BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Edema paru
akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam paru-paru, biasanya
diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat.
Edema paru akut terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Bertambahnya
cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru disebut edema paru akut.
Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari penyakit jantung dan
kebanyakan kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan kegagalan jantung. Edema
paru akut dapat menjadi kondisi kronik atau dapat berkembang dengan tiba-tiba
dan dengan cepat menjadi ancaman hidup. Tipe yang mengancam hidup dari edema
paru terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-tiba berpindah dari pembuluh
darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah paru, serangan jantung, trauma,
atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga
menjadi tanda awal dari penyakit jantung koroner.
Angka kejadian penyakit ini adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.
Angka kematian melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir
dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan
selamat. Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh
total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka kelompok
akan membahas mengenai edema paru akut dan asuhan keperawatan yang diberikan.
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu
ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden edema paru akut melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
B. Tujuan
1.
Tujuan umum
Mahasiswa
mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien ALO dengan baik.
2.
Tujuan khusus
a.
Untuk mengetahui definisi penyakit
oedema paru akut.
b.
Mengetahui etiologi ALO.
c.
Mengetahui tanda gejala ALO.
d.
Mengetahui patofisiologi ALO.
e.
Mengetahui pemeriksaan penunjang dan
komplikasi dari ALO.
C. Rumusan Masalah
a.
Apa definisi dari ALO?
b.
Apa etiologi dari ALO ?
c.
Manifestasi klinis dari ALO?
d.
Bagaimana patofisiologi dari ALO?
e.
Apa
komplikasi, serta pemeriksaan penunjang dari ALO?
f.
Bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien dengan edema paru akut?
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru
yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan
karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis.
Edema Paru Akut (Kardiak) menunjukkan
adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli
ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran
ventrikel kiri.
Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut
dimana cairan mengalami kebocoran
melalui dinding kapiler, menembus keluar dan menimbulkan dipsnea yang sangat berat.
Edema paru merupakan kondisi yang
disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam
kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas.
B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi
2, kardiogenik dan non-kardiogenik.
a.
Cardiogenic pulmonary edema
b.
Edema
paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ
jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa
tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema
berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang
disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
c.
Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang
umumnya disebabkan oleh hal berikut:
Ø Acute
respiratory distress syndrome (ARDS).
Pada ARDS,
integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang
dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
Ø Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh
infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun,
infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
Ø Gagal
ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh
Ø High
altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
Ø Trauma
otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
Ø Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya
menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus
ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang
cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang
terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
Ø Jarang,
overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus
pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan
pulmonary edema.
Ø Penyebab-penyebab
lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk
pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung
injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.
C. Etiologi
Edema Paru dapat
terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :
1)
Ketidak-seimbangan Starling
Forces :
Ø Peningkatan tekanan kapiler paru :
·
Peningkatan
tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).
·
Peningkatan
tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
·
Peningkatan
tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary
edema).
·
Penurunan tekanan onkotik plasma.
·
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit
ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau
penyakit nutrisi.
Ø Peningkatan tekanan negatif intersisial :
·
Pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
·
Tekanan pleura yang sangat negatif
oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory
volume (asma).
·
Peningkatan tekanan onkotik
intersisial.
2)
Perubahan permeabilitas membran
alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
·
Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
·
Bahan toksik inhalan (phosgene,
ozone, chlorine, NO2, dsb).
·
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa
ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
·
Aspirasi asam lambung.
·
Pneumonitis radiasi akut.
·
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
·
G Disseminated
Intravascular Coagulation.
·
Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
·
Shock Lung oleh karena trauma di
luar toraks.
·
Pankreatitis Perdarahan Akut.
3)
Insufisiensi Limfatik :
·
Post Lung Transplant.
·
Lymphangitic Carcinomatosis.
·
Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4)
Penyebab tersering oedema paru
adalah:
·
Penyakit jantung (artero sklerotik).
·
Hipertensi
·
Kelainan katup
·
Mopati
D. Patofisiologi
Edema Paru terjadi ketika alveoli
dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh
darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan
persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan
oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal
jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab
lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
E. Manifestasi Klinis
a.
Terjadi
awitan kesulitan nafas mendadak dan perasaan tercekik.
b.
Tangan
menjadi dingin dan basah
c.
Kuku
biru (sianosis)
d.
Warna
kulit menjadi abu-abu
e.
Nadi
lemah dan cepat
f.
Vena
leher menegang
g.
Mulai
batuk dengan mengeluarkan sputum yang banyak
h.
Klien
konfusi serta stupor
i.
Napas
berbunyi dan basah
j.
Mengerluarkan
cairan berbusa ke bronkus dan trakhea
k.
edema alveolar
l.
Pertukaran gas sangat terganggu
m.
Terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Manifestasi klinis Edema Paru
secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh
darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan
sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin
hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema
paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus
juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu
memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema
alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital
dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada
kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
F. Pemeriksaan
Penunjang
a.
Pemeriksaan
Fisik
Sianosis sentral, sesak napas dengan bunyi napas
seperti mukus berbuih, ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi
hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale, takikardia
dengan S3 gallop, murmur bila ada kelainan katup.
b.
Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan.
c.
Laboratorium
ü Analisa
gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
ü Enzim
kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
ü Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit,
urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi
koroner.
d.
Ekokardiografi
e.
Pengukuran
plasma B-type natriuretic peptide (BNP).
f.
Pulmonary
artery catheter (Swan-Ganz).
G. Penatalaksanaan
a.
Posisi ½ duduk.
b.
Oksigen (40 –
50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
c.
Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi
bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan
aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
d.
Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG,
oksimetri bila ada.
e.
Nitrogliserin
sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
f.
Jika tidak
memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai
didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
g.
Morfin sulfat 3
– 5 mg IV, dapat diulang tiap
25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
h.
Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi
atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai
dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
i.
Bila perlu
(tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau
Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
j.
Trombolitik atau
revaskularisasi pada pasien infark miokard.
k.
Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,
asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
l.
Operasi pada
komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel / corda tendinae.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas
2.
Riwayat
Penyakit :
a.
Keluhan
utama dan riwayat penyakit sekarang
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah
sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.
Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma.
Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien
b.
Riwayat
penyakit dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik
seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital
bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
3.
Pemeriksaan
Fisik.
a.
TTV
b.
Pemeriksaan
B1-B6
4.
Pola
Aktivitas sehari-hari :
a.
Nutrisi
dan metabolisme
b.
Cairan
dan metabolik
c.
Pola
eliminasi
d.
Aktivitas
dan latihan
e.
Pola
istirahar tidur
B.
Diagnosa Keperawatan
a)
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
b)
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
intertitial/alveoli).
c)
Ketidakefektifan pola
pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam paru.
d)
Cemas berhubungan dengan adanya
ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
e)
Ketidakmampuan melakukan
aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan.
C.
Intervensi
Dx 1 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk
kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal jantung.
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal jantung.
Intervensi:
a)
Catatan
suara jantung.
R/l : S1
dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.
c. Monitor TTV
R/ : pada
awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan badan/body
jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa
terjadi hipotensi berat.
d.
Kolaborasi dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker
sesuai indikasi.
R/: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
R/: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
e.
Kolaborasi
pemberian diuretic.
R/ :
Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put yang
relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup
diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
Dx II : Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
intertitial/alveoli).
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria
Hasil : menunjukkan ventilasi dan
oksigenasi jaringan yang adekuat pada jaringan
di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
Intervensi
:
a)
Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels.
R/: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
R/: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
b)
Atur posisi fowler dan bed rest.
R/ : merangsang pengembangan paru secara maksimal.
R/ : merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c)
Pantau/gambarkan seri GDA, nadi
oksimetri
R/ : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
R/ : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d)
Kolaborasi pemberian O2 sesuai
indikasi.
R/: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia jaringan.
R/: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia jaringan.
e)
Kolaborasi pemberian obat .
v Diuretic
R/ : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
R/ : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
v Bronkodilator
R/ : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.
R/ : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.
Dx III :
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru
secara normal.
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi :
a)
Identifikasi faktor penyebab.
R/ : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang tepat.
R/ : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang tepat.
b)
Kaji kualitas, frekuensi dan
kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
R/ : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
R/ : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c)
Baringkan pasien dalam posisi yang
nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90
derajat.
R/ : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
R/ : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d)
Observasi tanda-tanda vital (suhu,
nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
R/ : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
R/ : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e)
Kolaborasi dengan tim medis lain
untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
R/l : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
R/l : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
Dx IV : Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan :
Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria
hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu
beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan
santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali
permenit.
Intervensi :
a) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowlerdan jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
R/ : pasien mampu
menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
b) Ajarkan teknik relaksasi
R/ : Mengurangi
ketegangan otot dan kecemasan.
c) Kaji faktor yang menyebabkan
timbulnya rasa cemas.
R/ : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah
yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
d) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa
cemasnya.
R/ : Rasa cemas merupakan efek emosi
sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu
dapat diketahui.
e) Bantu dalam menggala sumber koping yang
ada.
R/ : Pemanfaatan
sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi
stress.
Dx V :
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan
keletihan.
Tujuan :
Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteri
hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan
segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Intervensi
:
f)
Evaluasi respon
pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya
perubahan tanda-tanda vital.
R/ : Mengetahui
sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
g)
Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
R/: Memacu pasien untuk berlatih
secara aktif dan mandiri.
h)
Awasi Px saat melakukan aktivitas.
R/ : Memberi
pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
i)
Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
R/ : Kelemahan
suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
j)
Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat.
R/ : Istirahat
perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar