BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Otak adalah
sumber kehidupan. Segala aktivitas kehidupan, hingga yang sekecil-kecilnya,
hanya bisa terjadi melalui mekanisme yang diatur oleh otak. Dalam waktu yang
bersamaan otak harus menjalankan beribu-ribu aktivitas sekaligus. Tumor
otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada kongenital yang menempati ruang
dalam tengkotak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang
berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan
neoplasma terjadi akibat dari komprensi dan infiltrasi jaringan.
Tumor
otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara
sangant cepat pada daerah central nervus system (CNS). Sel ini akan terus
berkembang mendesak jaringan otak yang ada disekitarnya, mengakibatkan gangguan
neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial).
Hal ini ditandai dengan adanya nyeri kepala, nausea, vomitus, dan papil edema.
Penyebab dari tumor otak belum diketahui secara pasti. Namun ada bukti yang
menunjukkan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe
tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliputi faktor herediter, kongenital,
viris, toxin, dan defisiensi immunologi, ada juga yang menyatakan bahwa tumor
otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit
peradangan.
Jumlah penderita kanker otak masih
rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien tumor/kanker per tahun, namun
tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian
besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang adalah jenis
tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih
besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf
pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi
80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia
data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak
pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan
pundak usia 40-65 tahun.
Untuk
Penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah usia, general
health, ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat
digunakan antara lain: pembedahan, radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang
Perawat berperan untuk membuat asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan
tumor otak serta mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian,
diagnosa, hingga intervensi yang harus diberikan.
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini,
yaitu :
1. Tujuan
umum
1)
Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
matakuliah keperawatan system persyarafan
II pada fakultas kesehatan, program study S-I Keperawatan.
2)
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan tumor otak.
3)
membantu mahasiswa/I dalam pembuatan makalah dan
membantu meningkatkan cara Tujuan pembuatan makalah yang lebih berkualitas.
2. Tujuan
khusus
1)
Untuk mengetahui dan memahami defenisi, klasifikasi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, dan
asuhan keperawatan gastritis pada anak.
2)
Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan.
1.3.
Rumusan
Masalah
1.
Apa definisi dari tumor otak?
2.
Bagaimana klasifikasi dari tumor otak?
3.
Bagaimana etiologi dari tumor otak?
4.
Bagaimana patofisiologi dari tumor otak?
5.
Apa manifestasi klinis dari tumor otak?
6.
Apa saja komplikasi dari tumor otak?
7.
Bagaimana penatalaksanaan dari tumor otak?
8.
Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada
penderita tumor otak?
9.
Bagaimana prognosis dari tumor otak?
10. Bagaimana woc (web of caution) dari
tumor otak?
11. Bagaimana asuhan keperawatan yang
harus dilakukan pada penderita tumor otak?
1.4.
Metode
Penulisan
Dalam pembuatan
makalah ini, penulis menggunakan penulisan kualitatif yang mana penulis mencari
sumber isi mengenai “Asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan system persyarafan
”Tumor Otak” dari
buku–buku perpustakaan dan internet.
1.5.
Sistematika
Penulisan
Adapun
sistematika penulisan ini yaitu terdiri dari tiga bab yakni :
BAB I. PENDAHULUAN
Berisi latar
belakang, tujuan, rumusan masalah, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN
TEORITIS
Tinjauan teoritis
berisi mengenai konsep dasar medis dan konsep dasar askep dari tumor otak.
BAB III. PENUTUP
Penutup berisi
tentang kesimpulan dan saran
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1.
Konsep
Dasar Medis
2.1.1.
Pengertian
1.
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena
ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan
tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
2.
Tumor ialah Istilah
umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak) dalam setiap bagian
tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan
mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff, kamus Keperawatan,
1997).
3.
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala
(intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma
pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru,
payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer.
SA,2002).
4. Tumor otak adalah tumor jinak pada
selaput otak atau salah satu otak (Rosa Mariono, MA, Standard Asuhan
Keperawatan, St. Carolus, 2000)
5.
Tumor otak adalah sebuah lesi yang
terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalm tengkorak. Tumor-tumor
selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat
tumbuh menyebar masuk ke dalam jaringan ( Suzanne c. Smeltzer, 2001 KMB volume
3, Hal 2167 ).
2.1.2.
Anatomi
dan Fisiologi
ANATOMI OTAK
Susunan saraf adalah
sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus menerus menerima, menghantarkan
dan memproses suatu informasi dan bersama sistim hormon, susunan saraf
mengkoordinasikan semua proses fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ
dan sistim organ manusia.
a.
Susunan saraf sadar (Voluntary nervous system):
Mengontrol fungsi
yang dikendalikan oleh keinginan atau kemauan kita. Saraf ini mengontrol otot
rangka dan menghantarkan impuls sensori ke otak. Melalui saraf ini kita dapat
melakukan gerakan aktif dan menyadari keadaan diluar tubuh kita dan secara
sadar mengendalikannya.
b.
Susunan saraf otonom/ tak sadar (automatic nervous
system):
Saraf ini menjaga
organ tubuh bagian dalam supaya berfungsi dengan baik seperti : hati,
paru-paru, jantung dan saluran cerna. Fungsi dasar yang penting bagi kehidupan
seperti makan, metabolisme, sirkulasi darah dan pernafasan dikendalikan dengan
bantuan susunan saraf otonom. Susunan saraf otonom dibagi menjadi susunan saraf
simpatik (menyebabkan tubuh dalam keadaan aktif) dan susunan saraf para
simpatik (sistim pengontrol konstruktif dan menyenangkan).
Serebrum terdiri
dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:
Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku
individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi
menginterpretasikan sensasi, berfungsi mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan
sensasi kecap, bau, penden-
garan dan ingatan
jangka pendek.
Lobus oksipital bertanggung jawab
menginterpretasikan penglihatan.
Otak
berfungsi sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan
sistim efektor perifer tubuh, sebagai pengatur informasi yang masuk, simpanan
pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku. Dari dalam ke arah luar otak
diselubungi oleh tiga lapisan meningen, lapisan pelindung yang paling luar
adalah tengkorak.
Secara fungsional
dan anatomis otak dibagi menjadi empat
bagian yaitu:
1.
Batang otak yang menghubungkan
medulla spinalis dengan serebrum terdiri dari medulla oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).
a. Medulla
oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung dengan medulla spinalis.
Berkas saraf yang berjalan disini berasal dari serebrum dan berfungsi untuk
pergerakan otot rangka. Di medulla oblongata berkas ini menyebrang ke sisi yang
berlawanan yang disebut jalan/ traktus poramidalis. Itu sebabnya jika kerusakan
otak bagian kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian kanan tubuh dan sebaliknya.
Selain traktus piramidalis ada kelumpuhan sel-sel saraf yang terdapat di medulla
oblongata yakni pusat otot yang mengontrol fungsi vital seperti pernafasan,
denyut jantung dan tonus pembuluh darah.
b. Pons
berupa ninti (neucleus). Pons merupakan switch dari jalur
yang menghubungkan korteks serebri dan serebllum.
c. Mesensefalon
merupakan bagian otak yang sempit terletak antara medulla oblongata dan
diensefalon. Pada mesensefalon terdapat formation retikularis, suatu rangkaian
penting yang antara lain mengatur irama tidur dan bantun, mengontrol refleks
menelan dan muntah.
2. Otak
kecil (cerebelum)
Cerebellum terletak
dibelakang fossa krenialis dan melekat ke bagian belakang batang otak.
Cerebllum berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan mengatur koordinasi
gerakan yang diterima dari segmrn posterior medulla spinalis yang memberi informasi
tentang keregangan otot dan tanda serta posisi-posisi sendi.
3. Otak besar (cerebrum)
Cerebrum
adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua belahan yaitu :
hemisper
kiri dan kanan. Sebagian dari kedua hemisper dipisahkan oleh pistula longitu-
dinal
dan sebagian dipersatukan oleh pita serabut saraf yang melebar (korpus kolosum).
4.
Diensefalon
Dibagi menjadi empat wilayah :
Dibagi menjadi empat wilayah :
1.
Thalamus
Thalamus merupakan
stasiun pemancar yang menerima impuls ageren dari seluruh tubuh lalu
memprosesnya dan meneruskannya ke segmen otak yang lebih tinggi.
Kapsula interna yang terletak disekitar thalamus berupa berkas saraf penting yang datang dari serebri dan dikompres kedalam rongga yang kecil.
Kapsula interna yang terletak disekitar thalamus berupa berkas saraf penting yang datang dari serebri dan dikompres kedalam rongga yang kecil.
2.
Hipotalamus
Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom juga mempengaruhi metabolisme, observasi makanan dan mengatur suhu tubuh, karena letaknya sangat dekat dengan kelenjar pitviteri.
Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom juga mempengaruhi metabolisme, observasi makanan dan mengatur suhu tubuh, karena letaknya sangat dekat dengan kelenjar pitviteri.
3.
Subtalamus
Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskenisia diamatis yang disebut nemibalismus yang ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sis tubuh. Gerakan infontuler biasanya lebih nyata pada tangan dan kaki.
Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskenisia diamatis yang disebut nemibalismus yang ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sis tubuh. Gerakan infontuler biasanya lebih nyata pada tangan dan kaki.
4.
Epitalamus
Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.
Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.
Pembuluh darah yang
mendarahi otak terdiri dari :
a. Sepasang
pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba
dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pambuluh
darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga yaitu: sebagian menuju ke otak
depan (arteri serebri anterior). Sebagian
menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior). Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri
serebri interior). Ketiganya
akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri komunikan
posterior.
b. Sepasang
pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba oleh
karna kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher,
pembuluh darah ini mendarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh
darah teersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang
disebut anastomosis.
2.1.3.
Klasifikasi
1. Berdasarkan
jenis tumor
1) Jinak
- Acoustic neuroma
- Meningioma
- Pituitary adenoma
- Astrocytoma (grade I)
2) Malignant
- Astrocytoma (grade 2,3,4)
- Oligodendroglioma
- Apendymoma
2.
Berdasarkan lokasi
1)
Tumor intradural
a. Ekstramedular
- Cleurofibroma
- Meningioma
b. Intramedular
- Apendymoma
- Astrocytoma
- Oligodendroglioma
- Hemangioblastoma
2)
Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi
primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru–paru, ginjal dan lambung.
2.1.4.
Etiologi
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu
anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan
neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose
atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan
baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor
hereditas yang kuat pada neoplasma.
2.
Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional
berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang
terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma
intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat
peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada
bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah
dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi
virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga
saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi
karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi
yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
6.
Trauma Kepala
Trauma yang berulang
menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma
pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.
2.1.5.
Patofisiologi
Tubuh manusia terdiri dari sel-sel. Sel-sel ini tumbuh
dan berkembang dengan cara yang tersusun untuk membentuk sel-sel baru. Apabila
sel-sel ini kehilangan kemampuan untuk mengawal pertumbuhannya, ia akan tumbuh
dengan bebasnya. Sel-sel yang tumbuh berlebihan tanpa dikontrol ini akhirnya
menjadi tumor. Tumor
otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh
tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada
jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan
kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang
ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan
suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi
secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler
primer. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan
intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor
akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Obstruksi vena dan oedema yang
disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke
ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
2.1.6.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi secara umum pada tumor otak
antara lain:
1. Nyeri
kepala
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga
menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung
beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur
beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan
interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu
penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau
koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan
berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan
(traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau
serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan pada tumor otak yang
terletak di daerah lobus oksipitalis.
2. Perubahan Status Mental
Gangguan
konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya
inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal
atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat
menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
3. Seizure
Adalah gejala utama
dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma
dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian
tumor pada lobus parietal dan temporal.
4. Edema Papil
Gejala umum yang tidak
berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat
segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya
kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap. Penyebab edema papil ini
biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya menekan jalan aliran
likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocephallus
5. Muntah
Muntah
sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut
juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan
malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah
kecurigaan adanya massa intrakranial.
6. Vertigo
Pasien merasakan pusing yang
berputar dan mau jatuh.
7.
Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan
dengan lokasi:
1. Lobus frontal
·
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
·
Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese
kontra lateral, kejang fokal
·
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
·
Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom
foster kennedy
·
Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus parietal
·
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal
hemianopsi homonym
·
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal
dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal
·
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor,
yang didahului dengan aura atau halusinasi
·
Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan
hemiparese
·
Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat
diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.
4.
Lobus oksipital
·
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
·
Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5.
Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga
pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan
terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala,
penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie
·
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
·
Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala
awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
·
Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari
daerah pontin angel
7. Tumor Hipotalamus
·
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
·
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan
elektrolit, bangkitan
8.
Tumor di cerebelum
·
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat
erjadi disertai dengan papil udem
·
Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher
dan spasme dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri
kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal
dari medulloblastoma.
2.1.7.
Komplikasi
1.
Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk
disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying).
Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
2.
Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin
massa dalamrongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi
obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
3.
Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra,
unkus, dan singuli.
4.
Kematian
Kematian adalah gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan
gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada
area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi.
5.
Gangguan
kognitif dan neurobehavior
Sehubungan dengan
kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan
maupun radioterapi. Neurobehavior
adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu
di otak.
6.
Disartria
Gangguan wicara
karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang bertanggung jawab
dalam proses bicara.
7.
Disfagi
Merupakan komplikasi
lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan makanan karena hilangnya
refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal.
Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita
serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru.
8.
Kelemahan otot
Kelemahan otot terjadi pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya ditandai dengan
hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis.
2.1.8.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor
intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita menunjukkan
gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal,
atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang
sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
2. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah
tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul
tunggal ataupun multiple pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya
sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya
diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai
cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses
cerebri).
4. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis
kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan
informasi prognosis.
5.
Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah
serebral dan letak tumor serebral.
6.
Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal
pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi
lobus temporal pada waktu kejang.
2.1.9.
Penatalaksanaan
Medik
1.
Surgery
Therapy pre-surgery
seperti:
·
Steroid untuk
menghilangkan swelling
Contoh obat:
dexamethazone.
·
Anticonvulsan untuk
mencegah dan mengontrol kejang
Contoh obat:
carbamazephine
·
Shunt untuk mengalirkan
cairan serebrospinal
2.
Pembedahan
Pembedahan pada tumor
otak dilakukan untuk mengangkat tumor dan dikompresi dengan cara mereduksi efek
massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi.
3.
Radiotherapy
Merupakan salah satu
modalitas penting dalam pelaksanaan proses keganasan.
4.
Pembedahan
Tindakan ini bertujuan
untuk membunuh sel tumor. Diberikan secara oral IV atau secara shunt.
2.1.10.
Pencegahan
1.
Hindari stress
dan terapkan koping yang efektif terhadap stress
2.
Terapkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang
dan olahraga secara teratur
3.
Hindari menggunakan telepon seluler yang terlalu lama dan penggunaan headset ketika berkomunikasi dengan orang lain melalui telepon
4.
Hindari rokok
2.1.11.
Prognosis
Meskipun diobati, hanya
sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun.
Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma,
dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan.
Sekitar 50% penderita
meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
2.2.
Konsep
Dasar Askep
2..2.1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis
kelamin, usia, status, agama, alamat, pekerjaan, dan identitas penanggung
jawab.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
· Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
· Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah,
papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan
double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.
· Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan
kepala
· Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh
anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang,
yaitu riwayat keluarga dengan tumor otak.
· Pengkajian psiko-sosio-spirituab
Perubahan kepribadian dan perilaku
klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
c. Pemeriksaan
Fisik (ROS :
Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan
tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan
umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
v Pernafasan B1 (breathing)
Bentuk dada : normal
Pola napas : tidak teratur
Suara napas : normal
Sesak napas : ya
Batuk : tidak
Retraksi otot bantu napas; ya
Alat bantu pernapasan: ya (O2 2 lpm)
v Kardiovaskular B2 (blooding)
Irama jantung : irregular
Nyeri dada : tidak
Bunyi jantung ; normal
Akral : hangat
Nadi : Bradikardi
Tekanan darah Meningkat
v Persyarafan B3 (brain)
Penglihatan
(mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman
atau diplopia.
Pendengaran (telinga): Terganggu
bila mengenai lobus temporal
Penciuman (hidung) : Mengeluh
bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
Pengecapan (lidah)
: Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
Gangguan neurologi:
1. Afasia: Kerusakan atau kehilangan
fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau
berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
2. Ekstremitas: Kelemahan atau
paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
3. GCS: Skala yang digunakan untuk
menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam
derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a. Eye
(respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh
pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan
rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal
(respon verbal)
(5)
: Orientasi baik
(4)
: Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3)
: Kata-kata saja (berbicara tidak jelas,
tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…,
bapak…”)
(1) : Tidak ada respon
c.
Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5)
: Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4)
: Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3)
: Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2)
: Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
v Perkemihan B4 (bladder)
1. Kebersihan : bersih
2. Bentuk alat kelamin : normal
3. Uretra : normal
4. Produksi urin: normal
v Pencernaan B5 (bowel)
1. Nafsu makan : menurun
2. Porsi makan : setengah
3. Mulut : bersih
4. Mukosa : lembap
v Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2. Kondisi tubuh: kelelahan
2.2.2.
Diagnosa
Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema
serebri, hipoksia seebral.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d
gangguan pergerakan dan kelemahan.
4. Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi, kerusakan
sirkulasi verbal.
5. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d mual, muntah dan tidak nafsu makan.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi
dan kebutuhan pengobatan b.d ketidakmampuan mengenai informasi.
2.2.3.
Intervensi
Dx 1: Nyeri berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
Tujuan:
Nyeri yang dirasakan berkurang
Kriteria Hasil:
o
Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau
dapat diadaptasi ditunjukkan penurunan skala nyeri. Skala = 2
o
Klien tidak merasa kesakitan.
o
Klien tidak gelisah
Intervensi:
1) Teliti keluhan nyeri: intensitas,
karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan.
R/ Nyeri merupakan pengalaman
subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri
dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih
intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri
non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda
vital.
R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung
yang dialami.
3) Instruksikan pasien/keluarga untuk
melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.
R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.
4) Berikan kompres dingin pada kepala.
R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
5) Mengajarkan tehnik relaksasi
dan metode distraksi
R/ Mengurangi rasa nyeri yang dialami klien.
6) Kolaborasi pemberian analgesic.
R/ Analgesik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri berkurang
Dx 2: Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema
serebri, hipoksia seebral.
Tujuan:
Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil
Kriteria
hasil:
o
Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan
intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg
o
Menunjukkan tingkat kesadaran normal
o
Orientasi pasien baik
o
RR 16-20x/menit
o
Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi
Intervensi:
1) Pantau status neurologis secara
teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
2) Pantau tanda vital tiap 4 jam.
R/ Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke
otak yang stabil. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan
vaskularisasi serebral lokal dan menyeluruh.
3) Pertahankan posisi netral atau
posisi tengah, tinggikan kepala 200-300.
R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
4) Pantau ketat pemasukan dan
pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan membran mukosa.
R/ Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang
terintegrasi dengan perfusi jaringan.
5) Bantu pasien untuk
menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang
dipaksakan/mengejan.
R/ Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan
intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK.
6) Perhatikan adanya gelisah yang
meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
R/ Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan
TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya
secara verbal.
7) Kolaborasi:
o Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ Memenuhi kebutuhan oksigen
o Berikan sedative atau analgetik
dengan kolaboratif.
R/ Mengurangi peningkatan TIK
Dx
3: Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan
Tujuan : Gangguan
mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
Pasien
mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali
aktifitas.
Intervensi:
1)
Kaji derajat mobilisasi pasien dengan
menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
( 0-4 )
R/ Seseorang dalam semua kategori sama-sama
mempunyai resiko kecelakaan.
2)
Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk
menghindari kerusakan karena tekanan.
R/ Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
R/ Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3)
Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/ Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.
4)
Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam
merawat diri sendiri sesuai kemampuan
R/ Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala, keterlibatan pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
R/ Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala, keterlibatan pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
5)
Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase
dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
Dx
4: Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi, kerusakan sirkulasi verbal
Tujuan:
Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan
Kriteria
Hasil :
o
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah
komunikasi
o
Membuat
metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
o
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
1)
Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak
tampak memahami kata atau mangalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri
R/ Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam bebrapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
R/ Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam bebrapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2)
Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan
berikan umpan balik
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapn yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapn yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3)
Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ Menilai adanya kerusakan motorik.
4)
Katakan secara langsung pada pasien, bicara
perlahan dan tenang
R/ Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
R/ Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
Dx 5: Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah
dilakukan keperawatan
Kriteria Hasil:
o
Nutrisi klien terpenuhi
o
Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
1)
Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering
dan hangat.
R/ Makanan yang
hangat menambah nafsu makan.
2)
Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan
yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3)
Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas
dalam.
R/ Tarik nafas dalam
membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4)
Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui
kehilangan berat badan.
5)
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah
kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak
Dx 6: Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan mengenal informasi.
Tujuan: dapat menyatakan
pemahamannya menggenai penyakit, tindakan pengobatan dan prognosisnya.
Kriteria hasil: Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
dan pengobatan, memulai perubahan perilaku yang tepat.
Intervensi:
1) Diskusikan etiologi individual dari
sakit kepala bila diketahui.
R/ Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembnag ke arah proses penyembuhan.
R/ Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembnag ke arah proses penyembuhan.
2) Bantu pasien dalam
mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi.
R/ Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat mencegah berulangnya serangan.
R/ Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat mencegah berulangnya serangan.
3) Diskusikan mengenai pentingnya
posisi/letak tubuh yang normal.
R/ Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan dapat menghilangkan ketegangan dari tubuh dengan sangat berarti.
R/ Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan dapat menghilangkan ketegangan dari tubuh dengan sangat berarti.
4) Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya.
R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap
obat dan tidak mengenali bentuk terapi yang lain.
2.2.4.
Implementasi
Sesuai intervensi
2.2.5.
Evaluasi
Sesuai tujuan
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tumor otak adalah suatu
pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam otak.
Yang terdiri atas Tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak benigna adalah
pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas, sedangkan
tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan
menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase)
ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari
mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita
memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang
menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah
terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan
pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel
itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat
memicu terjadinya kanker.
Pengobatan tumor otak tergantung
kepada lokasi dan jenisnya.Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung
pada beberapa faktor, antara lain kondisi umum penderita, tersedianya alat yang
lengkap, pengertian penderita dan keluarganya, luasnya metastasis. adapun
terapi yang dilakukan, meliputi terapi steroid, pembedahan, radioterapi dan
kemoterapi.
3.2. Saran
1) Bagi
perawat
Mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak secara holistik
dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit tersebut.
2) Bagi
klien dan perawat
Hendaknya
ikut berpartisipasi dalam penatalaksanaannya serta meningkatkan pengetahuan
tentang tumor otak yang dideritannya.
3) Bagi
mahasiswa
Mahasiswa/i
mampu memahami dan menerapkan serta mampu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan tumor otak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar