawatan
beserta rasionalnya.
Pada
tahap ini, dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.
JENIS TINDAKAN
1. Secara mandiri (independen): adalah
tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam
mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyait),
misalnya :
a. Membantu klien
dalam melakuan kegiatan sehari-hari
b. Memberikan
perawatan kulit untuk mencegah dekubitus
c. Memberikan
dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar
d. Menciptakan
lingungan terapeutik
2. Saling
ketergantungan (interdependent/kolaborasi) : adalah tindakan keperawatan atas
dasar kerjasama sesama tim perawatan
atau dengan tim kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan
dan sebagainya, misalnya dalam hal :
a. Pemberian
obat-obatan sesuai dengan instruksi dokter
b. Pemberian infus
3. Rujukan/ketergantungan
(dependen) adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain,
diantaranya dokter, psikolog, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dan
sebagainya, misalnya :
a. Pemberian makan
pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi
b. Latihan fisik –
ahli fisioterapi
FOKUS
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Mempertahankan
daya tahan tubuh
2. Mencegah
komplikasi
3. Menemukan
perubahan sistem tubuh
4. Memantapkan
hubungan klien dengan lingungan
5. Implementasi
pesan dokter
6. Mengupayakan
rasa aman, nyaman dan keselamatan klien
PRINSIP-PRINSIP
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Berdasarkan
kepada respon klien
2. Berdasarkan
penggunaan sumber yang tersedia
3. Meningkatkan
kemampuan merawat diri sendiri dan self reliance
4. Sesuai dengan
standart praktik keperawatan
5. Memiliki dasar
hukum
6. Sesuai dengan
tanggung jawab praktek keperawatan
7. Kerjasama
dengan profesi lain
8. Penekanan pada
aspek pencegahan dan peningkatan kesehatan
9. Menerapkan
metode keperawatan yang paling efektif
10. Mempertimbangkan
kebutuhan kesehatan yang esensial
11. Memperhatikan
faktor perubahan lingkungan
12. Meningkatkan
peran serta klien dalam asuhan keperawatan klien.
PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Langsung :ditangani sendiri oleh perawat yang
menemukan masalah kesehatan klien
2.
Delegasi :diserahkan kepada orang lain atau perawat lain yang dapat
dipercaya untuk melakukan tindakan
keperawatan klien.
PERTIMBANGAN
TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Individualitas
klien
2. Melibatkan
klien dalam intervensi
3. Pencegahan
komplikasi
4. Mempertahanan
kondisi tubuh sebagai upaya peningkatan kesehatan
5. Rasa aman bagi
klien
6. Penampilan
perawat yang bijaksana
LANGKAH-LANGKAH
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tinjau ulang
data dan pembaruan data
2. Revisi rencana keperawatan sebagai
respon terhadap perubahan respon klien terhadap masalah kesehatan
3. Menentukan
kebutuhan dan bantuan keperawatan klien
4. Implementasi
tindakan
5. Mempelajari
respon klien
6. Komunikasi.
DASAR STRATEGI
DALAM MELAKSANAKAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1.
Proses belajar mengajar berkaitan
dengan pendidikan kesehatan
2.
Komunikasi dua arah antara perawat dan
klien
3.
Ketrampilan psikomotorik perawat dalam
membantu memenuhi kebutuhan klien
4.
Kerjasama diantara perawat dan profesi
kesehatan lainnya
5.
Kepemimpinan keperawatan dalam menglola
asuhan keperawatan
HAL-HAL YANG
PERLU DIPERHATIKAN
1.
Tahap Persiapan :
a. Memahami
rencana keperawatan
b. Memanfaatkan
kemampuan dalam melaksanakan tindakan keperawatan
c. Menguasai
ketrampilan teknis keperawatan
d. Mengetahui
sumber daya yang diperlukan
e. Memahami aspek
hukum dan kode etik yang berlaku dalam bidang keperawatan
f. Mengetahui efek
samping dan komplikasi yang mungkin timbul
g. Mengetahui
standart praktik keperawatan untuk menguur keberhasilan
h. Penampilan perawat dalam melaksanaan
tindakan keperawatan harus meyakinkan
2.
Tahap Pelaksanaan :
a. Keselamatan klien
b. Keamanan dan kenyamanan klien
c. Pencegahan komplikasi.
D.
TAHAP IMPLEMENTASI
Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 1997).
Ukuran
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk
klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari.
Untuk
kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).
Dalam Implementasi tindakan
keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Individualitas klien, dengan
mengkomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi keperawatan yang akan
dilakukan.
2. Melibatkan klien dengan
mempertimbangkan energi yang dimiliki, penyakitnya, hakikat stressor, keadaan
psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap penyakit dan intervensi.
3. Pencegahan terhadap komplikasi yang
mungkin terjadi.
4. Mempertahankan kondisi tubuh agar
penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan kesehatan.
5. Upaya rasa aman dan bantuan kepada
klien dalam memenuhi kebutuhannnya.
6. Penampilan perawat yang bijaksana
dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan (Kozier et al,. 1995) adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan respons klien.
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil
penelitian keperawatan, standar pelayanan professional, hukum dan kode etik
keperawatan.
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber
yang tersedia.
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan
tanggung gugat profesi keperawatan.
5. Mengerti dengan jelas
pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan.
6. Harus dapat menciptakan adaptasi
dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan peran serta untuk
merawat diri sendiri (Self Care).
7. Menekankan pada aspek pencegahan dan
upaya peningkatan status kesehatan. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan
melindungi klien.
8. Memberikan pendidikan, dukungan dan
bantuan.
9. Bersifat holistik.
10. Kerjasama dengan profesi lain.
11. Melakukan dokumentasi.
Menurut Craven dan Hirnle (2000)
secara garis besar terdapat tiga kategori dari implementasi keperawatan, antara
lain:
1. Cognitive implementations, meliputi
pengajaran/ pendidikan, menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan
hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi,
memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien
dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
2. Interpersonal implementations,
meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan pelayanan, menciptakan
komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal, pengungkapan perasaan,
memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model,
dan lain lain.
3. Technical implementations, meliputi
pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan,
menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respon klien yang
abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan
lain-lain.
Sedangkan dalam melakukan
implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya sesuai dengan rencana
keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam pelaksanaannya terdapat
tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain:
1. Independent implementations, adalah
implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam
mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi
activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan
kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan
klien, melakukan dokumentasi, dan lain-lain.
2. Interdependen/ Collaborative
implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim
keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam
hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube
(NGT), dan lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam
pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan
tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian, ketepatan
cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien
setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian perawat.
3. Dependent implementations, adalah
tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi,
physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi
pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik
(mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
Secara operasional hal-hal yang
perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:
1. Pada tahap persiapan.
a.
Menggali
perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri.
b.
Memahami
rencana keperawatan secara baik.
c.
Menguasai
keterampilan teknis keperawatan.
d.
Memahami
rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
e.
Mengetahui
sumber daya yang diperlukan.
f.
Memahami
kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
g.
Memahami
standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
h.
Memahami
efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
i.
Penampilan
perawat harus menyakinkan.
2. Pada tahap pelaksanaan.
a.
a.
Mengkomunikasikan/ menginformasikan
kepada klien tentang keputusan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
b.
Beri
kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap penjelasan
yang telah diberikan oleh perawat.
c.
Menerapkan
pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan kemampuan teknis
keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
d.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi klien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien, respon
klien terhadap tindakan yang telah diberikan.
3. Pada tahap terminasi.
a.
terus memperhatikan respons klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
b.
Tinjau
kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c.
Rapikan
peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi.
d.
Lakukan
pendokumentasian.
E.
TAHAP EVALUASI
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun
evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan
(Alfaro-LeFevre, 1998). Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Menurut Craven dan Hirnle
(2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan
respon prilaku klien yang tampil.
Tujuan dari
evaluasi antara lain:
1.
Untuk menentukan perkembangan kesehatan
klien.
2.
Untuk menilai efektifitas, efisiensi,
dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
3.
Untuk menilai pelaksanaan asuhan
keperawatan.
4.
Mendapatkan umpan balik.
5.
Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat
dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan
efektif atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan
hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai
pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep
model teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan
yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
1. Mengkaji ulang
tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Mengumpulkan
data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
3. Mengukur
pencapaian tujuan.
4. Mencatat
keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan.
5. Melakukan
revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986,
dalam Craven & Hirnle, 2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur.
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara
atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek
lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien,
dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf
keperawatan dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses.
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat
dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa
tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses
mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik,
validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3. Evaluasi hasil.
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan
terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran
pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah
teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah
sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak
teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan
timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi,
teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan
yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective adalah informasi
yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh
perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara
informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak
teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
F.
PENDOKUMENTASIAN PROSES KEPERAWATAN
1. Teknik Dokumentasi
Teknik
dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi keperawatan
dalam penerapan proses keperawatan.
Ada tiga teknik
dokumentasi yang sering digunakan:
a. SOR (Source
Oriented Record)
Adalah tehnik
dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan. Dalam
melksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini
cocok untuk pasien rawat inap.
b. Kardex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan
membuat data penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan
terapi klien yang digunakan pada pasien rawat jalan.
c.
POR (Problem Oriented Record)
POR merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan
system pelayanan keperawatan yang berorientasi pada masalah klien. Teknik ini
dapat digunakan untuk mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan
ide pemikiran anggota tim mengenai problem klien secara jelas.
Sistem POR ini mempunyai 4 komponen:
1) Data dasar
2) Daftar masalah
3) Rencana awal
4) Catatan perkembangan
2. Format Dokumentasi
Aziz
Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:
a. Format naratif
Merupakan
format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam
bentuk narasi.
b. Format SOAPIER
Format
ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada masalah (problem
oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di identifikasi oleh
semua anggota tim perawat.
Format
SOAPIER terdiri dari:
S
= Data Subjektif
Masalah
yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh pasien
O
= Data Objektif
Tanda-tanda
klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan meliputi data
fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh melalui
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic
laboratorium.
A
= Pengkajian (Assesment)
Analisis
data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
P
= Perencanaan
Pengembangan
rencana segera atau untuk yang akan datang dari intervensi tindakan untuk
mencapai status kesehatan optimal.
I
= Intervensi
Tindakan
yang dilakukan oleh perawat
E
= Evaluasi
Merupakan
analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan
R
= Revisi
Data
pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien terhadap
tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau
modifikasi rencana asuhan kepeawatan.
c. Format fokus/DAR
Semua
masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada
rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan
(action) dan respon (R)
d. Format DAE
Merupakan
system dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap
diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada
rencana keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat
dengan suau diagnose keperawatan.
e. Catatan perkembangan ringkas
Dalam
menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
1) Adanya perubahan kondisi pasien
2) Berkembangnya masalah baru
3) Pemecahan masalah lama
4) Respon pasien terhadap tindakan
5) Kesediaan pasien terhadap tindakan
6) Kesediaan pasien untuk belajar
7) Perubahan rencana keperawatan
8) Adanya abnormalitas atau kejadian yang
tidak diharapkan
Pendapat Aziz Alimul (2001) diatas juga mempunyai kesamaan dengan apa yang dikemukakan oleh Nursalam (2001) yang mengatakan bahwa ada 6 (enam) bentuk model dokumentasi keperawatan yang masing-masing model tersebut juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Enam
model pendokumentasian tersebut adalah sebagai berikut:
1. SOR (Source Oriented Record)
Model
ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola
pencatatan. Catatan berorientasi pada sumber yang terdiri dari 5 komponen:
a. Lembar penerimaan berisi biodata
b. Lembar order dokter
c. Lembar riwayat medic
d. Catatan perawat
e. Laporan khusus
2. POR (Problem Oriented Record)
Model
ini memusatkan data tentang klien disusun menurut masalah klien. System ini
mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh perawat,
dokter dan tim kesehatan lainnya terdiri dari 4 komponen:
a. Data dasar
b. Daftar masalah
c. Perencanaan awal
d. Catatan perkembangan (progress note)
3. Progress Oriented Record (Catatan
Berorientasi pada perkembangan kemajuan)
Tiga
jenis catatan perkembangan: Catatan perawata (nursing note) Lembar alur (floe
sheet), Catatan pemulangan dan Ringkasan Rujukan (Discharge Summary)
4. CBE (Charting by Exception)
CBE
(Charting by Exception) Adalah system dokumentasi yang hanya mencatat secara
naratif dan hasil penemuan yang menyimpang dari keadaan normal (standar dari
praktik keperawatan).
5. PIE (Problem Intervention and
Evaluation)Adalah pencatatan dengan pendekatan orientasi proses dengan
penekanan pada proses keperawatan dan diagnose keperawatan.
6. FOCUS
Biasa
juga disebut dengan format DAR (Data, Action, Respons)
Suatu
proses pencatan terfokus pada klien. Digunakan untuk mengorganisir dikumentasi
asuhan keperawatan dimana: Data berisi data subjektif dan objektif serta data
focus Action: tindakan yang akan dikaukan Respons : keadaan respon yang akan
dilakukan.
Wonderful!! this is really one of the most beneficial blogs I’ve ever browsed on this subject. I am very glad to read such a great blog and thank you for sharing this good info with us.Keep posting stuff like this.
BalasHapusNanda Care Plan
Nursing Care Plan
Good article.
BalasHapusI like reading your article.
Nanda Diagnosis
Your article is very good.
BalasHapusContinue with the new article.
NCP Nanda