BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Eritroblastosis
fetalis biasa di sebut penyakit hemolysis merupakan salah satu penyakit yang
memberi angka kematian ibu dan bayi cukup besar di Indonesia dan di Dunia. Hal
ini di karenakan belum di temukannya cara pencegahan dan pengobatan dalam
menangani penyakit tersebut. Karena tingginya dan kasus eritroblastosis fetalis
cukup banyak penelitian yang bertujuan untuk angka jenis Rhesus manusia di
berbagai belahan dunia, karena golongan darah Rhesus inilah yang nanti menjadi
penyebab utama timbulnya eritroblstosis fetalis.
Eritroblastosis
adalah suatu sindrom yang di tandai oleh anemia berat pada janin di karenakan
ibu menghasilkan sel antibody yang menyerang sel darah janin.Sindroma ini
merupakan hasil dari inkompobilitas kelompok darah ibu dan janin terutama pada
system Rhesus. System Rhesus merupakan suatu system yang sangat kompleks dan
masih banyak mengenai aspek genetika, nomenklatur
maupuninteraksi antigeniknya.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan
umum
Setelah melalui proses pembelajaran
system imum dan hematologi di harapkan mampu menjelaskan penyebab timbulnya
penyakit eritroblastosis fetalis serta usaha pencegahan dan pengobatan.
b. Tujuan
khusus
1. Mampu
melakukan pengkajian pada klien dengan eritroblastosis fetalis
2. Mampu
merumuskan diagnose keperawatan dengan klien eritroblastosis fetalis
3. Mampu
membuat perencanaan klien dengan eritroblastosis fetalis
4. Mampu
mengimplementasikan tindakan perencanaan klien dengan eritroblastosis fetalis
5. Mampu
mengevaluasi dan memgdokumentasi secara tepat dan benar pada klien
eritroblastosis fetalis
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka di
buat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
perawat melakukan pengkajian dengan klien eritroblastosis fetalis
2. Bagaimana
perawat merumuskan diagnose keperawatan dengan klien eritroblastosis fetalis
3. Bagaimana
perawat membuat perencanaan klien dengan eritroblastosis fetalis
4. Bagaimana
perawat mengimplementasikan tindakkan perencanaan klien dengan eritroblastosis
fetalis
5. Bagaimana
perawat mengevaluasi dan mendokumentasi secara tepat dan benar pada klien
D.
Metode Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar
belakang
B. Tujuan
penulisan
C. Rumusan
masalah
D. Metode
penulisan
E. Manfaat
penulisan
Bab II Tinjauan
Teori
A.
Konsep
dasar
B. Asuhan
keperawatan
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
E. Manfaat
Penulisan
1.
Bagi perawat
Agar
dalam melakukan asuhan keperawatan,perawat mapu memberikan asuhan keperawatan
kepada klien secara baik dan benar.
2.
Bagi pembaca
Agar
pembaca dapat mengetahui cara perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan diagnose eritroblastosis fetalis.
3.
Bagi orang yang memiliki riwayat
penyakit eritroblastosis fetalis agar mereka dapat menjaga kesehatannya.
BAB
II
ISI
1.
KONSEP
DASAR TEORI
A.
PENGERTIAN
Eritroblastosis fetalis
adalah suatu sindrom yang di tandai dengan anemia berat pada janin di karenakan
ibu menghasilkan sel antibody yang menyerang sel darah janin.
Eritroblastosis fetalis
adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh rusaknya eritrosit pada bayi karena
perbedaan rhesus antara darah ibu dan bayi.
Eritroblastosis fetalis
adalah rusaknya sel darah merah bayi oleh agultinin ibunya.
B.
ETIOLOGI
Inkompabilitas Rh dapat
disebabkan oleh insommunisasi maternal ke antigen Rh oleh transfuse dapat Rh
positif atau insommunisasi maternal dari paparan ke antigen Rh jenis pada
kehamilan pertama atau kehamilan yang sekarang.pada inkompabilitas Rh anak
pertama lahir sehat kerena ibu belum memiliki benda-benda penangkis terhadap
antigen Rh,asalkan sebelumnya ibu tidak menderita abortus atau mendapat
transfuse darah dari Rh positif.
Pasangan suami – istri
hanya memiliki 1 atau 2 anak , sedangkan anak-anak berikutnya meninggal , pada
wanita resus negative yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif , resiko
terbentuknya antibody sebesar 8% sedangkan insidens timbulnya antibody pada
kehamilan berikutnya sebagai akibat sanasitasnya pada kehamilan pertama sebesar
16%
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit inkompabilitas
Rh dan ABo terjadi ketika system imun ibu menghasikan antibody yang melawan sel
darah merah janin yang di kandungnya.pada saat ibu , eritrosit janin dalam
beberapa insiden dapat masuk kedalam serkulasi
darah ibu yang di namakan “Fetamaternal Microtransfution”. Bila ibu
tidak memilki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit dan janin, maka ibu
akan stimulasi untuk membentuk imun antibody. Imun antibody tipe IgG tersebut
dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin
sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti dengan antibody tersebut dan
akhirnya terjadi aglutirasi dan hemolysis yang kemudian menyebabkan anemia.
Produksi
eritroblasyang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang
selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan rupture limpa. Produksi
eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah seperti platuet dan
factor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya factor
pembekuan darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan yang banyak dan dapat
memperberat komplikasi. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan
antibody jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri
sendiri pada saat tranfusi atau berbahaya bagi janin.
Hemolysis
yang berat biasanya terjadi oleh adanya
sensitisasi maternal sebelumnya misalnya kerena abortus , ruptur
kehamilan ,diluar kandungan , aminosentosis , transfuse darah Rhesus positif
atau pada kehamilan ke 2 dan berikutnya. Pengancuran sel-sel darah merah dapat
melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin) yang mana bahan tersebut dikenal
degan Bilirubin. Bilirubin secara normal di bentuk dari sel-sel darah merah
yang telah mati tapi tubuh masih dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin
dalam sirkulasi darah pada suatu waktu. Eritroblastosi menyebabkan terjadinya
penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan hiperbilirubin.
D. GEJALA
KLINIS
Terdapat 2 gejala
klinis utama pada eritroblastosi fetalis yaitu :
1.Hidrops
fetalis adalah suatu sindrom di tandai dengan edema (pembengkakan)pada bayi ,
asites pada saat lahir.
2.Hiperbilirubinemia
adalah peningkatan bilirubin dalam darah
E. Pemeriksaan
Diagnosik
Diagnosis
isoimunisasi berdasarkan deteksi antibody pada serum ibu. Metode yang paling sering digunakan untuk
melapisi ibu adalah test Coobstak lasung atau penapisan antibody atau
antiglobulin secara tak lasung.test ini tergantung kepada kemampuan anti IgG
serum untuk mengagultirasi ertrosit yang dilapisi dengan IgG.untuk melakukan
test ini, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahuai
mengandung antigen eritrosot tertentu,di inkubasi, lalu eritrosit di cuci.di
samping test Coombs,diagnose dapat ditegakan berdasarkan riwayat bayi yang
dilahirkan sebelumnya , icterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan ,
kadar hemoglobin darah tali pusat < 15gr% , kadar bilirubin dalam darah tali
pusat 75mg% dan kelainan pemeriksaan darah.
F. Penatalaksanaan
a) Tranfusi
tukar
Tujuan yang dapat capai :
1. Memperbaiki
keadaan anemia , tetapi tidak menambah volume darah
2. Mengantikan
eritrosit yang telah diselimuti oleh antibody dengan eritrosit normal
3. Mengurangi
kadar serum bilirubin
4. Menghilangkan
imun antibody yang berasal dari ibu
b) Tranfusi
intra uterin
Sel eritrosit donor di transfusikan ke
pentoneal janin , yang nantinya akan absobrsi dan masuk kedalam sirkulasi darh
janin.
c)Tranfusi albumin
Pemberian albumin sebanyak 1 mg / kg BB bayi , maka albumin
akan mengikat sebagian bilirubin indirek.
d) Fototherapi
Foto terapi dengan bantuan lampu ultra
violet dapat menurunkan kadar bilirubin. Fototerapi sifatnya hanya membantu dan
tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.
G. Diagnosis
A.
Mortalitas
Angka mortalitas dapat
di turunkan jika :
1) Ibu
hamil dengan Rhesus negative dan mengalami imunisasi dapat di deteksi secara
dini.
2) Hemolysis
pada janin dari ibu Rhesus negative dapat di ketahui melalui kadar bilirubin
yang tinggi.
3) Pada
kasus yang berat,janin dapat di lahirkan secara premature sebelum meninggal
didalam rahim.
B.
Perkembangan anak selanjutnya
Anak
yang mengalami tranfusi janin akan berkembang secara normal.
H. Pencegahan
1) Tindakkan
terpenting untuk menurunkan insiden kelainan hemolitik akibat isoimunisasi
Rhesus adalah imunisasi pasif pada ibu.
2) Suntikkan
anti Rhesus yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin dan tidak
membuat wanita kebal terhadap penyakit
Rhesus. Suntikkan ini untuk membentuk
antibody bebas sehingga ibu akan bersih dari antibody pada kehamilan
berikutnya.
3) Preparat
globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negative yang mengalami
sensitisasi dalam waktu 72 jam.
3.
Konsep
Dasar ASKEP
A. Pengkajian
1. Identitas klien :
1.
Nama
2.
TTL
3.
Umur
4.
Jenis kelamin
5.
Pekerjaan
6.
Tempat tinggal
7.
Dll
2.
Keluhan utama
3.
Riwayat kesehatan dahulu
4.
Riwayat kesehatan keluarga
5.
Pemeriksaan fisik
1) Secara
imunologis
a. Ibu Rh positif
b. Anak Rh negative
c. Uji coba langsung dan tidak langsung
pada bayi(+)
2) Secara
klinis pada anak
a. Bayi
pucat,kuning atau hidrops
b. Adanya
hepatomegaly-splemanegali
c. Bayi
kurang aktif,malas minum
d. Spasmus
otot kejang
e. Payah
jantung atau syok
f. Uri
atau placenta pucat dan besar
g. Tali
pusat edema dan kuning
3) Secara
hematologis,pada bayi di jumpai :
a.
Anemia(hb
rendah)
b.
Hiperbilirubinemia
c.
Eritroblastemia
d. Retikulostosis
6. Pengkajian
Data Dasar
a)
Aktifitas/istirahat
Gejala
: keletihan,kelemahan,malaise umum,kehilangan produktifitas,penurunan semangat
kerja,toleransi terhadap latihan rendah,kebutuhan untuk tidur dan istirahat
lebih banyak.
Tanda : Takikardi atau takipnea,dyspnea pada saat
kerja/istirahat,alergi,menarik diri,apatis,lesu,kurang tertarik pada
sekitarnya,kelemahan otot dan penurunan kekuatan,ataksia,tubuh tidak tegak,bahu
menurun,postur lunglai,berjalan lambat dan tanda-tanda lain yang menunjukan
keletihan.
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat kehilangan darah
kronis,mis:pendarahan,GI kronis,menstruasi berat,angina,riwayat endocarditis,intektif
kronis.
Tanda : TD : peningkatan systole dan diastole
stabil dan tekanan nadi,bunyi jantung : Mur-mur sistolik,ekstremitasi atau
warna : pucat pada kulit membrane mukosa (konjungtiva,mulut,faring,bibir,dan
dasar kuku),sclera : biru atau putih seperti mutiara,rambut : kering,mudah
putus,menipis,uban secara premature.
c).Integritas
Ego
Gejala : Keyakinan agama,budaya mempengaruhi pilihan
pengobata, mis : penolakan transfuse darah.
Tanda : Depresi
d).Eliminasi
Gejala : Riwayat pielonefritis,ginjal,flatulen,sindrom
marabsorpsi,hematuresis,feses dengan darah segar,melena,diare atau
konstipasi,penurunan haluaran urine.
Tanda : Distensi abdomen.
e).Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet protein hewani
rendah atau masukkan produk sereal tinggi,nyeri mulut dan lidah,kesulitan
menelan (ulkus pada faring),mual/muntah,dyspepsia,anoreksia,penurunan BB.
Tanda : Membran mukosa kering,pucat,turgor kulit
buruk,stomatitis.
f).Hygiene
Gejala : Penampilan tidak rapih,kurang bertenaga
g).Neurosensi
Gejala : Sakit kepala
berdenyut,pusing,vertigo,insomnia,kelemahan,keseimbangan buruk,sensasi menjadi
dingin.
Tanda : Peka terhadap
rangsang,gelisah,depresi,apatis,gangguan koordinasi,pararisis.
h).Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala : Riwayat TB,abses paru,nafas pendek waktu
istirahat dan beraktifitas.
Tanda : Takipnea,ortopnea,dyspnea.
i).Keamanan
Gejala : Riwayat terpanjang pada radiasi baik sebagi
pengobatan atau kecelakaan,riwayat kanker,therapy kanker,transfuse darah
sebelumnya,gangguan penglihatan,pnyembuhan yang buruk.
Tanda : Demam,berkeringat malam,ptechie,dan
ekimosis(apastik).
j).Pembelajaran
atau penyuluhan
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk
anemia,penggunaan alcohol kronis,riwayat atau masalah dengan penyembuhan
luka,perdarahan.
k).Pertimbangan
rencana pemulangan
Orang
menunjukan berapa lamanya 4-6 dapat memerlukan dalam pengobatan : aktifitas
perawatan diri,perubahan rencana diet.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan/lambatnya mencerna
makanan/absorpsi nutrient yang di perlukan untuk pembentukan SDM.
2. Pola
inefektif b/d dyspnea
3. Gangguan
integritas kulit b/d penyebab pluitis
4. Peningkatan
metabolism tubuh b/d pembesaran hepar
5. Gangguan
perfusi jaringan b/d hipoksi
6. Syok
hipovolemik b/d anemia
7. Deficit
volume cairan b/d perdarahan yang banyak
8. Kelebihan
cairan dan elektrolit b/d edema
9. Peningkatan
curah jantung b/d jantung bekerja dengan cepat
10. Resiko
infeksi b/d daya tubuh menurun
C. Intervensi
I.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan atau lambatnya mencerna makanan atau absorpsi nutrient yang di
perlukan untuk pembentukan SDM.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1. BB
mengalami peningkatan
2. Tidak
mengalami malnutrisi
Intervensi :
1) Kaji
riwayat nutrisi termasuk makanan yang di sukai
R/ : mengidentifikasi
defisiensi,menduga kemungkinan intervensi.
2) Observasi
dan catat masukan makanan pasien
R/ : mengawasi masukan
kalori atau kwalitas kekurangan konsumsi makanan.
3) Timbang
BB tiap hari
R/ : mengawasi
penurunan BB atau efektifitas intervensi nutrisi.
4) Observasi
dan catat kejadian mual/muntah,flatus dan gejala lain yang berhubungan.
R/ : gejala GI dapat
menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ.
5) Berikan
dan bantu hygiene mulut baik,sebelum dan setelah makan,gunakan sikat gigi halus
untuk penyikatan yang lembut,berikan pencuci mulut yang diencerkan mukosa luka.
R/ : meningkatkan nafsu
makan dan pemasukkan oral,menurunkan penumbuhan bakteri,meminimalkan
kemungkinan infeksi,terkait perawatan mulut khusus mungkin di perlukan bila
jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
6) Kolaborasi
dengan para ahli gigi
R/ : membantu dan
membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
II.
Pola nafas inefektif b/d dyspnea
Tujuan : dyspnea berkurang
Kriteria hasil :
menentukan pola nafas efektif dengan frekuensi dan dalam rentang normal serta
paru jelas dan bersih.
Intervesi :
1) Auskultasi
bunyi nafas,catat adanya bunyi nafas.
R/ : beberapa derajat
spasme bronku terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat di manifestasikan
adanya bunyi nafas.
2) Kerja
atau pantau frekuensi pernapasan,catat adanya derajat dyspnea,ansietas,distress
pernapasan.
R/ : berguna dalam evaluasi derajat
distress pernapasan.
3) Pertahankan
polusi lingkungan minimum misalnya : debu,asap yang berhubungan dengan kondisi
individu.
R/ : pencetus tipe reaksi obstruksi
pernapasan.
4) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi.
R/ : dibutuhkan untuk
menghilangakan nyeri pada pernapasan.
III.
Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia
Tujuan : menunjukan perfusi adekuat.
Kriteria hasil :
-TTV
stabil
-Pengisian
kapiler baik.
Intervensi
1.
Awasi tanda-tanda vital,kaji pengisian
kapiler,warna kulit atau membran mukosa, dasar kuku.
R/
: memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan , dan
membantu menemukan kebutuhan intervensi.
2.
Awasi upaya pernapasan,auskultasi bunyi
napas
R/ :dyspnea gemericik menunjukan Gjk
kerena regangan jantung lama/ peningkatan kompensiasi curah jangtung.
3.
Obserfasi adanya keluhan rasa
dingin,pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
R/ : fase kontraksi (ke organ vital)
menurunkan sirkulasi perifer kenyamanan pasien atau kebutuhan rasa hangat harus
seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus
fasodilaritasi (penurunan perfusi organ).
4.
Berikan oksigen tambahkan sesuai
indikasi,bila pasien sesak napas.
R/ : memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan.
IV
. Gangguan intergritas kulit b/d penyebab pluitis
Tujuan :
Kriteria hasil : mempertahankan
intergritas kulit.
Intervensi :
1. Kaji
intergritas kulit,catat perubahan pada turgor,gangguan warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi.
R/
: kondisi kulit di pengaruhi oleh
sirkulasi,nutrisi,dan imobilisasi.
2. Ubah
posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak
atau di tempat tidur.
R/
: meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan atau
mempengaruhi hipoksia seluler.
3. Ajarkan
permukaan kulit kering dan bersih,batasi pengunaan sabun.
R/
: area lembab,terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan organisme patogenik.sabun dapat mengeringkan kulit secara
berlebihan dan meningkatkan iritasi.
4. Bantu
untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
R/ : meningkatkan
sirkulasi jaringan,mencegah statis.
5. Gunakan
alat pelindung misalnya kulit domba,keranjang,kasur tekanan udara atau
air,pelindung tumit atau siku,dan bantal sesuai indikasi.
R/
: menghidari kerusakkan kulit dengan mencegah atau menurunkan tekanan terhadap
permukaan kulit.
V. Resiko
infeksi b/d daya tubuh menurun
Tujuan : menurunkan resiko
infeksi
Kriteria
hasil :
-meningkatkan
penyembuhan luka
-bebas drainase
purulent atau eritema dan demam.
Intervensi :
1. Tingkatkan
cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien.
R/ : mencegah
kontaminasi silang atau kolominasi bacterial.
2. Pertahankan
teknik aseptic ketat pada prosedur atau perawatan luka.
R/ : menurunkan resiko kolominasi atau
infeksi bakteri.
3. Berikan
perawatan kulit,perianal dn oral dengan cermat.
R/ : menurukan resiko
kerusakan kulit atau jaringan dan infeksi.
4. Dorong
perubahan posisi atau ambulasi yang sering,latihan batuk,dan nafas dalam.
R/ : meningkatkan
ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi setresi untuk mencegah
pneumonia
5. Tingkatkan
masukan cairan adekuat.
R/ :membantu dalam
pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah statis
cairan tubuh.
6. Pantau
atau batasi pengunjung ,berikan isolasi bila memungkinkan.
R/ : batasi pemajanan pada bakteri atau
infeksi.
7. Pantau
suhu,catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau tanpa demam.
R/ : adanya proses
inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atau pengobatan.
8. Amati
eritema atau cairan luka
R/ : indicator infeksi local
9. Kolaborasi
untuk ambil specimen untuk kultur sensitifitas sesuai indikasi.
R/ : membedakan adanya
infeksi atau mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
10. Berikan
antiseptic tapikal,antibiotic sistemik.
R/ : mungkin digunakan
secara propiratik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses
pengobatan infeksi local.
VI. Defisit
volume cairan b/d perdarahan yang banyak.
Tujuan : mempertahankan cairan
yang adekuat.
Kriteria
hasil : mempertahankan kesimbangan cairan adekuat di buktikan oleh haluaran
urine individu tepat dengan berat jenis mendekati normal.
Intervensi :
1. Pertahankan
pemasukan dan pengeluaran akurat,timbang tiap hari.
R/ : pasien dapat
menurunkan pemasukan cairan selama periode krisis karena malaise,anoreksia dan
sebagainya.
2. Perhatikan
karakteristik urine dan berat jenis
R/ :ginjal dapat
kehilangan kemampuannya untuk mengkonsentrasikan urine,mengakibatkan kehilangan
urine encer.
3. Awasi
tanda vital,bandingkan dengan hasil normal pasien saat ini atau sebelumnya.
R/ : penurunan
sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan
hipotensi dan takikardia.
4. Observasi
demam,perubahan tingkat kesadaran,turgor kulit buruk,kulit dan membrane mukosa
kering,nyeri.
R/ : gejala yang
menunjukan dehidrasi atau hemokonsentrasi dengan status vaso_oklusif.
5. Awasi
TTV dengan ketat selam transfuse darah dan catat adanya
dyspnea,gemericik,ronki,mengi,JVD,penurunan bunyi napasbatuk,sputum kental,dan
sianosis.
R/ : jantung dapat kelelahan
dan cenderung gagal karena kebutuhan pada status anemia.
6. Berikan
cairan sesuai indikasi :
R/ : penggantian atas
kehilangan atau deficit : dapat memperbaiki konsentrasi ginjal pada SDM atau
adanya kegagalan.
7. Awasi
pemeriksaan laboratorium misalnya : HB atau HT,elektrolit serum dan urine.
R/ : peningkatan menunjukan
hemokonsentrasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eritroblastosis
fetalis adalah penyakit yang erat kaitannya dengan system darah Rhesus.Penyakit
ini muncul akibat terjadinya inkompabilitas Rhesus di dalam tubuh itu yang
sedang mengandung dan jani yang sedang di kandungnya. Ibu biasanya memiliki
darah dengan Rhesus yang negative,sedangkan janin yang di kandung memiliki
darah denga Rhesus positif yang di turunkan dari ayah.
Hal ini menyebabkan ibu membentuk
antibody terhadap Rhesus janin yang tidak sesuai dengan Rhesus si Ibu sehingga
bayi yang di lahirkan biasanya meninggal atau mengalami kecacatan yang cukup
parah.Biasanya anak pertama perkawinan beresiko eritroblastosis fetalis lahir
sehat dan normal. Itu terjadi karena ketika kehamilan pertama,ibu belum
membentuk antibody yang terlalu kuat sehingga tidak terlalu beresiko,namun
antibody akan harus meningkat persentasenya ketika kehamilan
berikutnya,sehingga efek fatal akan di timbulkan ketika ibu akan melahirkan
anak kedua,ketiga dan seterusnya.
B.Saran
1.
Untuk mahasiswa
Agar
dapat mengetahui penyakit eritroblastosis sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien demga penyakit ini.
2.
Untuk pembaca
Agar
pembaca dapat mengetahui gejala serta dampak dari penyakit eritroblastosis
fetalis dan upaya pencegahan.
3.
Untuk penderita
Untuk
orang tua agar memutuskan memiliki anak lebih dari satu orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar